1. Surat Cinta Salah Alamat

117 3 0
                                    


Sebagai seorang kurir cinta yang sudah berpengalaman, Nindi tidak pernah menyangka kalau ia akan berada dalam posisi terpojok seperti sekarang. Semuanya bermula ketika Nindi salah menyampaikan surat cinta dari dua orang temannya.

Surat yang dititipkan Rafka untuk Bintang tertukar dengan surat dari Denis untuk Aryani. Nindi tanpa sengaja memberikan surat dari Rafka kepada Aryani dan surat dari Denis kepada Bintang. Hingga akhirnya, Rafka meminta pertanggung jawaban dari Nindi yang sudah membuatnya terganggu oleh Aryani. Sementara, Denis tidak bermasalah dengan tertukarnya surat itu karena Bintang nyatanya memang menyukai Denis sejak dulu.

Satu-satunya cara agar permasalahan ini menemukan penyelesaian adalah dengan menjelaskan mengenai kesalahannya kepada mereka. Tetapi, tentu saja, itu tidaklah mudah. Karena pada kenyataannya, Denis dan Bintang tidak mau peduli tentang salahnya sasaran cinta mereka. Begitupun Aryani yang tidak mau mendengar penjelasan Nindi dan tetap menempeli Rafka ke mana pun lelaki itu pergi.

Lagi-lagi, Nindi meringis saat melihat tatapan kesal dari Rafka. Tentunya Nindi mengerti apa yang Rafka rasakan, hanya saja Nindi bingung harus berbuat apa untuk membuat Aryani mengerti. Bahkan, hanya untuk sekedar menelan roti coklat kegemarannya saja Nindi tidak bisa. Rasanya seperti bongkahan batu menyangkut di tenggorokan karena Rafka terus menatapnya dengan kesal. Terlebih lagi, saat menyaksikan canda tawa Bintang dengan Denis, Rafka semakin terlihat kesal.

Tidak ada yang bisa Nindi lakukan selain beranjak pergi. Ia tidak sanggup menerima tatapan membunuh dari Rafka lebih lama lagi. Seolah memang Rafka memiliki dendam kesumat kepada Nindi, ya, tapi memang wajar Nindi mendapatkan itu.

Saat berjalan memasuki kelas, Rafka mencekal lengan Nindi dan menariknya pergi. Sungguh, tak ada perlawanan berarti yang dilakukan Nindi karena tahu kalau Rafka memang masih kesal. Lantas, Rafka melepaskan cekalan tangannya di lengan Nindi saat mereka sampai di atap gedung sekolah. Nindi sempat melihat Rafka mengumpat dan mengusap wajahnya dengan kasar.

"Gue enggak bisa terima, ya, Nin!" ujarnya, membuka percakapan.

"Gue tahu, Raf. Tapi, ya, gimana. Gue udah jelasin ke Bintang semuanya. Ke Aryani juga!"

"Itu surat gue buat Bintang, Nin! Kenapa jadi si Denis yang jadian sama Bintang?"

"Karena Bintang emang udah suka ke Denis dari dulu, Raf. Udahlah, maafin gue dan coba terima semua ini dong, Rafka!"

"Gue? Kudu nerima ditempel-tempelin sama si Aryani? Enggak, gue sama sekali enggak mau terima. Lo harus tanggung jawab!"

"Ih, gue kan enggak ngapa-ngapain lo."

"Lo harus jadi cewek gue!"

Baru saja Nindi hendak membalas perkataan Rafka, mendadak mulutnya terkatup rapat. Bukan karena tersanjung akan kalimat runtut dari mulut Rafka. Justru karena syok setengah mati. Mendadak jantung Nindi serasa berdegup tidak karuan. Entahlah, ia tahu kalau Rafka bukan benar-benar menembaknya. Dan bahkan, Nindi yakin ungkapan itu bukan karena perasaan suka seorang lelaki terhadap perempuan.

Tentu saja, karena Rafka menyukai Bintang. Tapi, sekalipun begitu, ini pertama kalinya ada seseorang yang mengatakan hal itu kepadanya. Memang, itu bukan pertanyaan, bukan pula permintaan. Melainkan perintah, dan Nindi berada dalam posisi di mana dia tidak bisa menolak atau pun mengelak.

