Malam ini aku menatap langit penuh dengan bintang di angkasa. Bukan di taman belakang, namun di balkon kamarku. Udara malam ini terasa dingin, kurapatkan jaket yang aku kenakan. Aku terdiam, merenungi sesuatu yang sedari tadi mengganggu fikiranku.
Jujur aku masih bingung, masinh sangat penasaran mengenai Awan dan Cahaya, apa perlu aku bertanya pada Cahaya mengenai hubungan Awan dan Cahaya. Kenapa setiap kali Cahaya menatap Awan seolah dia tidak menyukai Awan berada di sekitarnya? Aku juga bertanya-tanya, kenapa setiap kali Awan menatap Cahaya seolah Awan memendam sesuatu, seperti 'rindu'?
Ada apa di antara mereka berdua? Kenapa selama ini aku tak pernah melihat mereka bersama padahal mereka saling mengenal? Sungguh ini seperti potongan puzzle yang sulit untuk aku rangkai.
***
Bel masuk sudah berbunyi, pertanda jam pelajaran pertama sesaat lagi akan dimulai. Di sampingku kini duduk seorang gadis yang membuatku bertanya-tanya mengenai hubungannya dengan Awan. Ya, dia Cahaya.
Cahaya nampak fokus menulis sesuatu di buku diarynya. Entahlah, Cahaya sangat suka menulis diary. Kegiatannya tergenti ketika guru masuk. Aku sebenarnya ingin menanyakan soal Cahaya dan Awan, tapi tak ingin mengganggu kegiatan Cahaya, lagi pula juga guru sudah masuk. Mungkin nanti saat jam istirahat aku akan bertanya.
"Cahaya gue mau ngomong." kataku saat bel istirahat berbunyi.
"Eh, kantin yuk." bukan suaraku atau Cahaya, namun suara Bulan.
"Lo sama Mega duluan aja, gue masih ada urusan bentar sama Cahaya."
"Ya elah, sok privasi lo berdua. Ya udah, gue sama Bulan duluan. Nanti kalian nyusul ya."
"Oke."
Setelah Bulan dan Mega keluar, barulah aku mengalihkan perhatianku pada Cahaya kembali.
"Kebetulan gue juga mau ngomong sama lo."
Aku penasaran dengan apa yang ingin Cahaya bicarakan, apa ada sangkut pautnya dengan Awan?
"Ngomong apa, Ya?"
"Lo duluan aja yang ngomong, baru gue."
Aku mengangguk sekilas.
"Gue cuma mau nanya. Gimana lo bisa kenal sama Awan? Kapan lo kenal dia?"
Cahaya diam sejenak sebelum menjawab pertanyaanku.
"Itu bukan urusan lo Pelita."
"Itu urusan gue, Ya."
"Kenapa itu jadi urusan lo? Lo siapanya Awan sih?"
Aku diam, benar juga. Memang aku ini siapa? Aku dan Awan tak terikat hubungan apa-apa.
"Nggak bisa jawab kan?"
Aku diam lagi. Cahaya seolah menyudutkanku, dan mengingatkanku akan kenyataan bahwa seharusnya aku tak ikut campur urusannya dengan Awan, karena pada nyatanya aku bukan siapa-siapa di sini.
"Tapi, gue penasaran aja, kok lo bisa kenal Awan? Sedangkan selama ini gue nggak pernah liat lo bareng sama Awan."
"Itu bukan urusan lo Pelita."
Oke, kali ini aku tak bisa melawan, dan menanyakan hal itu pada Cahaya. Cukup lupakan, dan biarkan. Jangan peduli lagi. Kuperingatkan diriku agar tak usah ingin tahu mengenai Awan dan Cahaya, walaupun rasa penasaran itu masih sangat tinggi.
"Oke, gue nggak akan tanya-tanya lagi tentang itu. Sekarang lo mau ngomong apa?"
Cahaya menatapku dengan dalam. Dengan suara datar, Cahaya mengatakan suatu hal yang sangat membuatku bingung. Seolah tanpa beban Cahaya mengucapkannya.
"Jauhin Awan."
Aku shock mendengarnya, kenapa aku harus menjauhi Awan?
"Kenapa?"
"Karena lo harus jauhin Awan. Emang itu yang harus lo lakuin."
"Lo nggak ada hal buat larang gue deket sama Awan. Emang lo siapa?!" suaraku mulai meninggi, aku heran. Cahaya bilang padaku untuk jangan mencampuri urusannya tapi ini?
🍁🍁🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Atas Awan
Teen FictionBagaimana jika kalian berada di posisiku? Mencintai seseorang yang tak bisa dimiliki karena perbedaan yang membentang. Ketika ia menengadah sedangkan aku bersujud. Inilah kisahku. . . . Jangan lupa baca juga 'Araisy' ceritanya bisa dicek di profil...