#20. Serius Kita Ngedate

24 2 0
                                    

Setelah menghabiskan beberapa jam duduk di Cafe Aromia, kami bercengkrama dengan serunya sambil sesekali berbagi pengalaman Damar tentang hobinya memotret, membuat film pendek lalu diunggah di kanal YouTubenya dan tentang dia yang suka bercumbu dengan alam.

Tak terasa waktu yang bergulir di sudut kota Jogja yang makin terasa panas ini digantikan oleh suasana sore yang begitu hangat.

"An, jalan yuk. Jalan kaki aja, motor kamu bawa ke penitipan sekitar sini aja"

Gue mengangguk setuju dan bergegas menyusul Damar yang kini jalan mendahului gue beberapa langkah didepan.

Kami jalan berdua, beriringan melintasi beberapa toko dan gue lihat Damar sesekali membidik kameranya untuk mengambil gambar.

"Udah lama kamu suka dunia foto grafi Dam?"

"Sejak ambil jurusan jurnalistik, di universitas swasta, gue mulai suka dan harus suka"

"Sejak kapan kita jadi manggil gue kamu?" Gue yang melirik Damar tajam dan hanya dibalas kendikan bahunya.

"Dam, bay the way kamu keren kalo pas ambil foto gitu" celetuk gue asal

Mata Damar menatap dengan tatapan jail, dan tiba-tiba Damar langsung mengambil foto gue.

"Damaaaarrrrr, ih difoto lagi jelek juga.. Damar nyebeliiin"

"Nggak An, kamu tu cantik makin sore gini"

"Ahhh Damar, bisa aja" gue memegang pipi gue yang kini mulai memanas lagi gara-gara gombalan recehnya.

Kami menikmati suasana ini dengan tertawa dan melanjutkan sesi jalan-jalan sore kami. Damar yang masih sering membidikkan kamera DSLRnya di objek tertentu yang menurut dia menarik untuk menambah jepretannya.

*
*
*

Kami memutuskan untuk singgah di beteng Vredenburg yang tak pernah sepi dari pengunjung, suasana senja yang romantis dikota gudeg, menambah kehangatan diantara kami.

Gue duduk dengan meluruskan kaki diatas bangku. Sedangkan Damar, sudah pasti sibuk berburu gambar dengan kameranya.

Dari kejauhan gue lihat Damar begitu asik menikmati setiap detil bangunan peninggalan zaman Belanda. Senyum tipis gue terkembang begitu saja kala melihat rambutnya diterbangkan angin sepoi sore hari.

Dia berjalan kearah gue, dan lagi-lagi memotret gue. Tanpa bisa gue sangkal, ada perasaan yang berbeda kali ini kala melihat Damar begitu hangat.

"Liatin apasih? Serius amat neng" sambil menyodorkan sebotol air mineral

"Liatin ada mas-mas bule ganteng noh disono, kayanya terpesona sama aku deh yang kata kamu akutu makin sore makin cakep"

"Ah nggak juga, biasa aja" Damar duduk disebelah gue dengan menyurai rambutnya kebelakang.

"Dam, aku mau tanya sesuatu sama kamu boleh?"

"Tanya aja, silahkan" dengan santai dan membenahi posisi duduknya yang kini menghadap kearah gue

"Selama kita dekat, dan baru ketemu sekali ini, kamu nggak pernah pacaran Dam? Atau naksir cewe lain gitu Dam?"

"Pernah deket sama cewek beberapa kali, pernah sampai jadian pula tapi ujung-ujungnya gue cuma dijadiin pelarian dia doang"

"Aiiihhhh Damar, kau lelaki kuat ternyata" sambil menepuk bahunya pelan, gue menanggapi dengan candaan yang aslinya dalam hati gue iba sama nasib percintaannya.

Kami terus bercengkrama, hingga tak terasa suara adzan berkumandang. Gue bergegas mencari masjid terdekat, Damar mengantar gue untuk melaksanakan kewajiban gue sebagai muslimah.

Aini RahajengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang