三番

151 18 18
                                    

‘Setelah cium aku, dia malah biasa aja?’

“Cepet habisin makanannya, biar kita cepet pulang.”

“A-Ah iya maaf.” Yuya membuyarkan lamunan Daiki, mereka kembali melanjutkan makan tanpa terlibat obrolan lagi.

Bukannya tidak mau tapi Daiki masih shock, makanya ia lebih banyak diam begitupun dengan Yuya, karena memang Yuya tipikal orang yang akan bersuara jika dipancing.

“Ah iya sayang?" Yuya memunggungi Daiki. “Oke, aku kesana sekarang.”

Saking tidak fokusnya, Daiki sampai tidak sadar kalau beberapa menit yang lalu Yuya sedang telfonan dengan seseorang. Ia sibuk menyendoki makanan dengan raga yang seolah-olah tak ada jiwanya.

“Makannya udah?" tepuk Yuya pada bahu Daiki, ia mengangetkan Daiki yang sempat melamun. “Gue harus buru-buru pergi.”

“Hah apa kak?”

“Gu-e ma-u per-gi. Pacar gue udah nunggu."

'HAH PACAR?!'

"Udah kok udah, yuk pergi."

Daiki ikut bangkit dan mengekori Yuya menyelesaikan pembayaran sampai jalan bersama ke arah kost-an. 

“Gue anterin lu pulang----”

“Gausah kak.” Daiki menghalau jalan Yuya. “Aku bisa pulang sendiri, lagian pacar kakak dah nunggu, jangan bikin dia marah.”

“Yaudah gue sebrangin---” Yuya meraih tangan Daiki namun ditepis

“Aku bisa sendiri. Makasih dah teraktir aku.”

Daiki langsung menyebrang dan mempercepat langkahnya, sedangkan Yuya berbalik arah menuju jalan yang tadi dilewati.

‘Jadi ciuman tadi apa kalau kakak punya pacar?!'

Yuya tidak tau kalau Daiki menangis, ia sedikit berlari agar segera sampai. Sepanjang jalan ia terus mengusap tetesan air mata yang mengganggu penglihatan, bahkan ia hampir tersandung saking banyaknya air mata yang membendung.

Daiki langsung melemparkan tasnya saat tiba, ia menjatuhkan badan lalu bertelungkup dan menenggelamkan wajah.

“Kenapa kakak jahat sama aku?!"

Emosinya meledak-ledak, kini Daiki berteriak.

“Kalau kakak mau balas dendam jangan gini caranya! Iya tau aku salah tapi jangan kasih harapan kaya gini dong!”

Daiki menangis, ia tak terima saat diterbangkan oleh sifat manis Yuya namun dijatuhkan sekaligus saat itu juga karena Yuya memiliki pacar. Jadi kakak anggap aku ini apa? Hati Daiki terus meneriaki pertanyaan itu.

“Dulu aku belum sadar kak... dulu aku sukanya Yamada!”

“Maafin kalau aku lebih pilih Yamada, sekarang aku nyesel karena dia malah ninggalin aku!"

“Kaaaaaak... beri aku Kesempatan... hiks...”

Seharian ini Daiki terus menangis, mengeluarkan semua rasa sedihnya berharap besok lebih kuat saat melihat wajah Yuya karena sudah pasti akan banyak bertemu.

∴Pretender∴

“Ugghh... pusing gini.”

Krebek krebek...

“Mana laper.”

Mata Daiki masih terpejam dengan cantik, tangannya memijit pelan dahi lalu tangan satunya meraba-raba sekitar mencari handphone-nya.

Kamu akan menyukai ini

          

“Jam 5?"

Tubuhnya ia paksakan bangkit, mengintip sedikit lewat gorden oranye-nya dimana menampakkan beberapa cahaya indah pagi hari di beberapa sudut.

“Jadi udah pagi?"

Kesadaran Daiki sudah terisi sepenuhnya, ia mengecek sekali lagi handphone-nya lalu membuka penuh jendelanya.

“Bener ini udah pagi, berarti aku udah tidur kayak orang mati.”

Setelah insiden menangis kemarin siang, ia tetiba ketiduran sampai bangun lagi saat pagi hari. Melewatkan makan serta membersihkan diri. Jiwanya yang terguncang membuat Daiki tak sadar waktu.

“Gila sih, mana mataku bengkak lagi. Macem dipipisin kecoa aja.” Daiki memantulkan dirinya di cermin, mata bengkak serta sayu menjadi penyambut hari ini.

“Bodolah, aku mau dateng pagi ke kampus biar cari makan dulu.”

Ia berencana akan datang ke kampus pukul 06.00 pagi padahal perkuliahannya dimulai pukul 08.30. Lebih pagi datang ke kampus berpeluang tak akan bertemu Yuya, begitu perkiraannya.

∴Pretender∴

Setelah perkuliahan selesai ia berencana ingin pergi ke suatu tempat sampai malam, pokoknya Daiki bertekad tak ingin banyak menghabiskan waktu di kost-an, ia akan menjadikan kost-an sebagai tempat singgah beberapa jam sebelum pergi kuliah lagi.

Naasnya, niat menenangkan hati itu tak terealisasikan. Belum juga mendapat hiburan, Daiki malah melihat Yuya digandeng oleh seorang gadis yang sedang hamil. Perutnya yang buncit sesekali dielus oleh Yuya lalu keduanya tersenyum dan memancarkan aura bahagia. Iya mereka bahagia, ketika hati Daiki menjerit-jerit tak terima.

‘Jadi pacarnya lagi hamil? padahal kak Yuya belum nikah. Oke, cukup tau.’

Luka yang masih basah malah tertaburi garam, Daiki kembali menangis dan pergi berlari entah kemana.

∴Pretender∴

‘Ini orang masih hidup kan? kok dari kemarin gak terendus ada kehidupan di kamarnya.’

Yuya dibuat heran sejak kemarin, pasca perpisahannya dengan Daiki di cafe itu ia tidak lagi melihat sosok Daiki. Entah pergi mencari makan atau terdengar suara kehidupan di kamarnya. Hening. Itulah yang Yuya rasakan dari kemarin.

“Kok melamun sih kak?” suara gadis itu mengalihkan Yuya, ia sedang menyenderkan punggungnya di dinding dan sesekali memijat lututnya.

“Aduh pasti pegel ya, bentar Chii, aku buka dulu kuncinya.”

Gadis bernama Chinen Yuri itu mengangguk, ia langsung masuk dan duduk meluruskan kaki. Jalan kaki tadi cukup menyita tenaganya karena ia sedang berbadan dua.

“Kamu tidur aja kalau capek, kasian si dedeknya ih.” Yuya mengelus perutnya. “Mana keringetan gini.” Yuya beralih mengelap keringat di dahi Chinen.

“Aku gak capek-capek amat kok, cuma gegara agak panas jadi langsung ngos-ngosan, tapi gak apa-apa kok, serius.” gadis itu menunjukkan senyum dengan deretan gigi rapinya, membuat Yuya sedikit tenang.

“Kalo gitu aku beli makan dulu, bukannya mau jus duren sama nasi gila ya?”

“IYA MAU!" jawabnya bersemangat. “Nasi gilanya pake pedes ya, awas loh kelupaan.”

“Iyaaaa~” Yuya mengelus surai panjang nan lembut itu. “Ditunggu aja ya.” Chinen kembali mengangguk.

“Ini minum air putih dulu yang banyak.” Yuya menyodorkan 2 botol air mineral. “Kalau mau pipis hati-hati di toiletnya, takut licin terus kepleset lagi. Aku kan keluar dulu. Jaga dedeknya baik-baik.”

PretenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang