22

2.1K 172 0
                                    

  Ranjang yang semula rapi kini sudah berantakan. Bahkan selimut yang semula berada di atas ranjang kini sudah turun mengenai lantai. Dan yang semula dua orang tersebut mengenakan pakaian kini sudah menanggalkan pakaiannya. Kecapan demi kecapan terdengar di seluruh penjuru kamar. Suara kulit basah saling bersentuhan, membuat suasana malam itu semakin panas. Hentakan demi hentakan membuat bibir tipis itu melenguh nikmat saat merakan sakit dan nikmat diwaktu yang bersamaan.

  Pusat tubuhnya teramat sakit kala benda keras itu sudah memenuhinya. Erangan nikmat tercipta dari keduanya dan keluar begitu saja. Bahkan tangannya tidak tinggal diam, meremas dua gundukan kenyal yang menungging indah ingin dijamah. Bibirnya pun beradu dengan bibir tipis milik wanita itu.

  "Kau tidak apa-apa?" Tanya Jimin disela sela aktivitasnya.

  "Aku takut kau menyakiti Park, Jim." Ujar Jungyeon seraya menahan sakit pada pusat tubuhnya.

  "Baiklah, kita ganti posisi. Miringkan badanmu." Jawab Jimin seraya mengeluarkannya dari dalam.

  Dengan susah payah, Jungyeon memiringkan badannya. Lantas Jimin menyangga perut Jungyon menggunakan bantal. Setelah itu ia meneruskan aktivitasnya. Ditatapnya Jungyeon yang menggigit bibir bawahnya. Ia tersenyum seduktif kala tubuh wanita itu mendapatkan orgasmenya yang entah keberapa.

  "Jimh-akuh-inginh-keluar." Jungyeon mengutuk mulutnya yang kelewat mendesah. Jimin tersenyum miring.

  "Bersama, Yeon." Jimin menengadahkan kepalanya.

  Desahan panjang tercipta kala keduanya sudah berada di puncak kenikmatan. Jimin ambruk disisi Jungyeon, ia mengangkat tangan dan meletakkan di pinggang ramping wanita hamil itu. Berkali-kali mengecup pelipisnya dan mengucapkan terima kasih.

  Pagi sudah terlihat, matahari sudah menyinsingkan sinarnya agar masuk melalui celah korden berwarna putih tulang itu. Matanya mengerjap pelan, melirik beban yang berada diatas pinggangnya. Memeluk posesif, seolah enggan meninggalkan tempat itu.

  Diusapnya tangan pendek dengan banyak urat di atas punggung tangan. Pria itu masih saja menggunakan cincinya. Cincin pernikahan sejak 5 tahun lalu sampai sekarang masih tersemat indah di jari manis Jimin. Jungyeon mengusap cincin itu, bahkan ia sendiripun sudah melepaskan cincin itu sejak Jimin mengatakan akan menceraikannya. Dapat dirasakannya, punggung polosnya menyentuh dada bidang Jimin. Pria itu bahkan meletakkan dagu diatas bahunya.

  "Kau sudah bangun?" Ujarnya dengan suara serak khas bangun tidur.

  Dapat dirasakan, Jungyeon menganggukkan kepala. Tangan Jimin yang semula dibawah telapak tangan Jungyeon, kini menggenggam posesif tangan wanita itu. Sesekali menggigit telinganya, membuatnya harus susah payah menahan desahannya agar tidak keluar.

   "Masih pagi Jim." Keluh Jungyeon.

  "Aku tahu, Yeon." Ujarnya menggesekkan hidup pada ceruk leher wanita itu. "Kau tidak kekantor?" Tanya Jungyeon melirik Jimin.

  "Iya, aku kekantor setelah bertemu dengan Jungkook." Jawab Jimin masih mempertahankan posisinya. "Kau masih menyimpan pakaianku?" Jungyeon menganggukkan kepala. "Masih ada di almari. Ya sudah mandilah, aku akan memasak." Belum sempat Jungyeon beranjak, Jimin sudah lebih dulu mengangkat tubuh Jungyeon bersamaan dengan selimut tebal itu.

  "Ya! JIMIN! LEPASKAN!" pekik Jungyeon yang kesal. "kurasa mandi bersama tidaklah buruk." Ucapnya tersenyum jahil.

Jungyeon membulatkan mata terkejut. Ia meronta, namun apalah daya ia terbungkus dengan selimut. Dengan cekatan Jimin berjalan menuju kamar mandi yang berada didalam kamar Jungyeon.

  "Jim, kau sudah membawa bekalmu?" Tanya Jungyeon yang susah payah berjalan saat ingin mengambil mangkok. "Butuh bantuan, Yeon?" Jungyeon langsung memicingkan mata saat Jimin membuka suara. Seketika Jimin langsung diam.

BRIGHT || PARK JIMIN (Belum REVISI) || NC-21(Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang