Catatan 1: Paradoks Lima

3 0 0
                                    

Namaku Andra. Aku akan bercerita tentang pengalaman terhororku, yang mungkin tidak akan pernah kalian dengarkan lagi seumur hidup kalian. Aku saja yang mengalaminya sendiri pun hampir kehilangan kewarasan. Bagi kalian yang membaca ini, kalian sudah aku peringatkan.

Dua tahun yang lalu, tepatnya saat aku masih SMP kelas VIII, aku mengalami terror yang begitu aneh. Aku bahkan tidak pernah tahu bahwa ada terror semacam itu. Doppelganger, itulah sebutan baginya.

Kalian bisa menyebutnya "Evil Twin", sebuah pertanda buruk bagi siapapun yang pernah bertemu dengan "kembarannya" sendiri. Kedatangannya hanya sebentar, untuk membawakan berita kematian atau nasib buruk bagi yang dia temui.

Aku harus jujur pada kalian, bahwa aku tidak pernah percaya pada hal mistis seperti itu. Aku juga selalu membantah pendapat temanku bahwa kembaran jahat itu memang ada di dunia ini. Hingga pada akhirnya, aku menyesali keputusanku itu.

Ketika aku berselancar di internet, aku menemukan sebauh ritual yang unik, tentang bagaimana cara melihat atau memanggil Doppelganger. Di sana tertulis, aku harus menyiapkan tujuh helai rambut di kepala dan tujuh potongan kuku kaki dan tanganku sendiri.

Semuanya lalu disiram secara bersamaan dengan perasan jeruk purut dan air rendaman kenanga. Kemudian benda itu diletakkan dalam kain putih dan dikubur di halaman atau taman rumah. Ritual ini harus dilakukan pada malam bulan purnama. Setelah selesai, dalam waktu tiga hari kedepan, kau akan bertemu dengannya.

Ritual ini cukup mudah, jadi aku akan melakukannya malam besok, tepatnya pada malam Jum'at bulan purnama satu-satunya di bulan ini. Akan kubuktikan bahwa Doppelganger itu hanya mitos semata, yang tidak akan pernah terjadi di muka bumi ini!

XXX

Aku merasakan ada sesuatu yang aneh terjadi pada diriku hari ini. Seperti pagi tadi, tiba-tiba saja aku hampir terserempet mobil saat hendak membeli jeruk purut. Untungnya, aku masih bisa menghindar. Tidak hanya sampai di sana, aku juga sempat terpeleset dan jatuh ke tanah saat hendak keluar pasar.

Ah, sudahlah. Mungkin saja, aku agak kurang beruntung saat ini. Namun, karena bahan sudah kusiapkan, aku langsung saja memulai ritual itu. Untuk menguburkannya, akan aku lakukan nanti malam. Ini masih jam 12 siang. Aku memutuskan untuk jalan-jalan keluar rumah.

Hari itu adalah hari yang panas dan matahari begitu teriknya. Aku berjalan perlahan menyusuri pinggir jalanan yang ramai di depan rumahku. Rumahku berada di daerah perkotaan, jadi itu adalah pemandangan biasa yang kualami setiap hari. Udara pengap dan panas matahari membuatku harus selalu menggunakan masker dan jaket tebal saat keluar.

Kejadian aneh kembali terjadi. Ketika aku hendak berbelok, sebuah mobil pick-up yang melaju kencang datang dari depan dan hampir menabrak. Untungnya dia sempat membanting setirnya ke kanan sebelum akhirnya menabrak tembok sebuah rumah.

"Ya Tuhan, kesialan macam apalagi ini?" gumamku pada diriku sendiri.

Aku berharap ini segera selesai. Beberapa dari kalian tentu bisa merasakan, bagaimana saat kesialan datang bertubi-tubi. Rasa tidak nyaman, gelisah, takut, dan sebal, itulah yang akan kau dapatkan.

Kalau sudah begini, aku terpaksa mengurung diriku di dalam rumah. Memang hanya rumah yang menjadi tempat teraman bagiku saat ini. Aku tinggal sendirian di sini, jika kalian mau tahu. Orang tuaku meninggal saat SD dan kini aku diasuh pamanku. Walaupun dia jarang sekali berkunjung, setidaknya dia rutin memberikan uang lewat transfer.

Kuputuskan untuk melangkah kembali menuju rumah. Kulihat sekilas jam tanganku, jam baru menunjukkan pukul 12:30. Perjalanan pulang berlangsung lancar, jadi aku tidak perlu menceritakannya pada kalian. Sama seperti orang yang menghabiskan liburannya di rumah, aku lebih suka bermain gim dan menonton film, sembari menunggu malam tiba.

          

XXX

Ya, malam telah tiba beberapa jam yang lalu. Aku segera mempersiapkan semuanya. Ada sebuah ritual yang harus dijalankan setelah penguburan tadi. Aku harus mempersiapkan lima lilin merah dan cermin besar yang sudah tua. Media itu akan digunakan sebagai pintu agar "dia" bisa muncul.

Lima belas menit lagi menuju tengah malam. Semua listrik dirumah ini telah kumatikan. Aku menemukan cermin lama di kamar orang tuaku dan membawanya ke ruangan terluas di rumah ini, ruang tamu. Cermin diletakkan di dalam lingkaran yang dibentuk dari lima lilin merah yang sudah kunyalakan sejak tadi.

Aku bergegas ke halaman belakangku sambil membawa sekop dan benda ritual yang sudah aku siapkan sejak siang tadi. Aku menguburkan benda itu di bawah pohon kenanga. Kulirik jam tanganku lagi. Lima menit sebelum tengah malam. Sudah saatnya ritual ini dimulai. Aku kembali ke dalam rumah. Kubiarkan semua pintu dan jendela terbuka. Kalian akan tahu itu nanti.

Aku duduk tepat di depan cermin. Bayanganku masih ada di sana. Lima menit adalah waktu yang cukup singkat. Tak lama kemudian, jam tanganku berbunyi, pertanda tengah malam telah tiba.

Kulihat dengan seksama bayangan diriku di cermin. Wajahnya berubah menjadi pucat seperti mayat. Bayanganku itu lalu bangun berdiri tegak. Dia menatap tajam diriku yang masih terkejut.

Sssshhhhh!

Bayanganku di dalam cermin tiba-tiba menghilang. Cermin itu pun juga ikut pecah dengan sendirinya. Inilah dia. Aku segera mengambil kelima lilin itu. Kubiarkan salah satunya menyala sebagai penjaga diriku. Aku berlari kencang ke arah pintu depan.

Kreeeettt!

Pintu terbuka dan aku segera melangkah. Lalu aku sadar bahwa aku justru masuk ke dalam kamarku sendiri. Aku lalu meraih gagang pintu dan keluar dari kamar itu. Inilah dampak dari ritual yang telah aku lakukan. Rumah ini telah berubah menjadi sebuah labirin. Aku harus terus bertahan hingga berhasil menemukan cermin tadi.

Jika aku mendengar suara bisikan, maka aku harus berlari secepat mungkin menghindarinya. Tertangkap adalah akhir bagiku dan kembaranku akan menggantikan diriku di dunia ini. Tidak ada jeda istirahat selama aku belum menemukan cermin itu.

Kini aku berada di dapur. Aku berhenti sejenak untuk mengambil nafas. Untungnya suara bisikan itu tidak lagi terdengar. Sebuah keuntungan bagiku karena rumah ini memiliki banyak ruangan di dalamnya. Semakin banyak ruangan, keberadaan kita juga semakin aman.

"Sial! Lilinku mati!" umpatku.

Itu adalah lilin keduaku. Ritual ini sudah menjadi semakin sulit. Tersisa tiga batang lagi. Segera aku mengambil lilin lain dan menyalakannya dengan korek api gas.

Caaasssssss!

Dengan sekali tekan, percikan api muncul dan membakar sumbu lilin. Api lilin pun menyinari sekitarku kembali. Aku tidak boleh menyia-nyiakan waktu lagi. Segera aku berlari kembali sambil melindungi api itu dengan tanganku yang satunya lagi.

Ini akan menjadi malam yang panjang bagiku.

XXX

Entah kenapa, aku merasa ruangan-ruangan di rumah ini semakin menyempit. Aku harus terus berlari hingga menemukan cermin itu. Kini, aku berada di gudang yang dipenuhi oleh barang-barang bekas milik orang tuaku. Yah, seperti gudang pada umumnya, tempat ini dipenuhi barang-barang tua seperti guci, panci berlubang, ban mobil, kursi yang kakinya hilang satu, dan benda-benda lainnya.

Aku menarik nafas sebentar dan berbalik arah. Aku segera kembali menarik gagang pintu untuk keluar darinya. Asal kalian tahu, sekarang aku hanya memiliki sebatang lilin saja di sakuku. Lilin yang kupegang juga semakin pendek saat ini. Semoga saja, pintu ini akan membawaku ke tempat cermin itu.

Kreeeettttt!

Pintu pun terbuk dan akupun melangkah masuk ke dalamnya.

"Akhirnya! Aku berhasil menemukannya!" teriakku.

Di depanku sekarang adalah sebuah ruangan dengan cermin retak di tengahnya. Walaupun ini berbeda dari ruangan cermin sebelumnya, setidaknya benda itu ada di sana. Ruangan ini dipenuhi oleh puluhan tangan yang bergelantungan di langit-langit dan ternyata masih bisa bergerak.

Seperti sebelumnya, tidak ada bayanganku di dalam cermin itu. Sekarang, yang harus aku lakukan adalah membakar cermin itu. Aku mengambil korek api gas dari sakuku dan memantiknya mulai dari bagian bawah.

Caaaassssss!

Api segera menyelimuti cermin itu dan membakarnya hingga menjadi abu. Asapnya memenuhi tempat ini. Kepalaku tiba-tiba terasa berputar. Aku lalu terjatuh ke lantai dengan keras.

Sebelum mataku tertutup sepenuhnya, aku melihat sesosok makhluk tepat di depanku. Dia seperti manusia, namun matanya berwarna hitam legam dan kulitnya begitu pucat. Samar-samar aku mendengar suara yang entah datang dari mana.

Ritual sudah selesai. Untuk sekarang, kau bisa pergi. Siapapun yang berani melakukan ini lagi, tidak akan ada yang bisa selamat.

Karena kau sudah aku peringatkan.......

XXX

Banjarmasin, 3 November 2019

Catatan AndraWhere stories live. Discover now