Pulang

636 3 0
                                    

"..Iya bu, ini masih di jalan. Dua jam lagi kemungkinan sampenya. soalnya lumayan macet disini.."

Percakapan via telepon itu diakhiri.
Sepasang suami istri terlihat sedang berkumpul di ruang belakang. Sang suami sedang terduduk santai di kayu berbahan jati dengan ukiran khasnya.
Sementara istrinya berdiri tak jauh darinya.

"Sampai mana bu?" Pria paruh baya dengan setelan peci dan sarung itu bertanya pada sang istri yang baru saja selesai menelpon. Berbincang dengan putri mereka.

Memang. Pulang akan selalu jadi pilihan.
Untuk jiwa jiwa yang kesepian.
Untuk jiwa yang lelah dan butuh kembali ke peraduan.

"Masih di jalan pak, macet katanya.." Istrinya itu menjawab sambil kembali menyelesaikan pekerjaannya tadi untuk menelpon. Kini ia kembali sibuk dengan piring-piring di tempat cucian. Tangannya dengan mahir mengusap usap piring bermotif batik dan berwarna kemerahan itu dengan spons cucinya.

"Wajar lah bu. Namanya juga musim libur" Sang istri hanya menjawab dengan senyum tipis.

Suaminya pun berdiri. Berjalan ke arah jendela yang tidak jauh dari sana.

TOK TOK! Baru saja hendak menutup tirai, terdengar ada suara yang mengetuk.

Dengan segera sang suami membukakan pintu.

"Selamat sore Pak Hamid. maaf ganggu sore-sore gini. Tadi saya ketuk pintu depan tapi gak ada yang buka. Jadi saya lewat sini.." Seorang gadis terlihat berdiri di depan pintu. Tetangganya.

Ia nampak sedikit canggung.

"Ohiya Asri. Ada apa?" Hamid, sang pemilik rumah memaklumi sambil tersenyum ramah.

"Begini pak, tadi Pak RT nitip surat lewat saya. Katanya malam ini mau ada kumpul di rumah beliau. Semacam perayaan kecil-kecilan buat pernikahan anaknya.."

"Ooh begitu, baik. Saya terima undangannya ya"

"Iya silakan pak. Saya permisi ya pak"

"Iya silakan.."

"Siapa pak?" Tanya sang istri selepas suaminya menutup pintu.

"Asri bu. Ada undangan buat kita"

"Wah Asri ada acara apa?"

"Bukan Asrinya bu. Ini acara di rumah Pak RT."

"Wah nikahan Arif ya? Ibu juga denger kemarin sore dari tetangga"

"Arif tuh umurnya beda berapa tahun sama Putri ya bu?"

"Beda lima tahun pak.. hihi Ibu jadi ingat dulu pernah mau jodohin Arif sama Putri.."

"Ohiya ya. Dulu Ibu pernah sering banget bahas itu.." Hamid menjawab sambil mengambil rokok yang ada di meja.

"Iya lah pak. Anak itu dari kecil udah keliatan ganteng dan pinternya. Lulusan kedokteran lagi.."

"Iya bu. Tapi gapapa. Anak kita juga kan kuliah di jurusan yang bagus. Lagipula sesuai dengan keinginan dia.."

"Tapi pak.." Istrinya itu meletakkan piring terakhirnya ke rak. Seraya berjalan mendekati suaminya itu.

"Kita kan bisa ikut hidup enak kalau berbesan sama Pak RT" Hamid hanya tersenyum mendengar celotehan istrinya itu.

"Bu, segini juga Bapak udah bersyukur. Alhamdulillah. Dengan penghasilan Bapak yang cuma segini, Ibu bisa juga bantu bapak dengan usaha Ibu di bidang katering itu.." Hamid memegang erat tangan istrinya.

Istrinya hanya tersenyum. Tak banyak berkata-kata.

"Ya udah, sekarang kita siap-siap dulu yuk bu. Biar gak telat ke rumah pak RT"

TakutWhere stories live. Discover now