Aku duduk di teras depan.Ini sore hari,langitnya indah dua menit lagi surya akan tenggelam.Tapi aku bukan pengagum dan pencari senja.Aku hanya sedang menungu mahasiswa tingkat dua itu pulang.Memang tidak pasti dia pulang sore ini.Tapi firasatku lebih sering benar.
Aku menunggu mahasiswa tingkat dua yang harusnya jadi fokus cerita ini setelah aku.Tapi siapa yang tahu cerita yang aku mau akan terwujud atau tidak.Hanya Tuhan yang tahu.
Aku bisa saja mengakhirinya sekarang yang jadi masalah adalah aku lupa kapan kita benar-benar memulai.
Dan,memulai apa?.
Dan siapa itu kita?
Akhirnya dia lewat dengan motor matic yang lebih sering ia jamah dari pada rumahnya sendiri.Helm hitam yang pudar itu penjaganya yang paling setia.
Aku punya angan bisa naik diatas si hitam itu.Sebentar saja,keliling kampung saja aku pasti gembira.
Dia lewat tanpa menengok.Jelas saja,semua pengendara fokus kejalanan,Ara.
Sampai tikungan ia berbelok tanpa menyalakan sen.Sudah dia sudah hilang.Aku beranjak,sudah hilang yang ingin kupandang bahkan lebih cepat daripada tenggelamnya surya.
Ya itulah aktivitasku kalau menunggu sekelebat hitam sang pemiliknya itu lewat.Beberapa detik yang paling kutunggu tiap detiknya.Ingin sekali aku bekukan detik itu.Ini memang aneh untuk kalian.Menunggu lama dan hanya mendapat sekelebat bayang.Memang aku sebucin itu.Kenapa?
Kalian tidak usah kenal dia.Nanti naksir.Alasan sebenarnya,dia tidak mudah digambarkan.Sedikit saja salah menjelaskan kalian akan menghukumi.
Aku masuk,berharap besuk mendapat sekelebat hitam yang sama.Sekelebat hitam yang sama sekali tidak menakutkan.Yang selalu aku tunggu dan aku harapkan.
"Ar,"
"Iya bu,"
"Kunci pintunya."
"Iya"Aku mengunci pintu satu putaran dua putaran selesai. Berbalik kembali ke kamar..
Satu langkah,
Dua langkah,
"Assalamualaikum,"
Suara itu,jackpot.Masa dia atau mungkin itu kakaknya.Aku membuka pintu berharap banyak dia yang ada dibalik pintu ini.Dan,lya itu benar dia."Mama titip ini buat besuk."Ia mengulurkan kertas kecil dengan rentetan kata benda.
"Ngapain juga punya hp?"
"Hah?"dia bicara apa.
"Oh,paketku habis ini baru mau beli."Kataku menjelaskan.
Dan dia ngeloyor tanpa rasa sopan atau malu sedikitpun.Dasarnya aku susah marah dengan dia.Maka aku hanya tersenyum, menyampaikan amanah lalu tidur.
Tuhan kenapa memandang ciptaanmu itu membuatku berdebar.Padahal kami hanya mengenal tanpa kata.Tanpa pernah menyebut nama.Tuhan,ini sudah seumur hidupku,apa tidak akan ada tokoh lain Tuhan?
Kalau bisa meminta aku ingin rasa ini di lepas,atau kalau sulit maka perlahan pudarkan Tuhan.Aku juga ingin memandang dan dipandang.Bukan sekedar mengagumi.
Kalau jawaban ini kontan.Terserah, apapun itu buat hatiku lapang menerimannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ours.
Teen FictionTidak tahu apa alasannya. Karena hal seperti ini jarang beralasan.