"Tapi, gue—"

"Gue enggak nunggu jawaban lo. Yang jelas, mulai detik ini lo enggak boleh jauh-jauh dari gue. Lo kudu jadi Bintang buat gue, harus anggun, penyayang dan nyenengin," ucap Rafka diakhiri senyuman.

"Lo enggak bisa ngelakuin ini ke gue, dong, Rafka!"

Bukannya mendengarkan Nindi, Rafka justru berjalan mendekat lalu menyentuh kepala Nindi. "Jadi pacar yang manis, ya, buat gue." Rafka mengacak-acak rambut Nindi dan gadis itu hanya bisa meringis.

Nyaris saja ia pingsan karena diperlakukan semanis itu oleh Rafka. Tapi, kenyataan kalau ini hukuman dari Rafka menampar Nindi kembali ke dunia yang kejam.

Selesai dengan rangkaian perlakuan yang membuat Nindi gemetaran, Rafka melangkah pergi meninggalkan gadis itu. Sementara, Nindi merasa kacau dan linglung. Perlahan, ia menyentuh permukaan dada dan meredam dentuman keras yang mengganggu ujung hatinya.

Belum sempat Nindi meredam degup jantungnya, Rafka melangkah kembali ke arahnya dan meraih jemari Nindi. Menautkan jari-jari mereka dan menarik tubuh Nindi menuruni anak tangga.

Semuanya terjadi begitu saja. Nindi sama sekali belum memahami apa yang terjadi. Yang jelas, ia hanya berjalan mengekori langkah Rafka dengan ragu. Lantas, saat mereka berjalan bergandengan tangan menyusuri koridor sekolah, semua pandangan tertuju kepada mereka.

Tidak ada kalimat yang terucap dari bibir Rafka, ia hanya tersenyum manis tanpa menghiraukan keingintahuan semua teman sekolahnya. Sementara, Nindi merasa risih dengan tatapan mereka, ia berusaha melepaskan genggaman tangan Rafka. Namun yang ada, Rafka malah mengeratkan genggaman tangan mereka.

Bahkan, Aryani yang menyaksikan kejadian itu hanya mampu memelototkan mata. Terlebih, saat Rafka mengantarkan Nindi ke depan pintu kelas gadis itu.

"Belajarnya yang konsen, ya. Jangan mikirin aku terus." Rafka mencolek hidung Nindi lalu berjalan memutar arah. Sama sekali tidak menghiraukan tatapan teman-temannya.

Ini sudah sangat keterlaluan. Rafka sudah berlebihan mempermalukannya, Nindi tidak bisa terima. Bukankah ia sudah meminta maaf dan berusaha meluruskan kejadian yang sebenarnya? Tetapi, mengapa Rafka sampai setega ini mempermalukan Nindi?

"Lo keterlaluan, Rafka! Gue kan udah minta maaf!"

Langkah Rafka terhenti dan ia langsung berbalik. Menatap Nindi dengan kerutan di dahi. "Maksudnya?"

Napas Nindi naik turun, menahan diri. "Gue udah ngelakuin semampu gue buat bikin keadaan berjalan sebagaimana mestinya. Tapi, apa yang harus gue lakuin kalau Bintang lebih memilih Denis?"

Sejenak Rafka melirik Bintang yang berdiri tidak jauh dari mereka. Mendengarkan dengan seksama apa yang Nindi ucapkan. Nampak Rafka menarik napas dan berjalan mendekati Nindi. "Ini bukan lagi soal Bintang. Ini soal aku dan kamu, soal kita, Nindi."

Nindi terdiam, sama sekali tidak menyangka kalau Rafka akan segila ini mengerjainya. Apapun yang terjadi, Nindi tidak mau menjadi orang yang diperlakukan sebagai pengganti Bintang. Ia tahu kalau semua ini kebohongan, hanya karena Rafka masih kesal berkat kejadian tempo hari. Apalagi kalau Rafka sengaja memperalatnya demi membuat Bintang cemburu dan Aryani menjauh.

Tiba-tiba, Rafka mengulurkan tangan ke arah belakangrambut Nindi dan membuka kunciran rambutnya. Rafka kemudian merapikan rambutpanjang Nindi dan menyematkan sebuah jepit rambut berwarna merah. "Apapun yanglo lakuin, lo enggak bisa lepas dari gue, Nin!" lirih Rafka lalu beranjakpergi.


^^^

KISAH REMAJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang