18

1.7K 145 40
                                    


Hari sabtu ini kami berdua, gue dan Edrick, berencana pergi jalan-jalan. Edrick yang usul buat jalan-jalan, dia bilang kami berdua harus selalu menyempatkan waktu untuk mengenal satu sama lain, lebih tepatnya berpacaran.

Awalnya gue menolak karena setiap hari pun kami selalu bersama, bertemu setiap hari, bahkan kami hampir selalu menghabiskan waktu bersama. Sebelum dan sesudah pacaran, pun.

Setelah selesai sarapan gue langsung menuju rumah Edrick. Dia bilang hari ini dia mau ajak gue buat bertemu dengan seseorang yang cukup penting di hidupnya.

"Huaaahhhh ..." mulut gue menguap, terbuka lebar, jujur gue masih lumayan mengantuk. Biasanya hari sabtu gue telat bangun karena gak pernah punya agenda untuk pergi ke mana-mana.

"Kita ngopi aja dulu." Edrick mengelus rambut gue pelan.

"Lagian pagi banget, biasanya gue bangun jam 1 kalo hari sabtu."

"Karena gak ada yang ngajak jalan, kan?"

"Sialan," gue menepis tangannya dia yang masih mengelus rambut gue sekarang ini. Walaupun ucapan Edrick ada benarnya, tapi dia gak perlu sejelas itu. Gue jarang pergi karena gak ada yang ajak pergi juga. Dulu Irgi sibuk sama kerjaannya dan lagian aneh kalau gue ajak dia pergi di hari sabtu atau minggu di saat gue dan dia gak ada hubungan.

"Karena sekarang ada aku, minimal setiap sabtu atau minggu kita pergi."
Edrick menggenggam tangan kiri gue dan menciumnya berkali-kali. "Tangan kamu wangi banget, sih."

"Alasan lo aja biar bisa lo ciumin terus." Secepat mungkin gue tarik tangan gue dari dia dan fokus lagi pegang kemudi.

"Beneran, aku suka wanginya, tapi kenapa kalo lagi di kantor gak wangi ini?"

Asal kalian tau, wangi yang Edrick bicarakan sedari tadi ini adalah wangi vanilla buttercream. Gue memang pakai cream tangan ini saat di rumah atau malam hari setelah pulang kerja. Entah kenapa gue selalu merasa gak nyaman kalau harus pakai ini saat ke kantor, sah-sah saja sebenarnya.

"Yang ada lo gak kerja nanti, ciumin tangan gue terus."

Dia tersenyum puas seolah gue menebak apa yang ada dalam pikirannya secara benar menyeluruh.

* * *

Kami berdua sampai di sebuah toko minuman kopi yang cukup terkenal dan digemari oleh banyak kaum muda sekarang ini, minuman kopi berlogo wanita bermahkota itu. Kami segera turun dari mobil dan masuk ke dalam.

Untuk sekarang ini gue mulai hafal dengan apa yang Edrick suka dan tidak. Makanan ataupun sesuatu hal.

"Gak usah makan di sini, kan?"

"Gak, sambil jalan aja, aku mau ke toilet dulu, kamu pesen, ya."

Suasananya memang tidak memungkin untuk kami berdua bisa menikmati minuman di sini, kalau mau untuk tidak peduli dengan suasananya mungkin bisa saja, tapi gue lebih memilih menikmatinya di mobil. Gue gak tahu apa yang akan Edrick lakukan terhadapan gue nanti, di depan kerumunan orang-orang ini.

* * *

"Bukannya lo tadi udah pipis sebelum pergi?"

Begitu masuk mobil gue langsung tanya ke Edrick yang memang cukup lama menghabiskan waktu di toilet.

"Panggilan alam itu susah buat ditunda, mana minuman aku?"

"Nih,"

"Terimakasih," dia langsung minum iced americano yang gue pesan tadi.

"Kenapa harus dingin? Ini 'kan masih pagi,"

"Udah kebiasaan,"

"Oh ..." gue langsung fokus ke jalanan lagi, gue masih belum tau hari ini mau pergi ke mana. Dari tadi Edrick cuma bilang kalau gue cukup menuruti saja petunjuk arah dari dia.

Who Feels Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang