Karsyel's Patner

8 1 0
                                    

Kicauan burung dihutan membangunkan ku. Di pagi yang cerah ini aku terbangun dari tidurku dengan posisi duduk menghadap hutan.

Pasti aku ketiduran semalam

Aku berdiri hendak masuk menuju tenda. Tenda itu ternyata sangat bagus jika benar-benar diperhatikan. Mengesankan.

"Lyanha, apa kau baik-baik saja?, kemarin kau pingsan saat dibawa kemari, memangnya ada apa?" Ujar Zeya yang tiba-tiba sudah berada dihadapanku.

"Aku baik-baik saja. Salahkan Argha yang menyerap energi kehidupanku se-enaknya."

Zeya membelalakkan matanya mendengar ucapanku,"Apa kau serius, hanya keturunan Demon dan Angel yang bisa melakukannya."

Aku menjatuhkan rahangku tak percaya. Apa benar Argha seorang Demon?.

"Hmm...aku tidak tahu soal itu,"ujar ku ragu-ragu.

"Baiklah jika seperti itu, kamu harus cepat bersiap, kita akan melanjutkan perjalanan." Aku mengangguk dan segera untuk bersiap, terlintas di benakku keadaan Silvi, aku harus mengetahui keadaannya.

"Zeya, apa kau tahu Silvi dimana?"
"Silvi dia sedang berada di telaga bersama Karsyel dan lainnya, aku juga ingin kesana, apa kau mau ikut?"
"Telaga? Apa itu tidak berbahaya?"
"Hmm...aku tidak tahu, tapi Argha mengatakan tidak apa-apa, memangnya ada apa?"
"Tidak ada, ayo kita pergi."

Aku pergi dengan berteleportasi. Sedetik kemudian kami sudah berada di telaga itu.

Sudah kuduga, tapi apa ini baik-baik saja?

Sekarang semua teman kelompokku berada disini. Aku mengedarkan pandangan mataku mencari keberadaan Silvi. Sedangkan Zeya, ia terlebih dahulu pergi meninggalkan ku untuk menuju sungai.

Kudapati Silvi sedang berada di bawah pohon rindang agak jauh dari telaga. Silvi sendirian disana. Aku segera berlari menuju ke tempat Silvi berada. Tunggu, disisi lainnya aku tak sengaja melihat Argha yang sedang melamun memandang lurus ke arah telaga, apa aku harus menemuinya?.

Aku mengurungkan niatku untuk menemui Silvi karena rasa penasaran ku yang begitu besar untuk mengetahui tentang kebenaran diri Argha.

"Hm... aku ingin bertanya satu hal kepadamu, boleh kah?"aku bertanya ragu-ragu kepadanya.
"Tentang apa?"ujarnya datar.
"Apa kau seorang half blood?"
"Aku tidak tahu, dan aku tidak ingin tahu jati diriku yang sebenarnya, aku takut akan merasa kecewa nantinya."
"Tapi bukankah kau juga pasti akan tahu cepat atau lambat."
"Aku tahu itu, tapi biarlah waktu yang menjawabnya. Semua butuh waktu."

Aku duduk di sebelahnya ikut memandang ke arah telaga. Angin berhembus lembut di sekitarku memberikan hawa sejuk yang begitu menemangkan. Sebuah pemandangan yang begitu menakjubkan, hanya ada di sini, dikota, semua daerah sudah di ubah menjadi bangunan-bangunan mewah bertingkat, tidak ada lagi pepohonan yang tersisa. Aku cukup bbesyukur, karena hutan ini belum terjamah oleh tangan kotor manusia yang bisa saja mengubah hutan ini menjadi pemukiman baru.

"Argha, apa telaga ini sudah tidak berbahaya lagi, maksudku sudah tidak ada monster lagi?"
"Seperti yang kau lihat, sekarang sudah aman."
"Seperti itu ya, lalu mengapa Silvi dia tidak ingin mendekat ke arah telaga itu."
"Aku tidak tahu, mungkin dia masih trauma dengan kejadian kemarin."
"Ngomong-ngomong, apa Hydra kemarin sudah mati?"
"Belum, aku mengirimnya ke neraka, disitu dia lebih cocok untuk hidup."

Aku terkejut mendengar penjelasannya, bagaimana bisa dia seenaknya mengirim hudra itu ke tempat yang paling menyeramkan, bahkan tempat tinggal dia sebelumnya berada di tempat yang indah.

Aku segera saja pergi meninggalkan nya dan pergi menuju tempat Silvi berada.

"Silvi, kenapa kau sendirian?, apa kau baik-baik saja?, kita belum bertemu sejak kemarin, jujur aku merindukanmu Silvi."
"Lyanha, aku baik-baik saja, tapi entah mengapa aku merasa takut untuk berada dekat dengan Argha, kau tahu, dia seorang demon."

Kamu akan menyukai ini

          

Aku membelalak kaget mendengar penuturannya, bagaimana dia bisa tahu itu?

"Apa kau yakin, bahkan dia sendiri belum tahu jati dirinya yang sebenarnya, darimana kau tahu?"
"Entahlah, yang jelas kau sebaiknya jangan terlalu dekat dengannya, atau kau bisa saja terluka seperti kemarin."
"Hm...kenapa kau tak bersama yang lain, bukankah kau tak suka jika sendirian."
"Itu, aku malas bersama mereka, jadi sekarang sudah ada kau, ayo kita ke telaga itu."

Aku mengangguk dan berjalan beriringan dengan Silvi menuju telaga. Aku merasa Silvi menyembunyikan sesuatu. Silvi tidak pernah seserius ini sebelumnya, dia semacam berubah menjadi lebih dewasa.

"Ayo kita lanjutkan perjalanan."

Sontak semua mata menoleh ke sumber suara. Argha berdiri dengan gagah di tepi telaga. Suaranya mampu meredam bunyi apapun disekitarnya. Kami semua langsung bergegas pergi meninggalkan telaga. Kurasa ada baiknya juga Argha yang memimpin perjalanan ini. Karena sekali Argha mengeluarkan perintah kami semua menurut dan tidak membantah.

Kami sudah masuk cukup dalam kedalam hutan. Matahari yang kini sudah mulai terik membuat kami sesekali mengeluh kepanasan. Tapi, tidak dengan Argha, dia tetap diam dan tidak bersuara. Dia yang menjadi penunjuk jalan di hutan ini.

Sreek sreek...

Suara yang berasal dari balik daun rimbun itu sontak membuat kami semua di dera rasa penasaran. Kami semua kompak membuat diri kami berada dalam posisi siaga, bagaimanapun juga kita belum tahu apa yang ada di balik dedaunan lebat itu.

Duarr....

Sebuah ledakan besar membuyarkan konsentrasi kami. Dari berbagai arah, bebatuan besar melesat kearah kami dengan cepat. Aku tak tahu harus kuapakan batu itu.

Bug...

Bunyi dentuman keras terdenar jelas. Aku melihat sekelilingku. Sebuah dinding dari tanah sudah ada di sekitar kami.

"Bagus Yudha, semua tetap lah dalam kondisi siap siaga."

Argha memerintahkan kami agar terus bersiap. Ternyata dinding yang menyelamati kami itu dibuat oleh Yudha. Penguasa element tanah, bagus sekali.

Aku kembali fokus. Beberapa menit hening. Tak ada serangan kami masih saja dalam posisi siaga.

"Api..."

Teriakan dari Karsyel sontak membuatku terkejut. Aku segera memanggil air dari dalam tanah dan mengeluarkan nya dalam jumlah yang banyak. Api yang jumlahnya banyak itu padam seketika.

Dari balik pepohonan tampak seekor Griffin sedanpemenatap kami dengan ganas. Tiba-tiba saja Griffin itu melesat cepat menuju kami.

Griffin itu menyerang kami dengan kuku dan paruhnya yang tajam.

"Aww..."

Bahu Silvi terkena cakaran Griffin itu. Darahnya keluar merembes dengan deras. Zidan yang melihat itu sontak menyelamatkan Silvi dari Griffin itu.

"Seekor partner. Gunakan mantra kalian cepat."

Argha lagi-lagi memerintah kami. Kami semua mulai membaca mantra masing-masing. Kita tak tahu siapa pemilik binatang suci itu.

Sepertinya sia-sia saja, makhluk itu kian mengganas. Dengan tatapan lapar, makhluk itu mendekati Karsyel secepat kilat. Karsyel yang ketakutan hanya diam ditempat. Griffin itu kian mendekat, sesaat sebelum Griffin itu hendak mencabik tubuh Karsyel, Karsyel dengan cepat mengucapkan mantra penjinak.

Hening...

Tiba-tiba Griffin itu berteriak keras. Teriakannya membuat burung-burung dihutan berterbangan. Kami semua menutup telinga dengan keras.

Griffin itu tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri.

"A a apa aku salah mengucapkan mantra?"

Karsyel beryanya dengan gugup. Pantangan untuk membunuh makhluk suci seperti Griffin memang sangat di larang keras oleh pemerintah. Karena Griffin dianggap sebagai makhluk suci yang dapat membuat orang yang memilikinya selalu beruntung. Hanya sedikit orang yang mempunyai partner seekor Griffin. Karena keberadaan Griffin itu sendiri sudah sangat jarang ditemukan.

Tiba-tiba saja sekumpulan cahaya mengelilingi Griffin itu. Griffin itu bangkit dengan kokoh dan memandang kearah Karsyel dengan seksama.

Kami semua terkejut bukan main. Apa Griffin itu akan menjadi partner Karsyel.

"Hamba siap melayani Nona hidup dan mati."

Griffin itu berbicara sambil menatap manik Karayel. Karsyel yang tak percaya menutup mulutnya.

"Terimakasih."

Kami semua bernapas lega. Akhirnya salah satu dari kami sudah mendapatkan partnernya.

"Beristirahatlah, dan segera datang jika saya memanggilmu."

Ucapan Karsel dibalas anggukan oleh Griffin itu.

"Baik Nona, terimakasih."

Seketika Griffin itu menghilan dari pandangan. Seketika pergelangan lengan Karsyel bercahaya. Sudah biasa, bila seseorang sudah mendapatkan partner pasti salah satu pergelangan tangannya akan dengan sendirinya terbuat tato dengan gambar partnernya.

Kami semua tersenyum memandangi pergelangan tangan Karsyel. Aku tak menyangka bahwa Karsyel akan mendapat partner seekor Griffin.

"Ayo kita lanjutkan perjalanan."

Kami semua mengangguk dan segera meninggalkan tempat ini. Kami berjalan menembus lebatnya hutan larangan ini.

Hei hei hei...

Jangan lupa votment yaw:))

Salam Author😘

Twins Power (Black And White Magic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang