"Smantha, Keluarlah." Pesan terkirim.
Weekend kali ini aku ingin menghabiskan waktu bersama wanitaku di pantai. Aku menjemput Smantha di rumahnya karena dia sudah tidak bermalam di rumah ku lagi. Rindu rumah, katanya.
Aku menunggu nya di luar. Aku menyandarkan tubuh di pintu mobil kuning ku sambil memutar-mutar gantungan kunci mobil yang ku pasang di jari telunjukku.
Cuaca begitu dingin. Angin sepoi-sepoi membuatku menyibakkan rambut panjangku yang terurai berkali-kali.
"Let's goooo!!"
Akhirnya, keluar juga setelah mungkin hampir sepuluh tahun aku berdiri di luar.
"Umch!"
Kecupan pagi yang manis darinya di bibirku adalah sarapan favorit ku. Apalagi dia memakai baju seksi hari ini. Baju? Apa itu baju? Bukan. Hanya bra dan hotpants biru. Tubuhnya yang ramping dan perut ratanya membuat dia semakin menarik.
-
-
-
Sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya dia berceloteh tentang kegiatan nya selama tidak bersama ku sambil mengunyah kripik singkong kemasan yang dibawanya dari rumah. Dan aku, hanya seperti sopir dan pendengarnya."Hahahahahhahahaha"
Tawanya yang lepas membuat ku menggelengkan kepala terheran. Iya. Dia menceritakan tentang seorang lelaki yang mendekatinya lalu dia tolak dengan mengatakan bahwa wanita lebih seksi baginya. Dan lelaki itu pasti terkejut jika memahami bahwa gadis secantik Smantha adalah lesbian.
"Aaa.."
Aku membuka mulut mengharapakan kripik singkong.
Dia menoleh. Sepertinya paham. Dia mengambil satu biji dari bungkus dan mengarahkannya di mulutku.
Hey! Di justru memasukkan kripik itu di mulutnya.
Aku menolehnya penuh harap sembari tersenyum.
"Ehm.."
Oh, dia mau menyuapi ku dengan mulutnya. Baiklah.
Aku mengambil kripik itu dari mulutnya dengan mulutku. Lalu dia tertawa bahagia. Aku hanya tersenyum lebar menganggapinya.
Setelahe beberapa jam perjalanan, Smantha terlihat lelah. Dia menyandarkan kepala di pintu mobil hingga terlelap. Sebenarnya aku juga lelah, tapi bagaimana? Aku menyetir.
'ddrrtt.. drrttt...'
Aku menoleh ponselku yang bergetar.
Nomor baru? Siapa?
"Halo?"
"Ve, right?"
"Siapa?"
Panggilan tak dikenal ini menggangu konsentrasi menyetir ku.
"Julian. Ingat? Yang minggu lalu bertemu di tempat parkir kantor"
Julian?? Julian itu? Tau nomor ku?
"Bisa nanti saja kita lanjut. Aku menyetir..."
"Wait wait! Kau di mana?
Julian membuatku tidak jadi mematikan ponsel.
"Aku sedang liburan, menuju pantai."
"Di mana?"
Ah, dia membuatku ku ribet saja. Akhirnya, aku memutuskan untuk membagikan lokasiku padanya.
"Matikan. Nanti aku kirim lokasi. Bye."
Panggilan kami terputus. Aku menyimpan nomornya dan mengirimkan lokasiku.
Entah, aku merasa tidak bisa menolak Julian. Aku bukan jatuh cinta, hanya saja dia seksi. Apa salahnya?
Semoga Smantha tidak marah. Ah, lagi pula apa mungkin Julian akan datang menyusul.
-
-
-
-
-
Perjalanannya cukup lama. Tujuh jam. Bayangkan saja. Selama itu aku yang menyetir. Dan Smantha hanya menemaniku selama 4 jam di awal. 3 jam terkahir aku hanya bernyanyi agar tidak mengantuk."Babe! Bangun" Aku menepuk-nepuk pahanya lembut.
Akhirnya Smantha sadar. Dia membuka sebelah matanya sambil menoleh sekitar. "Gelap?"
"Kita sudah sampai"
Memang gelap. Hari sudah hampir petang. Sebentar lagi matahari tenggelam. Waktunya pas untuk menikmati sunset berdua.
"Ayo."
Aku turun dari mobil, begitu juga dengan Smantha.
Smantha berlari seperti anak kecil ketika melihat hamparan laut yang luas dari tepi pantai.
"Sunset!"
Smantha kembali untuk menarik tanganku dan membuatku berlari. Manja tapi manis.
Aku mengiyakan kemauannya dan ikut lari bersamanya.
Dia berhenti. Mungkin lelah. Dia menatap ku dan menarik pinggangku. "Thanks." Dia tersenyum.
Aku membalas senyumannya. "And thanks."
Kami terkekeh pelan lalu saling menatap. Dia menyelipkan tangannya di leherku.
Umch! Ulmhh~~
Kami saling melumat lagi. Di bawah sunset yang indah, di tepi pantai yang luas dengan diiringi suara ombak yang pecah.
Smantha, apa aku juga mencintaimu?
Setelag berciuman beberapa saat, kami pun mengeluarkan perlengkapan camp dari tas. Aku menggelar tikar diatas pasir, Dan Smantha mengeluarkan berbagai macam cemilan dari tas ajaibnya. Tas ajaib yang berisi berbagai macam makanan tiada habisnya.
Kami berdua merebahkan diri diatas pasir dengan beralaskan tikar. Menikmati malam yang panjang di tepi pantai yang sunyi.
"Apa kau menyukai ini?"
Samantha meletakkan kepalanya di atas lenganku dengan sangat manja.
Aku mendekap tubuhnya yang berbalut kain tipis sebagai penghangat. "Tentu."
"Tidurlah. Besok kita akan menyusuri lautan dengan speed boat." Lanjutku.
Dia mengangguk. Aku mengusap-usap lembut rambutnya sampai dia terlelap diatas lenganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'LL TOUCH HER, BUT I NEED HIS TOUCH
RomanceStory of LGBTQ+ 21++🚫 Bukan serakah, tapi aku tidak bisa berpura-pura. Mereka terlalu menggoda. Dan aku tidak bisa memilih diantara keduanya. Mungkin ada hati yang tersakiti. Tapi sungguh, aku tidak bisa menahan diri.