Bagian 10

4.9K 306 26
                                    


.

Rega tetap pamit dengan santun pada ibu mertuanya. Sebelum berlalu ia pun menawarkan Retno untuk pergi ke rumah sakit, tapi mertuanya itu menolak, kemudian Rega memberinya sejumlah uang untuk pengobatan.

Sementara Sesil masih sangat shock, sepanjang perjalanan menuju rumah tangisnya tidak terhenti. Matanya benar-benar bengkak dengan wajah memerah.

Ketika tiba di rumah, ia langsung masuk ke kamar diikuti Rega di belakangnya.

"Kakak, aku mau sendiri," pintanya.

"Kamu yakin?"

Sesil mengangguk ragu.

"Baiklah, kamu istirahat ya."

Rega berbalik badan, kemudian melangkah menuju kamar. Tapi seseorang menahannya dari belakang, tidak lain itu Sesil, wanita itu merengkuh suaminya erat dan menumpahkan segala tangisnya pada punggung Rega yang tegap.

"Tunggu, Kak. Sebentar saja," ucapnya pelan.

Rega membiarkannya tanpa penolakan, Sesil terus terisak di sana, ia kembali pada titik rapuh.

Lambat laun tangisnya terdengar pelan dan nyaris berhenti, Rega membalikan badan dan mengusap sisa air mata yang tersisa di pipi merah Sesil. "Kamu istirahat ya."

Sesil mengangguk pelan. Ia pun berjalan menuju ranjang dan membaringkan tubuhnya, Rega membantu mengangsurkan selimut.

"Terimakasih ya, Kak."

Rega mengangguk. Kemudian ia keluar dari kamar dan membiarkan Sesil beristirahat.

***

.

.

Waktu ke waktu berlalu, sudah hampir satu bulan ini tidak ada pesan masuk dari pria itu. Rega dan Sesil masih mencari tahu tentang identitasnya. Sementara hubungan mereka lebih akrab seperti kakak dan adik, hanya sebatas itu. Rega belum berani memulai untuk lebih jauh, begitu juga Sesil.

Hari ini keduanya menghabiskan waktu di puncak bersama Sean dan Anton, tidak hanya berempat, ada orangtua Sean juga yang turut hadir.

Sesil nampak akrab bercengkrama dengan orang tua sahabatnya itu. Ia turut membantu memanggang sosis dan daging sapi, sementara Anton menyiapkan hidangan lain di meja.  Rega dan Sean berbelanja kebutuhan yang kurang ke supermarket terdekat.

"Kak, kenapa akhir-akhir ini kita sudah jarang berkirim pesan?" ucap Sean. Keduanya masih berada di dalam mobil meski sudah berada di pelataran parkir supermarket.

Rega terdiam sesaat, mencari jawaban terbaik agar tidak menyinggung. "Kakak akhir-akhir ini sibuk."

"Sibuk ngurusin Sesil?"

Rega menghela napas panjang tanpa sebuah jawaban.

"Sumpah aku menyesal mengikuti ide gila Kak Anton, untuk membuat Kakak menikah dengan Sesil. Harusnya ku selami dulu perasaanku, begitupun Kakak."

"Waktu tidak bisa diperbaharui. Semuanya tidak bisa dikembalikan. Aku memang menaruh hatimu dan bodohnya tidak pernah diutarakan."

"Terus kenapa? Seandainya Kakak bilang!" ungkap Sean menyesal.

"Aku ingin melihat kamu berhasil dalam sekolah, jadi aku tidak ingin mengganggu dan menahan diri. Setelah lulus baru aku datang, tapi skenarioku tida sesuai dengan skenario-Nya."

"Kita belanja dulu, yuk! Nanti kemalaman," ajak Rega berusaha menghindari pembahasan ini.

Setelah melangsungkan pernikahan, Sean justru lebih intens terasa dekat. Sempat sesaat Rega hanyut dalam rasa nyaman dan bahagia ketika mereka terlibat dalam sebuah obrolan walau hanya lewat chat. Tapi lambat laun, Rega mulai menyadari sesuatu, ini sebuah kesalahan.

After The Wedding DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang