Satu mingggu telah berlalu setelah malam itu. Aku tak pernah menyinggung perihal sikap Taeyong yang semakin hari semakin terasa jauh dari jangkauanku.
Ujian akhir semester akan segera mulai satu minggu lagi. Semua mahasiswa disibukkan dengan kegiatannya, mulai dari mengejar mata kuliah yang dilewatkannya hingga mempelajari bab – bab yang belum dipahaminya.
Aku? Aku tidak perlu belajar saat ujian akan berlangsung seperti saat ini. Aku hanya diam di kafetaria fakultas menunggu Doyoung yang sedang meminjam buku di perpus. Dia sudah berjanji padaku untuk menemuiku di kafetaria fakultas.
Aku hanya diam memperhatikan pergerakan es batu yang ada di gelas karena aku terus mengaduknya tanpa berniat meminumnya. Pikiranku menerawang saat tahun pertama menjalin hubungan dengan Taeyong.
Ntah kenapa sikap Taeyong beberapa waktu terakhir memang membuatku bingung dan terus membuay otakku memutar memori masa lalu. Berharap apa yang kutakutkan tidak pernah terjadi.
Jika hal itu terjadi, aku hanya ingin hal yang kutakutkan itu menjadi opsi terakhir akan berakhirnya hubunganku dengan Taeyong. Bukan justru jadi alasan utama.
Lama terdiam menjelajah pikiranku sendiri, tepukan pelan di bahuku membuat lamunanku buyar. Aku menatap tidak suka siapa saja yang berhasil membuatku kembali kekenyataan yang sungguh tak ingin ku lalui.
Doyoung menampakkan barisan gigi putih rapinya melihat raut kesal di wajahku.
"kau kenapa Ten? Jangan pasang wajah kusut seperti tumpukan pakaian yang tidak disetrika. Kalau Lucas tau dia akan mempermalukanmu didepan orang satu kampus dengan suara lantangnya."
Aku hanya memutar mataku malas, terlalu malas untuk menjawab Doyoung. Aku melihat pergerakan Doyoung yang duduk dikursi kosong depanku.
"Apa masih masalah yang sama?"
Aku hanya mengangguk pelan. Yah, Doyoung sudah tahu tentang bagaimana hubunganku dengan Taeyong yang semakin hari semakin merenggang.
"kenapa tak kau perjelas sih Ten? Kalau kau penasaran tinggal mencari tahu. Aku akan membantumu."
Aku membuang nafas lemah, "Bagaimana caranya Doy. Aku.. aku tidak ingin kenyataan yang akan kuterima nanti justru hal yang selama ini kutakutkan."
Aku menenggelamkan kepalaku dilipatan lengan, Doyoung mengelus lembut rambutku. Sepertinya ia akan mengucapkan sesuatu tapi tertahan.
"biarkan aku menyiapkan hatiku dulu Doy," aku menjeda, menatap manik hitam bulat milik sahabatku itu intens, "aku... aku belum bisa menerima kenyataan itu nantinya."
Doyoung hanya membuang nafas lelah, ia mengangguk. "jika kau butuh bantuan, kau tau harus datang ke siapa kan?"
Aku tersenyum manis. Aku beruntung punya sahabat seperti Doyoung dan Lukas yang meskipun sering membuatku kesal, tapi mereka merupakan hal terbaik yang aku miliki.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.