Shim Ahjumma tidak mengalihkan sedetikpun pandangannya kepada sosok yang kini tengah bersandar pada pintu kulkas sambil meneguk minuman dari dalam kaleng. Mata wanita lima puluh tahun tersebut terlihat berkaca-kaca. Seorang anak laki-laki manis yang dulu sering dijemputnya di taman kanak-kanak, sekarang sudah sebesar ini.
"Ahjumma, hentikan itu!"
Wanita itu tersentak dan kemudian buru-buru mengusap air matanya.
"Maaf, tuan muda mau ahjumma masakan sesuatu? Tuan muda pasti lapar kan?"
Yang ditanya justru menghela nafas kelewat kasar kemudian berdecak kecil. Membuat wanita tersebut berfikir, bahwa waktu bisa merubah seseorang menjadi sejauh ini. Yoongi, anak manis yang dulu selalu tersenyum telah berubah begitu banyak. Bahkan sejak datang tadi, dia tidak melihat senyum sama sekali dari bibir pemuda itu. Hanya nada datar dan tatapan mata dingin yang wanita itu temukan disana.
Yoongi membuang kaleng yang sudah kosong kedalam tempat sampah, kemudian berjalan mendekati wanita yang dulu mengasuhnya tersebut.
"Aku pikir hanya ayah dan Jimin saja yang berubah di rumah ini. Tapi ternyata ahjumma juga." Yoongi tertawa miris sebelum kembali melanjutkan. "Bukankah dulu saat ibu sibuk ahjumma selalu bilang bahwa ahjumma juga bisa menjadi ibuku? Apa semua sudah tidak berlaku lagi sekarang?"
Wanita itu membekap mulutnya berusaha menahan isakan yang keluar dari bibirnya walaupun itu hanya sia-sia. Karena wanita itu semakin terisak dengan keras.
Yoongi tersenyum kecil, kemudian merengkuh tubuh tersebut. Memeluknya erat serta mengusap lembut punggung yang dulu sering menggendongnya.
"Yoongi, kau sudah besar nak. Kau tumbuh dengan sangat baik. Ahjumma bahagia bisa melihatmu lagi nak." Shim Ahjumma melepas pelukannya, kemudian menangkup ke dua pipi Yoongi serta mengecupi kepala itu berkali-kali.
"Terima kasih sudah kembali pulang nak, Jimin pasti sangat bahagia melihat kakaknya berada disini."
"Aku tidak akan lama ahjumma. Aku datang untuk menjemput Jimin. Aku akan membawa adikku bersamaku. Aku tidak akan membiarkan ayah menghacurkan hidup adikku lebih jauh. Jimin harus memperjuangkan mimpinya sendiri. Adikku harus bahagia."
-
-
-
-
-
Bagi semua orang terdekat Taehyung, melihat Taehyung kambuh bukanlah hal baru bagi mereka. Namun tetap saja mereka tidak akan pernah terbiasa akan hal tersebut. Melihat remaja tampan yang biasanya selalu tersenyum disisi mereka kini harus kembali terbaring lemah di ranjang pesakitan dengan banyak alat yang menempel pada tubuh kurusnya, membuat hati mereka yang melihatnya serasa tersayat begitu menyakitkan.
Taehyung sempat kritis dan mengalami gagal nafas. Namun syukurlah kondisi remaja tersebut kini mulai membaik meski belum sadarkan diri.
Park Insung, dokter yang selama ini menangani Taehyung. Tersenyum kecil melihat wajah damai Taehyung yang masih terlelap. Kemudian pandangannya beralih kepada remaja lain yang tengah tertidur di sofa.
Jungkook, tertidur disana setelah anak itu lelah menangis. Sejak di sekolah tadi siang, anak angkatnya itu tidak bisa berhenti menangis dan tidak ingin beranjak dari sisi Taehyung.
"Cepatlah bangun Kim Taehyung. Jungkook menunggumu." Diusapnya pelan kepala Taehyung sebelum beranjak pergi meninggalkan kamar rawat tersebut.
-
-
-
-
-
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brother ✔
FanfictionMereka kembar namun tidak identik. perceraian kedua orang tuanya memisahkan mereka sejak kecil. Namun karena sebuah ikatan batin, takdir menuntun mereka bertemu kembali saat dewasa. dengan kisah baru, kehidupan baru, dan tanpa mengenal satu sama lai...