—rehatlah sejenak,
nikmati kejutan-kejutan
yang sudah siap
menyapamu•••
Kamacetan yang merajalela. Pembangunan infrastuktur yang tak kunjung usai. Bangunan pencakar langit yang kian berkembang biak. Berkurangnya lahan hijau. Kendaraan yang kian memadati setiap penjuru jalan,
dan polusi yang kian meningkat.
Jakarta masih sama seperti dulu, pikir Naya.
Bahkan bagi Naya, kenangan yang pernah terlukis pun tak pernah terhapus meski sesungguhnya begitu banyak hal baru di kota itu. Sekalipun dirinya telah meninggalkan ibu kota dua tahun lamanya,
semuanya terasa sama.
Dua tahun menjalani kehidupan di salah satu kota di Jawa Barat membuat Naya dapat memulai hidup baru dengan keadaan lebih baik. Bertemu dengan orang-orang baru yang jauh lebih baik. Membuat kenangan dan pengamana manis bersama teman baru. Dan tentunya memperbaiki diri.
Meski pada kenyataannya, tak ada hidup yang sempurna dilingkupi rasa manis. Sebab, suka tak suka, pahit akan menyelinap sesekali. Mewarnai setiap kehidupan.
"Naya, thanks ya udah mau temenin gue."
Naya mengangguk, bibirnya tersenyum tulus seraya menyesap minuman perlahan. Perempuan berambut sebahu di hadapannya adalah salah satu teman dekatnya di kampus. "Gapapa, Sa, kebetulan aku lagi libur magang hari ini. Kangen juga sama suasana ramainya Jakarta."
"Gue jadi gak enak deh sama lo, sorry ya temen gue yang satu ini emang pikunnya kebangetan banget," oceh perempuan yang sedari tadi sibuk mengotak-atik ponselnya dengan raut sebal, pasalnya sudah hampir satu jam dia menunggu. "Padahal baru dua tahun dia minggat dari Jakarta, tapi alesannya lupa semua jalan."
Dia Elsa, perempuan yang kala itu dengan senang hati menemani Naya di ruang UKS saat pekan OSPEK. Dan mulai saat itu, tali pertemanan di antara keduanya kian terjalin. Walaupun mereka berada di jurusan yang berbeda, Naya dan Elsa tetap menjadi teman akrab hingga kini.
Waktu terus bergulir. Sepuluh menit berlalu usai Elsa menerima telepon tak menghasilkan apa pun. Seseorang yang ditunggunya tak kunjung datang. Hingga pada akhirnya, aroma buah berry menyerbu, menelusup pada setiap ruang penciuman yang menyadarkan Naya dari lamunannya.
Kehebohan perempuan berkucir kuda dengan outfit kaos putih yang dipadukan dengan celana jeans di hadapan Naya mengingatkannya pada seseorang. Sosok sempurna yang sempat mengacaukan segala kehidupannya.
"Nay?" Naya terperanjat dan mengulas senyum kikuk kala Elsa menepuk bahunya. "Kenalin, sahabat lelet gue."
"Heh! Enak aja lo, gue bukan lelet, cuma abang ojolnya aja yang dodol. Udah tau gue lupa jalan, eh dia malah na—" Kalimatnya terhenti begitu mendapat pelototan dari Elsa.
Naya terkikik kecil. Kerinduan pada kedua sahabatnya tiba-tiba menelusup tanpa permisi. Dia jadi teringat Vio dan Ghea. Namun dengan cepat ia mengulurkan tangan dan disambut ramah. "Naya."
"Savina, tapi panggil aja Nana. Gue nggak suka dipanggil Vina," ujarnya diakhiri cengiran.
Keberadaan perempuan bernama Nana itu membuat Naya terus melukis senyum dan tawa sesekali. Sifat ramah dan mudah akrab Nana membuat Naya seolah memiliki teman baru yang menyenangkan. Terlebih kecerewatan perempuan berkucir kuda itu seolah membuat bahan obrolan tak pernah habis.
"Eh? I—iya, aku lagi magang di sini. Sebenernya magang di Bandung, tapi lagi ada event di Jakarta," jawab Naya ketika Nana melemparkan pertanyaan tiba-tiba.
"Magang di mana, Nay? Asyik banget kayaknya tempat magang lo. Ah tapi kampus lo cepet banget magangnya. Semester 5 udah magang. Lah lo nggak magang, El?"
"Bulan depan," jawab Elsa santai.
"Aku magang di EO gitu, kebetulan ada klien yang dari Jakarta. Dan anak-anak magang diajak semua. Kalau kamu nggak magang, Na?"
Nana tergelak singkat, menggeleng dan menyuapkan sesendok es krim vanila ke mulutnya. "Belum sih kalo di kampus gue, nanti semester 7. Sebenernya boleh aja magang sekarang, tapi gue males. Santai aja lah, nikmatin dulu liburan."
Pernyataan itu tidak ditanggapi serius oleh Naya. Dia hanya mengangguk sekenanya dan tersenyum. Hingga pada akhirnya raut murung Nana tertangkap olehnya. Meski perempuan itu cepat-cepat mengembalikan raut cerianya, Naya telah menangkap sedikit kemurungan itu.
"Eh gue balik duluan ya. Ngantuk!" Nana meraih tas dan mengeluarkan sebuah novel pesanan Elsa. "Nay, thank you udah mau temenin Elsa. Sori ya gue tadi telat. Nice to meet you," ungkat Nana diakhiri dengan lambaian tangan dan segera bergegas meninggalkan tempat itu.
Naya terbelalak begitu matanya tak sengaja berserobok dengan seseorang. Seseorang yang telah lama tak ditemuinya. Entah mengapa rasanya Naya merasa dunianya goyah. Kehilangan keseimbangan akibat kejutan yang dengan santainya menghampiri.
Dan dunianya kian terasa tak seimbang kala sosok itu telah ada di sampingnya. Menyapanya dengan ramah,
"Naya."
***
Eh ada bocah mana tuh ngikut di sini 😂 Nana lagi mampir rupanya haha. Ada yang kangen Nana?
Etapi pembaca di sini pada tau Nana ga sih? Kalo belum kenal coba mampir deh di RESTART 🙈 Sebenernya w lagi promosi sih ini wkwk
Today aku up dua kali hahaha~ dah tunggu aja satunya lagi mah ya :v
KAMU SEDANG MEMBACA
koma
General Fiction[SELESAI] // (17+) ❝sebelum bertemu titik, semuanya tak akan berakhir.❞ __________________________ Kehilangan, pengkhianatan dan ketidakadilan. Nayara tidak mati rasa. Hanya saja, ia sudah kebal dengan segala bentuk 'rasa' yang menghujani dirinya...