Chapter 5: Only You

3.7K 338 54
                                    










Sudah tak terasa, musim semi kembali menyapa. Bunga-bunga sakura tampak berjatuhan di halaman sekolah. Upacara perpisahan sudah berakhir beberapa menit lalu. Para siswa dan siswi tampak memenuhi halaman sekolah, menghabiskan masa-masa terakhir mereka dengan berfoto dengan beberapa teman atau bercakap-cakap—hingga menangis.

Hinata salah satunya.

Sasuke mendesah pelan ketika melihat gadis itu menangis dalam pelukan Ino. Meski Sasuke sendiri tak menampik bahwa kesedihan itu ada dalam dirinya. Berpisah dengan teman-teman SMA adalah hal yang sulit. Karena mulai hari esok, mereka sudah menginjak dunia dewasa. Ketika sebuah hal sederhana akan menjadi masalah yang sangat rumit.

"Sasuke," tepukan di bahu kirinya membuat Sasuke menoleh.

Sai menggerakkan kepalanya ke belakang. Dan saat itu Sasuke sadar bahwa Hinata sedang berdiri di sana dengan kepala menunduk. Ia melirik Sai sebentar dan pemuda itu mengerti—dengan segera beranjak dari sana.

Sasuke mengambil langkah pelan untuk sampai di hadapan Hinata. "Ada apa?" katanya setelah diam-diam menghela napas.

Hinata mengangkat kepalanya. Sudut-sudut bibirnya terangkat pelan. "Apa aku mengganggu?"

Sasuke menggeleng.

"Kalau begitu... apa Sasuke–kun bersedia untuk berfoto bersama?"

Sasuke terdiam sejenak, sebelum akhirnya mengangguk. Senyum Hinata tampak lebih lebar, gadis itu tergesa mengambil kamera dan beralih ke sampingnya.

.

.

.

Naruto : Masashi Kishimoto

Author : Cheese Thirty

Cover : Edited by Cheese Thirty

Real Image : Owner

Pairing : Hinata. H – Sasuke. U

Warning : Typo(s), OOC, AU, gaje, membosankan.

.

.

.

Sasuke memasukkan beberapa celana dan perlengkapan terakhir ke dalam koper. Matanya kadang melirik jam dinding yang tergantung dan kembali menghela napas. Setelah menarik zipper dan menaruh koper hitamnya di samping kamar, pemuda itu duduk di pinggir tempat tidur dengan segala pikiran dalam kepalanya.

Ini adalah keputusannya.

Meski harus berpisah dengan Hinata dan keluarga menjadi konsekuensi yang begitu berat. Sebenarnya, Sasuke hanya ingin mencoba untuk menjadi mandiri. Dari segala tingkah kekanakannya yang menyebalkan dan membuat repot orang di sekeliling, ia sebenarnya sudah memikirkan masa depannya masak-masak. Fugaku memberinya begitu banyak hal karena ia adalah anak tunggal. Dan Hiashi, ia tahu, meski pria itu sering melayangkan tatapan sinis padanya, pria itu juga mempunyai harapan yang besar. Sasuke tidak bisa menjadi pendamping Hinata seutuhnya jika ia hanya tumbuh menjadi lelaki manja yang berlindung dibalik punggung dan nama sang ayah. Harga dirinya terlalu gengsi itu itu.

          

Sasuke juga terkadang menjadi orang yang naif. Ia adalah pencemburu nomor satu dibalik sikap acuhnya. Memiliki Hinata membuatnya malah merasa semakin takut kehilangan gadis itu. Apalagi setelah ini, mereka akan jarang bertatap muka. Tapi, bagaimana pun, ia tak bisa mundur. Bukannya tak memikirkan perasaan Hinata—Sasuke ingin kembali dengan pantas dan berdiri di samping gadis itu dengan bangga. Sekaligus membuktikan pada Hiashi bahwa ia bukanlah bocah nakal lagi, melainkan seorang pria yang akan membahagiakan putrinya dan memberikan cucu yang banyak untuk pria tua itu—juga keponakan untuk Neji.

Eung... tunggu—apa pemikirannya tidak terlalu jauh?

Sasuke mengacak rambutnya pelan dan mendesah. Ia sendiri tak mengira bahwa pikirannya sudah sampai pada hal-hal seperti itu.

Klek!

Mikoto menengok dari balik pintu dan mengerjap pelan. "Sudah selesai berkemas?"

Sasuke mengangkat kepalanya dan mengangguk.

Mikoto tersenyum lembut. "Hinata sudah menunggu di bawah."

Sasuke memejamkan matanya sejenak. Ia kembali mengangguk pelan. "Aku turun sebentar lagi."

"Baiklah. Jangan terlalu lama." Pesan Mikoto sebelum menutup pintu.

Sasuke menghela napas panjang. Ia bangkit dari tempat tidur dan berniat membenahi segala perlengkapan yang akan dibawa. Lalu, gerakannya terhenti ketika matanya tak sengaja menangkap boneka kelinci yang tersimpan manis di atas meja belajarnya.

.

.

.

Keduanya membisu sepanjang perjalanan.

Sasuke memilih untuk menatap keluar jendela mobil, meski itu hanya sebuah pengalihan dari rasa canggung yang mendadak muncul ketika ia melihat Hinata di mansion tadi. Sementara Hinata juga terdiam dan memilih untuk menunduk. Menyembunyikan sebagian wajahnya dibalik rambutnya yang selalu terurai. Ia tak berani mengusik keheningan ini selama Sasuke juga bungkam.

Lagu lawas—Its so Hard to Say Goodbye to Yesterdaymilik Boyz II Men—menjadi lagu yang mengiringi perjalanan mereka menuju stasiun. Sasuke mengumpat dalam hati. Kenapa harus lagu itu yang diputar? Mereka memang akan berpisah, tapi bukan berpisah dalam arti memutuskan ikatan mereka. Bah! Lagu sedih itu malah membuat suasana hatinya jadi makin buruk.

Terlalu larut dalam pikiran masing-masing, mereka sampai tak menyadari bahwa mobil sudah berhenti.

Hinata yang pertama menyadari. Ia melirik Sasuke dan menyentuh lengan pemuda itu pelan. "Kita sudah sampai." Katanya ketika Sasuke melayangkan tatapan tanya padanya. Sasuke melirik sekeliling dan mengangguk sebelum keluar dari mobil diikuti Hinata.

Setelah mengurus semua administrasi, Sasuke dan Hinata tampak menunggu di peron. Hinata berdiri di belakang Sasuke yang belum menoleh sedikit pun sejak keluar dari mobil. Bahu pria itu tampak lebih tegang dari biasanya. Sebelah tangannya dimasukkan ke dalam saku blazer hitam yang terlihat begitu pas di tubuhnya yang ramping dan tinggi. Sementara sebelahnya lagi ia gunakan untuk memegangi koper hitam itu. Yang entah mengapa, di mata Hinata, itu seolah menjadi simbol dari ketidaksabaran pemuda itu untuk segera beranjak dari sana.

🎉 لقد انتهيت من قراءة The Taste of Candy 🎉
manisnya, suka banget cerita yang ringan dan manis seprti ini apalagi sasuhina🥰🥰🥰

قبل 3 أسابيع

hanya ada di dunia fiksi, aslinya mahh boro boroo mgakui🤣

قبل 3 أسابيع

The Taste of CandyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang