s a t u .

31 5 0
                                    

Gadis berkacamata yang duduk di samping Selci panik bukan main. Sedikit berbisik, ia memanggil nama Selci. Menggoyangkan lengan gadis yang sedang tertidur pulas itu.

"Sel, bangun!" desak Rea, gadis berkacamata itu.

Alih-alih terbangun, Selci justru menepis tangan Rea dengan menggoyangkan lengannya keras-keras.

"Aduh, Sel, bangun, dong!" Kali ini Rea semakin panik.

"Berisik banget, sih, lo, rengginang! Ngomong sekali lagi, gue setrika gigi lo!" bentak Selci yang merasa sangat terganggu.

"Kamu mau apain saya tadi? Coba ulang!" Suara lain datang dari balik punggung Rea. Yang seharusnya sosoknya dapat dilihat jelas oleh Selci. Tapi justru Selci tak memerhatikan sekitar.

"Eh Bu Dona, hehe." Selci menggaruk kepalanya. Membuat rambutnya semakin acak-acakan. Gelang-gelang di tangannya nampak jelas.

Bu Dona menggeleng heran. "Begadang kamu semalam? Emang kamu belajar? Kamu, kan-"

"Ya enggaklah, Bu. Mana ada saya belajar, ngaco ih ibu. IQ saya kan jenius." Selci mengibaskan rambut panjangnya yang berantakan.

"IQ tinggi untuk apa kalau sikapnya di bawah rata-rata. Anak kaya kamu gak mungkin bisa sukses!" Bu Dona naik pitam, kata kata yang tak seharusnya ia katakan, malah meluncur dari bibirnya yang masih seorang guru.

Kelas menjadi hening, menyadari bahwa sesuatu yang tidak baik sebentar lagi akan terjadi.

Selci menjilat bibirnya yang kering. Dengan senyum miring yang kurang ajar. Meja dihadapannya hampir saja roboh karena gebrakannya. "Dengar, ya, Bu. Ibu yakin saya gak sukses? Bahkan saya bisa lebih dari sekadar guru! Ibu gak usah kaya cenayang. Ibu emang pinter rumus, tapi gak bisa tau masa depan orang. Jangan sok tau!"

"Selciusia Riana! Berani-beraninya kamu menghina guru-"

"IBU YANG NGERENDAHIN SAYA DULUAN!" Wajah Selci maju, tangan kanannya menunjuk dadanya sendiri. Tangan kirinya di tahan oleh Rea yang ketakutan setengah mati. Otot lehernya menonjol ketika ia meneriakkan kalimat itu.

"Keluar kamu dari kelas saya!" Suara Bu Dona rendah tapi penuh ancaman.

"DENGAN SENANG HATI!" Sekali lagi meja digebrak sebelum Selci pergi.

Ia meninggalkan kelas dengan penampilan yang sangat jauh dari kata teladan. Dialah Selciusia Riana. Siswi jenius dengan reputasi yang berbanding terbalik dengan otaknya.

Sepatu hitam dengan tali putih itu menjadi pelampiasan Selci. Ia hentak-hentakan kakinya selagi ia berjalan. Ia menaiki tangga sekolah. Melewati lantai empat, dan sampailah ia di lantai teratas sekolah yang berfungsi menjadi atap. Yap, rooftop. Tempat yang terlarang untuk siswa. Tapi, tentu saja Selci kebal larangan.

Selci memeluk tembok pembatas yang tingginya tepat seleher gadis itu. Menikmati angin yang sedikit kencang. Seolah angin yang menerpa bisa membawa pergi rasa kesalnya.

"Ekhem!" Satu deheman berat sedikit mengganggu kesendiriannya. "Sampai kapan lo mau nyakitin hati banyak orang?"

Selci menoleh ke arah sumber suara dan tersenyum pahit. "Sampai orang berhenti nyakitin hati gue," balasnya.

"Gak semua sakit hati bisa diperbaiki dengan menyakiti hati yang lain." Lelaki yang sedang berbicara itu maju mendekati Selci.

"Dan gak semua orang bar-bar kaya gue bisa terima kalau di sakitin. Mereka pikir gue ini pantes disakitin, cuma karena gue bukan standar 'baik' bagi mereka," cerca Selci.

"Gue paham. Lo bukan orang jahat yang pantes disakitin. Tapi lo bukan orang bodoh yang bakal bertindak kaya gini," balas Lelaki itu lagi.

"Lo gak denger apa yang Bu Dona bilang, Rein-"

"Gue denger semua! Suara kalian sampai di kelas gue. Lo lupa suara lo itu menggelegar?" Fahrein, lelaki itu tertawa kecil. Mencoba mencairkan suasana.

"Yee, telinga lo aja yang kaya telinga rubah!" Selci mencubit perut Fahrein. "Nih! Rasain!"

"Aw! Sakit! Sapi bar-bar!" Fahrein memundurkan perutnya, menghindar.

Selci melepas cubitannya. "Gaenak cubit perut lo, rata!"

"Iya, dong!" Fahrein mengusap perutnya.

"Woy!" Sumber suara lain membuat keduanya menoleh.

Ternyata ada dua orang yang mengikuti mereka. Keduanya sedang mengatur nafas yang tak karuan.

"Skip kelas gak ajak-ajak!" ucap Kelvin yang berlari ke arah Selci dan Fahrein. Sementara Rea mengikutinya dari belakang.

"Ngapain, sih lo bertiga ngikutin gue! Kan cuma gue yang dapet dispensasi!" ucap Selci mengungkapkan rasa senang dengan cara uniknya. Ya, ia merasa senang karena ketiga sahabatnya datang ketika ia sedang kesal. Itu setia kawan baginya.

"Dispensasi apaan? Jantung gue hampir copot tau gak, liat sinetron secara live. Gak lagi-lagi gue liat Bu Dona marah. Mulutnya ituloh, pedes. Killer!" Rea melepas kacamatanya. Lantas ia lap perlahan, agar lensanya kembali jernih dan mengenakannya kembali.

Pipi Rea yang menggembung karena kesal, dicubiti kanan kiri dengan Kelvin dan Fahrein.

"Biasalah guru baru masih suka cari masalah." Kelvin mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya. "Tapi tadi keren lo. Suara lo bikin ngantuk gue hilang. Pertunjukan gratis. Sekali-kali ngasih Bu Dona pelajaran," puji Kelvin, ia mengangkat jempolnya memberi pujian, sementara rokoknya masih ada di sela sela jari.

"Yeee." Fahrein menoyor kepala Kelvin yang cengegesan sambil menyalakan rokoknya. "Ye, gimana pun dia guru, Bambang!"

"Santuy aja, Darman!"

"Darman nama bapak gue!"

"Bambang juga nama bapak gue!"

"Oh iya lupa."

"Gue bilangin om Bambang lo!"

"Bambang, kan bapak lo!"

"Oh, iya sekarang gue yang lupa. Bapak gue Darman, bukan?"

"Bapak lo BAMBANG!"

Dan perdebatan bodoh itu diakhiri dengan gelak tawa keempatnya.

"Komplit, deh, udah ngelawan guru, mainin nama bapak, skip kelas. Lama-lama kita diazab." Rea mengibaskan tangannya agar asap rokok Kelvin pergi menjauhi dia dan Selci.

"Biarin aja mereka diazab. Gue jangan. Gue bangga kok kalau temen gue masuk sinetron azab. Jarang, kan, rengginang bubuk bisa main film," celetuk Selci.

Dan gelak tawa kembali memecah keadaan siang itu. Sebelum bel panjang tanda istirahat terdengar.

Selci pun beranjak dari sandarannya di tembok pembatas, dan akan segera pergi dari rooftop.

"Kantin, Sel?" tanya Rea.

"BK, Re. Daripada gue buron mending gue samperin aja," jawab Selci santai.

b e r s a m b u n g . . .

[A/N]

Hy guys! I hope u enjoy. And, if u like this story, please click star button. Coment down bellow, and share! Please read, and don't just boomvote. Please T_T

Hai teman-teman! Aku harap kalian menikmati cerita ini.. Huhu.. Kalau kalian suka ceritaku please tekan tombol bintang alias vote... Komen di bawah, dan.. Share! Tolong dibaca, dong, jangan cuma di boomvote. Tuluuung T_T

Kalor [ #BJPW ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang