"Ah, Shit" ucap Arabella Hanum Jenarda, yang sedang memainkan pulpennya. Daritadi ia memikirkan masalah di hubungan dengan Arlando Afnan Putra-pasangannya.
Ia bahkan tidak mendengarkan penjelasan guru didepannya. Padahal mereka sedang membahas soal ulangan harian. Buku catatannya saja sudah penuh dengan coretan tidak jelas.
Alexis Grazella-teman sebangkunya sekaligus sahabat dekat Bella, mengulum senyum melihat kegelisahan sahabatnya itu. Untung saja guru didepannya tidak mempergoki tingkah Bella.
"Makanya, kamu jangan gengsi buat dengerin penjelasan Arlan, kemarin" kata Zella. Kemudian, ia terkekeh.
"Maksud kamu?" Bella mengerutkan kening. "Siapa yang gengsi?"
Zella tersenyum sambil mengangkat bahu.
"Apasi, kamu aneh"
"Coba saja kemarin kamu tidak gengsi, pasti sekarang kalian akan baik-baik saja" ucap Zella sambil memperhatikan guru yang sedang menjelaskan. "Kamu juga tidak akan gelisah seperti sekarang"
"Dengar, aku tidak memikirkan itu" kata Bella sambil memukul lengan Zella menggunakan pulpennya. "Lagipula, aku bukan gengsi. Aku hanya ingin melihat usaha dia, Zella"
Zella hanya menangkat bahunya. "Datangi saja"
"Siapa?"
Zella hanya tersenyum.
"Arlan maksudmu? Tidak akan! Aku tidak akan datangi dia. Sakit hatiku belum sembuh"
"Terserah kamu"
Jam sudah menunjukkan pukul 13.45, semua siswa sudah berhamburan keluar kelas. Buru-buru ingin pulang kerumah, tapi tidak dengan seorang siswi yang meminum pesanannya dengan malas ini. Ia sama sekali tidak berminat untuk pulang kerumah. Matanya juga tidak pernah lepas dari layar handphone, sambil berharap si pasangan meminta bertemu dengannya. Namun, sepertinya itu tidak akan terjadi sekarang.
Sambil menghembus nafas panjang. Matanya menatap tajam kearah lapangan utama, dimana banyak anak yang berlatih futsal. Tapi, matanya tidak mendapati objek yang sedang dicarinya.
"Sedang mencariku, hm?"
Bella menoleh kearah suara tadi. Dan, benar saja. Orang itu ialah objek yang sedang dicarinya daritadi. Elvano Rizky Adlan.
"Kamu tidak latihan futsal?" tanya Bella saat orang tersebut sudah duduk disampingnya.
Ia mengambil minuman Bella, dan meminumnya. Lalu menjawab "Malas"
"Masih belum akur?" tanya Vano.
"Apa?"
"Arlan. Kalian masih belum akur?"
Bella menggeleng.
"Bukannya sudah kukatakan kemarin? Lebih baik kamu putuskan saja dia"
"Tapi, aku menyayanginya, Vano"
"Bagaimana dengan dia?"
"Entahlah. Sepertinya iya. Dia juga menyayangiku"
"Sepertinya" Lalu Vano diam. Matanya melihat kearah lapangan utama. "Masalah kalian apasih?"
"Tidak penting"
Elvano kembali diam. Matanya sibuk menatap wajah Bella dari samping. Lalu ia memukul meja pelan. Bella yang disampingnya pun terkejut.
"Ada apa?" tanya Bella dengan nada kesal.
"Sejak kapan Arlan dekat dengan Tasya?"
"Tasya? Natasya maksudmu?"
"Iya-mungkin"
"Kenapa?"
"Kemarin, aku sudah dua kali melihat mereka- jalan bersama. Sejak kapan mereka jadi teman?" tanya Vano. Tapi Bella malah mengerutkan kening. "Ah maksudku, sejak kapan mereka menjadi dekat seperti itu? Bukankah kelas mereka berbeda?" lanjut Vano.
"Vano. Kelas mereka bersampingan. Itu wajar. Lagipula aku sudah sering melihat mereka berduaan"
"Huh? Atau- Masalah kalian karena Tasya? Kalian ribut karena itu kan?"
Bella hanya diam. Dia lebih memilih menghabiskan minuman miliknya.
"Ah-Jadi benar" gumam Vano.
"Temani aku jalan, mau?"
"Huh?"
"Makan-atau pergi kemana saja. Aku malas pulang. Dirumah tidak ada orang. Membosankan"
"Terserah" jawab Bella tidak minat.
"Semangat dong. Ayo"
Bella hanya mengangguk dan berjalan dengan malas disamping Vano.
Vano dengan Bella sudah berteman sejak awal masuk sekolah. Bahkan mereka juga sudah bersahabat. Semua siswa tahu itu.
♕✿♕
Bella menjatuhkan tubuh ketempat tidurnya. Ia sangat lelah setelah setengah hari ini dihabiskan bersama Vano. Jam juga sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
Sambil menatap langit-langit kamar, ia terkekeh kecil. Mengingat usaha Vano untuk membangkitkan moodnya kembali.
Ia merogoh tas, untuk mengambil handphone-nya dan menekan nomor Vano.
Tut.. Tut..
"Hello? What happen, Bel?"
"Kamu sudah sampai rumah?"
"Iya, barusan, why? "
"Kok cepat?"
"Kamu lupa, aku kan Pembalap" vano tertawa. "Kenapa? Kamu sudah rindu denganku?" lanjutnya, kemudian tertawa lagi.
Bella pun tertawa. "Apasih. Tidak jelas kamu"
"Sudah malam. Lebih baik kamu tidur"
"Iya. See you"
Bella pun mematikan telepon dan memejamkan matanya.
-to be continued-
01 Februari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Ingin Pisah Lagi
Romance❝ I hate you. I hate because I couldn't stop love you. Although, you've hurt me! ❞