Aku bukan anak haram.
Aku hanya tidak tahu siapa orangtua kandungku.🍁
"Mainan lo direbut tuh sama si Ghena."
Theo mengangkat bahunya acuh. "Gue emang gak suka mainan gue di pake orang lain, tapi buat kali ini gue menikmati permainan si Ghena."
Cavan menyeruput es teh nya setelah mengangguk mengerti. "kenapa sih lo suka banget ngusik si cupu?"
Theo menyeringai setan. "Gue suka liat dia ketakutan."
Cavan mengangguk lagi. Mata coklat terang itu menatap seseorang yang duduk berhadapan dengannya.
"Si Ezra kapan masuk lagi Rav?"
Laki laki yang awalnya menikmati makanannya, mengangkat wajahnya saat Cavan memanggilnya. Raut wajah datar dengan tatapan dingin itu menyorot Cavan, membuat Cavan merasa terintimidasi dengan tatapan itu walau nyatanya itu hanya tatapan biasa yang memang selalu di tunjukan kepada siapapun. Aarav Lemuel.
"Hari ini."
"Kok dia enggak ada di sini?"
Aarav yang sedang melanjutkan makannya kembali terhenti, "Jalan."
Jawaban kelewat datar itu membuat Cavan Jaxton mendelik kesal ke arah Theo. "Sahabat lo kelewat datar Bro."
"He is my cousin. You know?!"
Cavan mengangguk. Namun tiba tiba Cavan merangkul pundak Theo erat, mendekatkan wajahnya ke telinga Theo.
"Emang sepupu lo enggak punya ekpresi lain gitu, selain datar." tanyanya pelan, sangat pelan.
Theo tersenyum samar. "Ada." jawabnya sambil menyingkirkan tangan Cavan kasar.
"Waktu ngapain." tanyanya semakin penasaran.
"Tidur."
Cavan yang awalnya menampilkan raut sumringah berubah menjadi datar. "Sial."
🍁
Memiliki otak yang cerdas tidak serta merta membuatmu dihargai. Menjadi kebanggan sekolah tidak pula juga membuatmu di segani. Nyatanya memiliki kepintaran saja tidak cukup, kepintaran tanpa kecantikan dan materi nyatanya tetap dianggap sampah di sekolah bergengsi ini. AX High School.
Arvaluna hanyalah gadis beasiswa, salah satu orang beruntung yang memiliki kepintaran di atas rata rata. Gadis berkepang dua dengan kaca mata tebal di wajahnya. Arvaluna bukan dari kalangan atas, bukan hanya menjadi alasan kenapa dia menjadi target bully-an.
Namun karena kehadirannya, yang entah lahir dari rahim siapa.
"Coba teriak yang keras!!"
Ghena tersenyum lebar, melihat Arvaluna berdiri di tengah tengah lapangan dengan satu kaki terangkat dan dua tangannya memagang kuping. Apalagi saat matanya menangkap baju seragam Aluna yang terdapat tulisan 'AKU ANAK HARAM' yang dibuatnya dengan spidol hitam. Ghena bangga dengan hasil mahakarya-nya.
Arvaluna berusaha keras menahan air matanya. Terlebih hampir satu sekolah menatapnya hina, ada yang mencibir dan ada pula yang memaki.
"Coba teriak Arvaluna, atau lo mau gue tambahan hukuman-nya?!" hardik Ghena yang mulai geram, dengan Aluna yang nampak terdiam kaku.
"A-ku mo-hon Ghe, maafin aku."
"Cepet teriak yang keras jangan banyak omong lo!!" cerca Clarisa yang ikut mulai kesal di tempatnya.
Mata Aluna mulai berkaca kaca di balik kaca tebal yang di pakainnya, bibirnya bergetar. "Aku mohon Ghe,"
byur.
Clarisa menyiram Aluna dengan air kotor yang entah kapan di bawanya. "CEPETAN JANGAN BANYAK OMONG ANJING!!"
Tubuh Aluna bergetar hebat, bahkan saat penciumannya mulai mencium bau tak sedap di tubuhnya, yang Aluna pikirkan hanya Bagaimana supaya Ghena mau memaafkannya. "Ghe—"
"LO MAU NGEBANTAH GUE!!"
Aluna menggeleng kuat.
"Sekarang teriak yang keras, sambil bilang aku anak haram!!"
"Ghe—"
"TERIAK ATAU GUE TENDANG LO DARI SEKOLAH INI!!!"
"A-ku a-nak ha-ram." kata Aluna terbata bata.
Ghena menjambak rambut Aluna keras, sampai sang empu menatap tepat mata Ghena yang berkilat tajam dengan wajah dingin yang terlihat mulai geram.
"GUE BILANG TERIAK YANG KERAS!!!"
Ghena mendekatkan wajahnya ke depan telinga Aluna. "Teriak atau gue bilang ke papa kalau anak kebanggannya itu pecundang, sering bolos les dan ngacauin nama baik Papa." bisiknya penuh ancaman. "Lo tahu-kan Papa akan lebih percaya sama siapa?"
Aluna menggigit bibirnya kuat, bahkan sampai mengeluarkan darah.
"teriak yang keras!"
"a-ku—"
"GUE BILANG TERIAK YANG KERAS!!!"
"AKU ANAK HARAM!!!"
Ghena tersenyum penuh kemenangan. Tangan kanannya meremas pundak Aluna kuat.
"Coba bilang sekali lagi gue enggak denger!"
Aluna tidak mampu lagi menahan airmatanya. "Aku anak haram!!!"
"Apa?!"
Aluna menatap Ghena penuh luka. "Aku anak ha-ram Ghena."
Ghena menatap sekitar dengan senyum culasnya. "KALIAN LIHAT SI ARVALUNA INI NGAKUIN DIRINYA SENDIRI ANAK HARAM!!!"
"MENURUT KALIAN PANTAS ENGGAK SIH ANAK HARAM INI SEKOLAH DI SEKOLAH KITA?!"
Semua orang sontak menggeleng. Mereka dengan serempak melempar kertas, bekas makanan bahkan batu ke arah Aluna yang kini terduduk lewat di lantai.
"HUUU ANAK HARAM GAK PANTES SEKOLAH DISINI!"
"CABUT LO ANJING NGERUSAK NAMA BAIK SEKOLAH!"
Aluna menutup kedua telinganya erat. Dengan susah payah di bangkit dan berlari meninggalkan kerumunan dengan air mata yang merebes semakin deras di matanya.
Badan Aluna meluruh di depan pohon bedar yang berada di belakang sekolah. Kedua tangan yang gemetar dia pakai untuk menutup wajahnya.
"A-ku ... A-ku bu-kan a-nak ha-ram hiks, a-ku cu-man e-nggak ta-hu si-apa o-rang tu-a kan-dungku hiks."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARVALUNA
Teen FictionKetika perkataan orang orang membuat mentalmu melemah, membuatmu untuk segera berhenti, memaksamu untuk tak kembali hidup.tetapi kehidupan tetap berkata "Bertahanlah!" Start : 27-06-2021