Location Unknown - Drarry (2)

1.1K 104 15
                                    

Ada Potterhead disini?
Ada shiper Drarry?

Awal shiper2an, aku cuma suka Dramione trus ke Chansoo. Tapi sekarang oleng ke Drarry.
Hahaha...

Harry baru saja sampai di rumahnya dan seekor burung hantu elang sudah menunggunya dengan secarik perkamen terikat di kakinya. Tidak perlu menebak siapa pemilik burung hantu itu, karena Harry sangat mengenalinya.

Cukup berhati-hati, Harry menghampirinya. Waspada jika Ginny memergokinya dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak ingin Harry jawab sekarang.

Beruntung Ginny cukup sibuk mengurus Lily sekarang.

Harry membuka perkamen yang terlipat. Membaca sebuah tulisan yang berisi pesan singkat.

London Eye.
01 PM.

Harry menghela nafasnya. Pesan ini bukan sebuah petunjuk, melainkan perintah.

Perkamen kecil itu menjadi tidak beraturan setelah Harry meremasnya menjadi bentuk gumpalan kecil. Ia memasukkan ke saku celananya. Bergumam dalam hatinya berkali-kali, untuk mensugesti pikirannya. Aku tidak akan datang.

*****


Akan sulit mencari orang yang bisa konsisten dengan ucapannya. Walaupun sudah memutuskan tidak akan menuruti perintah yang ada di pesan sebelumnya dan sudah mensugesti pikirannya, tetapi Harry tetap melangkahkan kakinya menuju tempat yang ditentukan. Berkali-kali mengutuk kakinya yang melangkah ringan, sementara pikiran dan batinnya sedang berperang.

"Aku baik-baik saja," Harry terus bergumam seraya merapatkan coat warna hitamnya. Udara di London cukup dingin sekarang.

"Sudah kuduga kau akan datang, Potter." Sambut seseorang begitu melihat kehadiran Harry di depannya.

"Apa maumu, Malfoy!" Harry berkata ketus saat bertemu dengan sang pengirim surat tempo hari.

"Kau tidak tau apa mauku?"

"Berhenti berbelit-belit. Katakan apa maumu dan urusan kita sudah selesai."

Ada seringai muncul di wajah aristokrat itu, lawan bicara Harry. "Mauku, kau. Aku tidak mau urusan kita selesai."

Harry menghela nafasnya. "Malfoy, please..." suaranya setengah memohon.

"Malfoy? Seolah jarak kita jauh sekali."

Harry mengalihkan wajahnya, menolak menatap iris kelabu itu. Matanya terpejam, seolah suatu hal yang menyakitkan datang kepadanya. "Kau juga memanggilku Potter."

"Itu karena aku merasa kesal padamu," jawab Draco kelewat tenang. "Aku melihatmu bahagia. Kau membuat keputusan tanpa melibatkanku di masa lalu. Kemudian kau melihatku seolah kau sangat membenciku."

"Malfoy, kumohon—"

"Draco. Panggil aku Draco."

Harry menghela nafasnya. "Aku sudah mempunyai keluarga sekarang. Anggap saja hubungan kita seperti semasa kita sekolah dulu. Saling membenci dan bermusuhan."

"Tidak bisa Potter! —Harry." Draco merubah panggilannya, ketika melihat delikan dari emerald Harry. "Tidak semudah yang kau bayangkan!"

"Draco, please..."

Draco menundukkan kepalanya, berusaha tidak terlihat melankolis. Mengumpulkan seluruh kesombongan keluarga Malfoy, agar bisa mengangkat kepalanya dan terlihat angkuh. Namun, Draco gagal mencobanya. Dia gagal karena seorang pria yang berdiri dihadapannya ini membuatnya lemah.

"Aku tidak bisa. Karena setiap hari aku selalu memikirkanmu dan merindukanmu."

*****

          

Flashback
Tahun terakhir di Hogwarts setelah perang.

Akibat perang melawan Pangeran Kegelapan, seluruh siswa seangkatan Harry kembali memulai pendidikannya di Hogwarts. Saat itu Draco, sang Pangeran Slytherin pada masanya juga kembali ke sekolah. Walaupun pada akhirnya dia menjadi sosok yang terkucil.

Dari pihak putih sendiri, mereka menganggap Draco masih sebagai pelahap maut, —dikuatkan dengan tanda di lengan Draco. Sementara di pihak hitam, menganggap Draco sebagai pengkhianat. Banyak keluarga dari pihak hitam harus menjalani hukuman berat di Azkaban, tetapi Keluarga Malfoy lolos dari hukumannya. Karena kesaksian Harry Potter, sang Pahlawana  Dunia Sihir mengatakan kalau Keluarga Malfoy banyak membantunya disaat akhir perang.

Harry yang memang bukan tipe pendendam, sudah memaafkan Keluarga Malfoy. Dia tanpa segan berkali-kali mengucapkan terimakasih atas bantuan Narcissa dengan memberikan informasi palsu, membuat Narcissa memeluk Harry sambil menangis dan Lucius menitikkan liquid di ujung matanya. Kemurahan hati Harry memberikan kebahagian untuk Keluarga Malfoy, setidaknya tidak ada yang mendekam di Azkaban.

Tidak sampai disitu, hubungan Potter dan Malfoy, —dalam hal ini Draco, belum berakhir. Bermula dari tongkat sihir Draco yang menurut pada "tuan" yang lain saat berperang. Draco tidak punya pilihan untuk tidak berbagi tongkat dengan Harry, karena tidak ada satupun tongkat di toko penjual tongkat sihir —baik di London atau tempat lain—, yang memilih Draco. Akibatnya, Draco harus mau berbagi tongkat dengan Harry.

Sebenarnya, Harry sudah mengembalikan tongkat Draco. Tongkatnya yang patah sudah bisa diperbaiki dengan tongkat legendaris Elder. Namun, tongkat Draco seperti bayi yang menginginkan perhatian kedua orangtuanya. Tongkat Draco hanya mau bekerja dengan baik, saat Harry dan Draco sedang bersama.

Punya permasalahan yang tidak penting ini, membuat Draco dan Harry sering menghabiskan waktu bersama. Harry tidak tega melihat wajah frustasi Draco saat tongkatnya tidak menurutinya. Mau tidak mau, Harry sering bersama Draco untuk menjalin kembali hubungan "emosional" dengan tongkatnya.

Sering bersama Draco, membuat Harry lebih banyak mengenal sosok pria berambut platina itu. Sebenarnya Draco bukan pria yang angkuh, seperti Harry kenal selama ini. Draco orang yang hangat dan setia kepada teman-temannya. Sikapnya yang angkuh dipengaruhi oleh darah bangsawan yang mengalir di tubuhnya dan aturan keluarganya yang cukup ketat.

Kebersamaan mereka juga merubah Harry. Kali pertama Draco tersenyum, dunia Harry serasa berhenti. Senyum yang dilihat bukanlah senyum sinis penuh cibiran, tetapi senyum tulus. Wajah Draco berlipat-lipat kali lebih tampan.

Ketampanan Draco diatas standar orang yang bisa bayangkan. Setidaknya itu menurut Harry. Dia meyakini jika hanya sedikit orang di muka bumi ini yang pernah melihatnya tersenyum. Terlepas juga karena guratan-guratan indah wajah Draco yang menyempurnakan bentuk wajahnya.

Dan... secara keseluruhan, Harry kembali mulai terobsesi pada Draco. Sama seperti pada tahun ke enam di Hogwarts. Harry sangat peduli dimana keberadaan Draco, apa yang sedang dilakukannya atau Draco sedang bersama siapa. Bedanya, jika di tahun keenam Harry melakukannya secara sembunyi-sembunyi, maka sekarang Harry bisa melakukannya secara terbuka. Semua orang tau, keberadaan Harry di sisi Draco, untuk melatih tongkat Draco.

Gayung bersambut. Tidak hanya Harry, Draco pun juga merasa nyaman jika bersama Harry. Permusuhan mereka sejak tahun pertama, runtuh dalam waktu yang cukup singkat.

Seringkali Harry bersama Draco menghabiskan waktu di perpustakaan, Hutan Terlarang dekat pondok Hagrid, Danau Hitam atau Menara Astronomi. Dengan dalih berlatih, sebenarnya mereka menghabiskan waktu untuk saling mengagumi.

"Ah, aku lupa waktu. Aku harus kembali ke asramaku, Dray," ujar Harry saat mereka sedang duduk santai di pinggir Danau Hitam.

Harry pun sudah memanggil Draco dengan nama depannya saja atau "Dray", menunjukkan kalau mereka cukup dekat saat ini.

"Tapi kita baru sebentar disini Harry," protes Draco.

"Maafkan aku Dray. Ginny bisa sangat marah jika aku kembali ingkar janji. Dia ingin berlatih mantra padaku."

"Ginny?" Draco mengeryitkan dahinya. Nama itu membuat dadanya membara.

"Ya, kau tau... Ginny cukup mahir dengan kutukan kepak kalelawarnya. Kau akan menyesal jika membuatnya kesal," Harry berusaha membuat lelucon, menghibur Draco.

"Oh. Aku hampir lupa jika kau memiliki kekasih."

"Dray..." Harry mengiba. Sepertinya dia merasakan apa yang menjadi kekhawatiran Draco.

"Pergilah. Bersenang-senang sana."

"Dray, aku senang saat bersamamu."

Kalimat sederhana Harry membuat sudut bibir Draco terangkat. Tapi sifat sinisnya kembali muncul. "Tapi kau lebih senang saat bersama orang lain."

Entah apa yang membuat Draco mengeluarkan kata-kata itu. Artinya cukup jelas, jika ada cemburu dibaliknya. Tapi, siapa yang percaya jika Draco cemburu pada Harry Potter?

Memangnya, hubungan apa yang mereka jalani sekarang ini?

"Dray..." Harry masih tidak tega meninggalkan Draco.

"Pergilah," Draco mengalihkan wajahnya. Mengalihkan pikirannya, jika setelah ini Harry akan bersenang-senang dengan kekasihnya.

Harry meraih tangan Draco dengan lembut. Menggenggam tangan itu dengan erat. Menarikny sedikit, agar Draco memandangnya. Agar perhatian pria tampan itu mengarah ke Harry lagi.

"Dray..." Harry menggenggam tangan Draco dan menggerakkannya ke kanan-kiri.

Hati Draco luluh. Dia tidak tega jika Harry memohon padanya. Dia menolehkan kepalanya untuk melihat iris emerald kesukaannya.

"Apa—"

Chuuup...

Sebuah kecupan mendarat di bibir Draco. Begitu manis dan lembut. Walaupun hanya sebuah kecupan singkat, tetapi mampu membuat Draco membeku.

"Tunggu aku di Menara Astronomi malam ini."

Bersambung...

ɢᴀʟᴀxʏWhere stories live. Discover now