Bagian 2

80 14 0
                                    

"Pagi, Yah..." sapa Vanya berjalan menghampiri Putra.

"Makan dulu, Van!" ajak Putra dan menyodorkan segelas susu hangat untuknya.

"Makasih, Yah. Maaf ya, Vanya kesiangan bangunnya." Vanya merasa bersalah, karena Ayahnya bangun lebih awal darinya.

"Iya, gak apa-apa. Oh, ya, Van. Kenapa kemarin kamu langsung pergi gitu aja, gak nungguin Ayah?"

Mendengar perkataan Ayahnya, Vanya tampak kaget sekaligus bingung. Bagaimana dia harus menjawab pertanyaan itu. Memikirkan bahkan mengingatnya saja Vanya sudah merasa ingin meledak saat ini juga. Pemuda itu gila, benar benar-benar menyebalkan, gumam Vanya dalam benaknya.

"Kau puteri bawahan Ayahku, kan? Zefinka Vanya Syahreza? tanya Vano yang kini menatap tajam padanya. Matanya mengamati penampilan Vanya dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Biasa saja."

Ucapan Vano seperti bilah pisah yang menusuh dadanya. Menyakitkan. Tapi Vanya sadar dengan apa yang diucapkan pemuda itu tidak salah. Memang benar penampilan Vanya hanya biasa saja. Gadis itu hanya menggunakan celana jeans panjang dipadukan Jersey Sweater kuning dengan bahu terbuka, di tambah flat shoes berwarna putih.

Vanya memejamkan matanya sejenak lalu membukanya kembali. Dia tidak ingin menguras emosinya dengan hal yang tidak berguna. Dia tidak ingin masalah ini menjadi bumerang bagi ayah dan dirinya. Dia harus mengumpulkan banyak kesabaran dengan pemuda di hadapannya ini. Zivano Yudha Pratama.

Vanya membuka matanya perlahan, menghirup udara sebanyak-banyaknya lalu tersenyum lebar pada Vano. "Aku tahu itu. Oh,ya. Kau suka baca buku sejarah ternyata."

Vano menatap tajam Vanya kemudian kedua sudut bibirnya terangkat. "Tentu saja, itu sangat menarik, bukan."

Vanya mengangguk menjawabnya. Matanya meneliti isi ruangan itu, dia tidak ingin bertatapan dengan Vano. Entah mengapa tatapan Vano membuatnya risih.

"Kau tidak ingin bermain denganku?" tanya Vano.

Dengan cepat Vanya menatap Vano, "Bermain denganmu? Apa maksudmu?"

Vano melempar bukunya sembarang lalu tersenyum melihat sikap Vanya yang terkejut. "Tentu saja begini..." bisiknya.

Tanpa aba-aba, Vano mendorong Vanya ke dinding. Menghimpit gadis itu hingga ia terkunci penuh dalam kungkungan Vano. Pemuda itu mendekatkan wajahnya ke leher Vanya, mendengus menghirup aroma gadis itu.

"Hei, Apa-" Vanya terkejut dengan perlakuan Vano yang mencium singkat lehernya.

Vano tersenyum sinis lalu mencium leher Vanya dengan perlahan. Gadis itu berontak melepaskan diri dari Vano. Dia merasa jijik dengan perlakuan pemuda itu.

"Lepas!" pekik Vanya yang semakin gencar menhindari ciuman-ciuman kecil Vano. "Aku mohon hentikan, Vano!"

"Kau kenapa?" tanya Vano heran sekaligus kesal. Matanya menatap tajam gadis itu. "Bukankah kau suka?"

Vanya menggeleng dan jantungnya berdebar kencang. Dia tak menyangka anak bos sekaligus teman ayahnya ini benar-benar sinting. Vanya terus meronta namun cengkraman Vano semakin erat di tangannya membuat gadis itu meringis kesakitan. Hingga akhirnya Vano mencium Vanya dengan kasar, membuat gadis itu terdiam. Vanya yang terkejut dengan perlakuan Vano sontak membuat gadis itu tak ambil pusing dengan langsung menendang aset lelaki itu dengan kuat.

