🍭 Pesan Dari Kak Shabbir📱

8.4K 759 126
                                    

Kegiatan Bianca setiap pagi sambil menunggu Papanya, ia akan memangku dan mengelus bulu halus Momo. Sejauh ini Momo cukup pintar dan tidak membuat Papanya kesal. Tapi suka membuat Mamanya geli.

Setiap pagi sampai sore, rumah yang sepi hanya ada Mia dan Momo membuat kucing itu lebih dekat dengan Mia karena merasa ada temannya di rumah dan kadang-kadang mengekorinya hampir ke seluruh penjuru rumah.

"Mbak, ayo berangkat." Ajak Rahil yang sudah siap.

Bianca mengangguk. Ia meletakkan Momo di atas sofa. "Assalamu'alaikum, Momo. Baik-baik ya di rumah." Ia menepuk lembut kepala kucing abu-abu itu lalu beranjak dan mengikuti Papanya yang menunggu.

"Yuk." Rahil merangkul Bianca dan keduanya berjalan bersama ke depan.

Tak lama Mia keluar bersama Zefa dan Ayip. Setelah salam dan salim kepada Mia, mereka pun berangkat.

"Kata Grandpa, minggu depan waktunya Momo ke dokter Sena." Rahil memberitahu.

Bianca mengangguk. "Iya."

Tak sampai lima belas menit, Rahil sudah sampai di sekolah anak-anaknya dan bergantian mereka turun setelah salim dan pamit kepadanya.

"Belajar yang baik."

"Iyaaa!" Jawab ketiganya serentak.

Begitu semua sudah turun, Rahil langsung melanjutkan perjalanan menuju kampus.

"Biancaaa!" Dari belakang, lengan Bianca digelayuti seseorang yang ternyata adalah Caca. "Assalamu'alaikum semua..."

"Wa'alaikumussalam." Jawab Bianca, Zefa dan Ayip serentak.

"Nggak lihat Mas Abhi sama Mbak Garin ya?" komentar Caca.

"Nggak tahu. Kan nggak bareng." Bianca mengangkat bahunya.

"Kemarin aku ditanya-tanya temanku tentang Mas Abhi masa?" cerita Caca dengan bibir mengerucut.

"Kenapa?" Kening Bianca berkerut.

"Mereka minta dikenalin ke Mas Abhi. Iya kan, Yip?" Caca menoleh pada Ayip di belakangnya.

Di sekolah SMP, yang memanggil Ayip hanya Bianca, Zefa, Abhi, Garin dan Caca. Selebihnya adalah Fajar dan sebagian kecil Arif.

"Iya." Ayip mengangguk.

"Aku suruh tanya Ayip. Sama Ayip disuruh kenalan sendiri hehehe..." terang Caca sambil terkekeh. "Masa diminta nomer telepon juga? Mana tahu aku ih. Seandainya tahu pun nggak aku kasih. Aku nggak mau digalakin Mas Abhi."

Kening Bianca berkerut dalam. "Kenapa Mas Abhi galakin kamu? Mas Abhi nggak galak kok."

"Nggak galak sama kamu aja, Bianca. Eh sama aku juga nggak galak sih. Tapi kalau nggak suka, Mas Abhi ngelihatnya tajam banget. Aku takut. Dulu pernah aku buang sampah, nggak sengaja sampahnya nggak masuk ke dalam eh pas Mas Abhi lewat aku ditatap tajam sambil mungut sampahku terus buangin ke tong. Padahal aku baru mau pungut sendiri. Abis itu udah, Mas Abhi langsung pergi aja. Kan takut." Caca mengingat kejadian dua tahun sebelumnya.

"Kamu buangnya meleset sih." komentar Bianca.

"Makanya aku nggak mau digalakin Mas Abhi."

Lalu keempatnya sampai di deretan kelas satu. Bianca dan Zefa berpisah dengan Ayip dan Caca yang beda kelas.

Dan baru saja duduk di kursinya, ada pesan masuk di hape Bianca. Karena belum ada pelajaran, siswa masih boleh pegang hape tapi begitu dimulai wajib dikumpulkan dan baru diambil saat pulang sekolah.

0813xxx
Assalamu'alaikum. Selamat pagi, Bianca.

Wa'alaikumussalam. Ini siapa?

Kamu akan menyukai ini

          

0813xx
Kak Shabbir. Simpan ya nomerku.

Ya.

Bianca pun menyimpan nomer baru itu di kontak teleponnya.

Kak Shabbir
Gitu aja?

Memang harus apa?

Kak Shabbir
Eh...nggak kok. Iya nggak apa-apa kok.

Iya.

"Mbak, mana hapenya." Pinta Zefa.

"Ini." Bianca menyerahkan hapenya.

Kemudian Zefa menyimpan hape mereka berdua di keranjang khusus hape setelah mematikan powernya.

🍦🍦🍦

Kemudian usai shalat dzuhur, Ayip bersama Zefa mendekati Bianca yang menunggu mereka di depan masjid sekolah.

"Adek, Adek Zefa, kalian makan duluan aja ya? Aku diajak Krisna sama yang lain main basket. Nanti aku makannya bareng mereka." beritahu Ayip.

"Gitu?" Bianca tampak kecewa tapi ia mengangguk juga. "Iya deh."

Ketiganya pun berjalan kembali ke kelas bersama kemudian berpisah. Kali ini Caca ikut bergabung bersamanya.

"Flo nggak ikutan makan bareng?" tanya Caca.

"Enggak." Bianca menggeleng. "Dia pengen makan cwimie." Dan kantin terdekat tempatnya dan saudara-saudaranya tak menjual cwimie.

"Oh." Caca manggut-manggut. "Tadi Krisna sama yang lain juga ngajakin Ayip main basket dulu."

"Iya."

Caca menoleh pada Zefa. "Kamu nggak main gitu sama teman cowokmu?"

Zefa menggeleng. "Nggak. Nanti Mbak Bian nggak ada temannya."

"Yaelah, Zefa...banyak kali teman Bianca." Cibir Caca.

"Nanti nggak bisa makan siang. Mending makan."

"Deeeh...makan mulu dari dulu."

"Biarin weee...Mas Abhi aja juga gitu." sahut Zefa cuek.

"Mas Abhi nggak kebanyakan makan kayak kamu ya."

"Hehehe..."

Sampai di kantin sudah ada si kembar dan...Shabbir.

"Hai, Bianca...sini, sini..." Shabbir menunjuk bangku kosong di dekatnya yang langsung ditatap tajam oleh si kembar tanpa disadarinya.

Tapi dengan santainya Zefa yang duduk di tempat yang dimaksud. "Nggak boleh berduaan, nanti digigit setan. Dibilangin juga."

"Ih, Bianca aja sih yang disapa?" protes Caca.

Shabbir menggelengkan kepalanya gemas. "Ini rame-rame, Zefa." Lalu menoleh pada Caca. "Kamu teman sekelasnya Bianca?"

Caca menggeleng. "Bukan. SMP ini kita nggak sekelas. Tapi aku udah berteman sejak PAUD. Aku Clarisa, panggilannya Caca. Diingat ya?"

Shabbir mengangguk. "Siap."

"Paling juga habis ini lupa." Ejek Caca.

"Nantangin nih?"

"Sudah, sudah...yuk, makan aja sekarang." Lerai Garin.

🍦🍦🍦

Sepulang sekolah, selama dalam perjalanan pulang, Shabbir terus mengirim pesan kepada Bianca.

Kak Shabbir
Sudah sampai rumah?

Sudah.

Kak Shabbir
Oh ya, kalau makanan kucing kamu atau keperluan lainnya habis, hubungi aku aja ya disini?

Iya.

Kak Shabbir
Bianca?

Iya?

Kak Shabbir
Kamu marah ya aku hubungi?

Enggak. Kenapa harus marah?

Kak Shabbir.
Oh...alhamdulillah. Kirain marah. Ya sudah, kamu istirahat ya. Assalamu'alaikum.

Wa'alaikumussalam.

Bianca meletakkan hapenya di atas nakas tempat tidur lalu segera ganti baju karena sebentar lagi akan latihan karate di rumah Grandpanya. Sementara ini ia disuruh latihan privat dulu untuk menyesuaikan jadwal dengan sekolahnya.

"Mbak Bianca, ayok berangkat!" Teriak Zefa dari dalam kamarnya lalu terdengar berdebam kecil orang menuruni tangga dengan cepat.

"Iya!" Buru-buru Bianca keluar dari kamarnya. Setelah itu ia menuju kamar Ayip. "Abang, aku berangkat dulu. Ikut ke rumah Grandpa nggak?"

Ayip membuka pintu kamarnya. Ia menggeleng. "Nggak, aku di rumah aja."

Bianca mengangguk. Ia menatap Ayip bingung. Ada sebutir nasi di sudut bibir Ayip lalu ia melihat kotak bekal yang isinya masih setengah di atas meja. "Abang kok baru makan?"

Ayip tersenyum salah tingkah. "Tadi nggak sempat."

"Nggak makan sama sekali?" tanya Bianca kaget.

"Cuma minum sama jajan aja."

"Ih...kok gitu sih?" Dumel Bianca tak suka.

"Mbak Biaaan!" Teriak Zefa dari bawah.

"Tuh, udah ditunggu Adek Zefa."

"Ya udah, aku berangkat. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Bianca pun berlari meninggalkan Ayip yang kemudian melanjutkan makan siangnya yang tetunda.

Bianca dan Zefa yang dijemput Rashad ternyata tidak diajak ke rumah melainkan langsung ke dojo karate. Dan sesampainya disana tak sempat lagi memikirkan hal lain karena konsentrasi penuh pada latihan karate.

Tanpa tahu bahwa hape Bianca yang sudah mode hening itu ada yang menghubungi beberapa kali.

Apalagi kalau sudah sekali mode hening begitu, Bianca suka lupa mengembalikan ke mode normal dengan nada dering. Beberapa kali membuat Rahil dan Mia susah menghubunginya. Tersambung tapi tak terbaca.

🍃🍃🍃

Lagi nggak ada ide dan lagi-lagi berubah dari ide awal 😥 semoga kalian masih menikmatinya 🙇

Sidoarjo, 18-12-2019

Lovely BiancaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang