Mengisi hari tanpa senyummu
Bibir mungil garneta sedari tadi terus mengeluarkan kalimat untuk memperjelas sesuatu. Tangan gadis itu juga ikut bergerak, seirama dengan ucapannya.
Faris yang melihat aksi garneta didepannya itu hanya mampu mengulum senyumnya. Jujur saja, waktu setahun belum mampu membuatnya melupakan garneta.
Ia sangat mengerti jika saat ini garneta masih mencintai cowok itu. Faris tak akan memaksa, ia akan mencoba secara perlahan. Setidaknya hingga garneta mau membuka hati untuknya.
"Kalau perpustakaan dimana net?."
Garneta mengatupkan mulutnya sejenak, gadis itu cukup lelah sedari tadi terus menjelaskan bagian-bagian sekolahnya kepada faris.
Garneta menghela nafasnya sejenak, lalu menatap kearah koridor kosong didepannya. "Dari sini lo lurus aja, tr-"
"Trus?." faris menatap garneta dengan kening yang berkerut.
Bingung dengan sikap garneta, cowok itu mencoba mencari apa yang ditatap garneta. Faris berdecak kesal, disana ada alvin bersama gadis lain.
"Net?."
Tepukan dibahunya membuat garneta menoleh, dengan segera gadis itu melemparkan senyumannya pada faris.
"Yuk," ajak garneta, dibalas anggukan kepala oleh garneta.
Kedua pasangan itu berselisih, tatapan garneta hanya lurus kedepan. Ia tak mau menatap apa yang nantinya akan semakin membuat hatinya sakit.
Bodoh memang, mengapa ia masih belum bisa melupakan cowok itu. Padahal, secara terang-terangan alvin sudah menemukan penggantinya. Lantas, mengapa ia belum bisa?.
Semakin ia menjauhi cowok itu, hatinya malah semakin tersiksa. Rindu itu terus menghantam tembok pertahanan garneta yang ia bangun dengan susah payah.
Faris yang menatap raut wajah sendu dari garneta hanya mampu menghela nafasnya panjang. Siapa yang tak tersiksa menatap hal sedemikian. Sama saja rasanya ia mengingat masa lalu dimana garneta mengkhianatinya.
Seharusnya faris membenci gadis itu, atau bahkan tak akan seakrab ini dengan garneta. Namun, logikanya tak sejalan dengan perasaannya. Faris ingin selalu dekat dengan gadis itu.
Tentu saja kenekatannya itu akan terus mendapat fakta kesakitan seperti ini. Dimana garneta yang secara terang-terangan menunjukkan kesedihannya dikala melihat alvin bersama gadis lain.
"Nah, udah sampai." tutur garneta dengan sebuah senyum, yang faris yakini merupakan sebuah senyuman terpaksa.
"Belum, gue belum sampai kehati lo."
■■■
Langkah garneta terlihat gontai, bahkan kelesuan itu terlihat nyata meski dilihat dari kejauhan pun. Sungguh, bibirnya sangat sulit untuk tersenyum."Garneta!."
Garneta menghentikan langkahnya, gadis itu berbalik. Kerutan dalam didahi garneta tercetak jelas dikala melihat seorang gadis berlari kearahnya.
Gadis yang selalu bersama alvin, gadis yang menjadi penyebab kehancuran hubungannya dengan alvin. Garneta hanya memasang wajah datarnya dikala gadis itu berdiri didepannya.
"Kenalin, nama gue vania." gadis itu mengulurkan tangannya kearah garneta.
Garneta menerima uluran tangan dari gadis didepannya itu. "Garneta."
"Sepupu alvin."lanjut vania.
Garneta membelalakkan matanya, menatap tak percaya kearah vania. Apa ia tak salah dengar, atau hanya halu sejenak?.
"Bener net. Gue sepupunya alvin. Gue mau jelasin semuanya!."
"J-jelasin apa sih."
"Semua awal permasalahannya."tutur vania.
Vania menghela nafasnya panjang, menatap netra mata garneta dalam. "Dulu, saat lo mergokin gue sama alvin ditaman, padahal lo tengah berduka. Disana, posisi alvin saat itu lagi curhat sama gue."
"Cu-curhat?."
"Ada hal yang membuat alvin gak bisa nemenin lo waktu nyokap lo mau dikebumikan net."
"Dan gue gak berhak nyeritain itu semua. Lo harus tanya alvin." lanjut vania.
Vania hendak berbalik, namun ia kembali menatap garneta. "Soal dia bilang cuma penasaran sama lo. Dia bohong net. Lo gak tau kan, secinta apa si alvin sama lo."
"Dia bahkan hampir gila cuma karena masalah ini. Dia butuh lo."
***
Mohon
Vote
Dan
Comment:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Mantan[Complete]
Teen FictionApa yang kalian fikirkan jika mendengar kata "mantan?". Enam huruf itu memang sudah menjadi topik umum dalam kehidupan. Lalu, mungkinkah mereka yang sudah berpisah dapat kembali bersama.