Vano menggerang kesakitan. Aset pribadi miliknya berdenyut sakit karena tendangan Vanya. "KAU-"

Belum sempat Vano menyelesaikan perkataannya, Vanya langsung menampar wajah Vano. Napasnya berburu akibat ciuman yang diberikan lelaki itu padanya.

"Menjijikan!" umpat Vanya, tangannya sibuk membersihkan bibirnya dari bekas ciuman Vano.

Vano terkejut mendengarnya, sambil menahan sakit pada asetnya sekarang pipinya terasa panas akibat tamparan keras tangan Vanya. Dia menatap tajam pada gadis itu. "Kenapa melawan? Kau ke sini memang bertujuan ingin menjadi pacar anak orang kaya, kan?"

"Apa maksudmu?" tanya Vanya bingung.

Vano tersenyum sinis sambil berjalan menghampiri Vanya kembali. "Tenang saja, pasti akan kuberi uang. asal kau... membuatku senang."

"Berengsek, kau!" pekik Vanya mendorong Vano sekuat tenaga hingga lelaki itu terjatuh. Matanya memerah menahan tangis. "Uuukh... Kau-- Aku membencimu. Kau terlalu brengsek. Jangan sama aku dengan gadis-gadis yang selalu menuruti keinginanmu. Asal kau tahu, kau pria brengsek yang telah mencuri ciuman pertamaku. Aku menmbencimu."

Setelah itu Vanya berlari meninggalkan rumah Vano. Berlari sejauh mungkin, hingga tak melihat wajah lelaki itu lagi. Bahkan dia lupa dengan ayahnya yang masih berada di sana. Yang diinginkan Vanya saat ini hanya ketenangan. Dia butuh ruang untuk sendiri.

"Vanya apa kau mendengar Ayah atau tidak?" tanya Putra.

Melihat tidak ada reaksi yang ditunjukkan Vanya atas pertanyaannya, Putra menyerngit bingung dengan sikap anaknya itu. Dia bmengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Vanya.

"VANYA," panggil Putra seengah berteriak. Sungguh dia sangat heran dengan sikap puteri semata wayangnya saat ini. Gadis itu tidak biasanya seperti ini, apalagi setelah kunjungan ke rumah Demian dan pergi begitu saja tanpa pamit pada mereka.

Vanya baru tersadar dari lamunnnya kerena mencoba berpikir dan mencari jawaban yang cocok agar ayahnya tak menaruh curiga padanya. Dia tidak ingin membuat ayahnya khawatir padanya. Dia tidak ingin itu terjadi.

"Ah... itu... Aku, aku kemarin dapat telepon, telepon dari... dari rumah sakit. Ya, dari rumah sakit. Mereka bilang kalau Reina kecelakaan, yah. Ya, Reina kecelekaan. Karena aku panik, makanya langsung pergi gak sempat pamitan," ujar Vanya berbohong. Dalam hatinya dia meminta maaf harus berbohong dan mengatakan bahwa Reina mengalami kecelakaan.

"Oh, ayah kira ada apa. Semoga temanmu cepat sembuh, ya," kata Putra simpati.

Vanya menghela napas leganya. Setidaknya dia mereasa lega karena Ayahnya percaya dengan apa yang dia katakan. Bukannya dai ingin belajar berbohong. Hanya saja dia tidak ingin membuat ayahnya mendapat masalah karena masalah yang itdak penting ini. Mengingat kejadian kemarin membuat Vanya kehilangan mood dan nafsu makannya sekarang.

"Iya, nanti Vanya sampaikan. Kalau begitu Vanya berangkat ke sekolah dulu. Dah, Ayah," ujar Vanya berpamitan seraya mencium pipi kanan Putra.


NAUGHTY PRINCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang