2. Pacar yang Manis

66 1 0
                                    


Sani mencolek-colek lengan Nindi dan terus menanyakan hal yang sama sejak sepuluh menit lalu. Benar adanya, Sani diliputi keingintahuan yang besar mengenai skandal hubungannya dengan Rafka yang menggegerkan seisi sekolah.

Bagaimana tidak, setahu semua siswa, Nindi adalah gadis yang berkomitmen. Ia berjanji tidak akan memiliki pacar sampai lulus sekolah. Sedangkan, sekarang? Dengan mulut manisnya, Rafka memerintahkan Nindi untuk menjadi pacarnya.

Sebetulnya, Nindi bukannya tidak ingin berpacaran. Hanya saja, sejak dulu ia menyukai seniornya. Fabian Hermanto, lelaki yang sudah lama Nindi sukai. Tetapi, sama sekali tidak memiliki keberanian untuk memperlihatkan kesukaannya. Lantas, Fabian juga memiliki pacar seangkatannya yang cantik dan murah senyum.

Sangat berbanding terbalik dengan Nindi yang super cuek dan tidak ada manis-manisnya. Maka dari itu, Nindi merasa minder kalau harus mendekati Fabian. Ia lebih memilih menyembunyikan perasaannya dan menjadi kurir jodoh.

Tentu saja, menjadi kurir jodoh alias mak comblang itu bukan juga tanpa alasan. Baiklah, alasan mendasar Nindi untuk menyatukan cinta orang-orang karena Nindi tidak ingin orang lain menjadi korban perasaan sepertinya. Hanya karena tidak bisa mengungkapkan perasaan atau tidak bisa menjangkau cinta mereka.

Di sanalah gunanya Nindi. Ia selalu siap membantu siapapun yang membutuhkan bantuan yang berhubungan dengan konsultasi cinta.

"Nindi!"

Teriakan Sani membuat Nindi terlonjak. "Apaan, sih, San?"

"Nin, Nin, kamu beneran pacaran sama si Rafka?"

"Dih, kamu peduli sama omongan si sedeng satu itu?"

Sani menimpuk lengan Nindi menggunakan buku. "Dia pacar kamu."

"Aku enggak peduli. Kamu enggak tahu apa sebenarnya yang terjadi," ujar Nindi, kemudian melanjutkan membaca buku.

"Makanya aku nanya."

Nindi menarik napas panjang lalu menutup buku yang ia pegangi dan menyimpannya di pangkuan. Ia menatap Sani dengan serius. "Rafka enggak pernah nembak. Dia perintahin aku buat jadi pacarnya karena dendam."

"Perintah? Dendam?"

Sejenak, Nindi melirik sekeliling lalu menyondongkan tubuh ke arah Sani. "Dia dendam soal surat cinta salah alamat itu."

Sani memelototkan mata. "Gara-gara Bintang jadian sama Denis? Dan hidup kamu jadi tumbal buat kesenangan si Rafka?"

"Aku ngerasa jadi zombie sekarang, San. Hidupku udah enggak seindah dan senyaman dulu. Semua ini gara-gara si Rafka! Nih, ya, aku mesti bersikap jadi pacar yang manis buat dia. Padahal aku tahu kalau semua itu palsu, San!"

"Tapi, apa si Rafka pernah bilang sayang sama kamu?"

Nindi menatap Sani dengan kesal lalu memukul lengannya. "Dia itu Hitler, enggak pernah tahu kasih sayang."

"Masa, sih? Tapi, kok kayaknya hubungan kalian manis banget malah. Aku aja ngiri."

"Luaran aja manis, kamu enggak tahu isi hati dia yang sebenarnya. Dia enggak pernah beneran suka sama aku, kita pacaran cuma gimmic. Benar-benar cuma karena dendam dan nyelamatin harga dirinya yang tercoreng berkat surat cinta salah alamat. Dan aku, tersangka yang juga jadi korban."

"Ya, kali. Entar cinta beneran tumbuh di hati kalian berdua. Tapi, kalau semuanya memang bohongan, sampai kapan kamu jadi pacarnya dia?"

"Enggak tahu. Aku cuma bisa menanti sampai perintah berikutnya diluncurkan dari mulut si Rafka!"

KISAH REMAJAWhere stories live. Discover now