Boy tampak telaten mengobati sudut bibir Naya yang terlihat bengkak itu. Beberapa kali ia sengaja meniupkan sudut bibir Naya agar tidak terasa perih.
"Lain kali kamu harus lebih hati-hati" nasihat Boy sambil membereskan kotak obat yang baru saja digunakan.
Naya tersenyum matanya mencuri pandang ke wajah Boy. Dilihat dalam waktu yang lama tak bosan rasanya memandangi wajah itu.
"Tadi pagi aku ke kelas kamu, tapi kata Dewi kamu lagi ke perpustakaan" kata Boy. "Tumben pagi-pagi udah kesana" sambung Boy, karena biasanya Naya ke perpustakaan saat jam istirahat.
"Iya kemarin soalnya lupa mampir ke perpustakaan" jawab Naya penuh kebohongan. Jika ia bisa berbohong mengenai luka di bibirnya, maka untuk menciptakan kebohongan selanjutnya akan lebih mudah.
Boy menatap Naya setelah sudah membereskan kotak obat dan mengembalikannya ke tempat semula. Matanya kini tengah fokus dengan wajah gadis yang sedang duduk di tepi ranjang itu. "Semoga ini yang terakhir. Aku khawatir" kata Boy sambil kembali mengusap pipi Naya yang merona. Ada nada kekhawatiran dari kata-kata yang melesat dari bibirnya.
Naya hanya tertunduk, ke sepuluh jemarinya meremas kain yang membalut ranjang itu. Dadanya bergemuruh, hatinya bersorak kegirangan. Inilah yang membuat Naya mencintai Boy. Kadang Boy bersikap menyebalkan, tapi di lain waktu ia juga mampu bersikap manis seperti sekarang ini. Hal seperti ini jugalah yang membuat Naya bertahan dengan Boy. Ia meyakini jika hari ini Boy bersikap dingin kepadanya, besok pasti ia akan bersikap hangat. Karena ia percaya manusia tidak ada yang tidak berubah. Berubah itu pasti.
Perlahan Naya mengangkat kepalanya tepat menghadap Boy, tapi wajah itu masih setia memperhatikan Naya, membuat Naya kembali menundukkan kepalanya. Rasanya tidak sanggup jika terus ditatap seperti itu. Membuat Naya semakin salah tingkah. "Kamu udah gak marah?" tanya Naya hati-hati.
Boy tersenyum samar. Menyadari betapa polosnya pertanyaan yang dilayangkan Naya untuknya. Tentu saja jawabannya TIDAK. Jika ia masih marah dengan Naya ia pasti tidak akan menemuinya.
Tangan Boy mengangkat dagu Naya. Perlahan wajahnya mendekat membisikkan sesuatu. "Aku rindu kamu" ucap Boy pelan tepat di depan wajah Naya. Hembusan nafas yang keluar dari mulut Boy seolah bagai mantra yang mampu membuat tubuh Naya mematung.
"Gak ada yang bisa lama-lama marah sama kamu, Nay" lanjut Boy kali ini sambil mengacak pelan rambut Naya. "Aku anterin ke kelas" ucap Boy, tangannya sudah terulur ke arah Naya. Dan Naya segera menyambutnya.
Mereka berjalan bak pasangan yang baru saja jadian. Orang-orang yang melihat pun tampak iri dengan adegan yang bisa dibilang romantis itu. Mungkin Naya termasuk gadis beruntung karena mampu mendapatkan hati Boy, yang bisa dibilang incerannya cewek satu sekolah. Tapi Boy juga seharusnya merasa beruntung mendapatkan gadis seperti Naya yang mampu memahami dan bersabar dengan mood yang naik turun milik Boy. Ah, harusnya mereka saling melengkapi.
Tepat di depan pintu kelas langkah mereka terhenti ketika melihat Angel yang tersenyum kearah Boy.
"Hay kak..." kata itu menggantung saat Boy memilih untuk segera pergi dari sana. Tubuh jangkungnya melewati Angel yang masih terpaku karena sikap dingin yang ditujukan Boy kepadanya. Saat ini hanya sisa-sisa bau parfum milik Boy yang menyapa Angel.
Perhatian Angel kini beralih pada Naya yang sudah berjalan memasuki kelas. Matanya memicing menatap Naya penuh kebencian.
"Dasar pelacur" kata Angel penuh penekanan. Dan kata itu sempurna membuat tubuh Naya terhenti mencari sosok Angel. Tapi tubuh Angel sudah menghilang dari pandangan Naya.
Pelacur? Apa kata itu ditujukan untuk Naya?
***
Jam istirahat sudah berdengung. Semua penghuni sekolah sibuk menyantap makanan, tapi Raka malah terlihat sibuk merayu Bu Endang. Ia sedang berusaha untuk memperbaiki nilai Naya yang hanya mendapat nilai E- dipelajarannya. Memang itu hal yang tidak mudah tapi Raka akan mengusahakannya, untuk memperbaiki hubungan pertemanannya dengan Naya.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Is Love (?)
Teen FictionCerita tentang seorang remaja yang harus rela menguburkan perasaannya dalam-dalam pada seorang gadis. Bukannya apa, ia menyukai seorang gadis dari kekasih sahabatnya. Segala keluh kesah dan kesedihan yang ia terima selalu ia pendam tanpa memberitahu...