Terpencilkan

12 4 0
                                    

Dalam gubuk tua
Yang sesak dihimpit ribuan derita
Berusaha tegar pria muda dengan sesal digenggamanya
Seolah terbiasa dengan kata hina dari manusia
Ia acuh membias duka menjadi tawa

Dalam gubuk tua
Tempat berlindung dari fitnah kejam manusia
Ia sematkan sebuah Nama bersama seluruh Agung maknanya
Menjadikan setiap hurufnya adalah hidup
Membingkainya rapih dengan kata tak sanggup

Lalu matanya berkaca-kaca
Ketika angin sayup mebisikan suara yang perlahan redup
Bagaikan di sayat garami pada luka yang mengganga
Airnya tumpah bersama mata yang perlahan tertutup.

Sepi sejenak,  mendadak
Rembulan diam
Angin dingin tak lagi menampakan semilirnya

Batu ikut beku pepohonan terpatung kaku
Kini pemuda dipenuhi dengan ragu
Haruskah menyerah atau melawan seluruh belenggu

Hidupnya begitu hina
Tapi mati adalah jalan sia-sia

Tangan tak berdosa mulai bimbang
Gundah bersama buyarnya akal pikiran
Haruskah ku akhiri saja segala perih dengan jerat tali
Atau melawan menguatkan rasa percaya diri

Kacau, risau, kata kasar mulai keluar
Apa Tuhan sudah tak sayang
Atau aku yang terlalu lemah untuk bertahan dari cobaan
Sungguh begitu mengerikan
Bertahan, diantara pertikaian iman dan keputusasaan.




Bogor, juli 2019

Catatan Setengah PatahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang