Bagian 1 (Terkuaknya Garudeya)

62 2 1
                                    


Sebuah mobil hitam melaju dari pusat tanah jawa menuju ke barat laut, melintasi lereng Sumbing, lereng Sindoro terus melaju ke perkampungan berkabut, tiba di persimpangan mengambil jalan ke kanan. Jalanan yang semakin sempit, diantara perkebunan kentang, lalu memasuki hutan, tak ada lagi rumah penduduk, sesaat kemudian tampak sebuah villa berdiri sendiri di lereng perbukitan. Mobil masuk ke sebuah gapura yang mirip duplikat gapura Wringin Lawang di Mojokerto, dan akhirnya berhenti di depan sebuah bangunan utama. Keluar dari pintu kiri depan seorang pria berkumis, rambut keriting, dari pintu kiri belakang keluar Jaya, pemuda setinggi 170 cm berperawakan sedang, disusul Bejo seorang pemuda yang lebih pendek berkaca mata, dari pintu kanan belakang keluar Atma, pemuda bertubuh gemuk setinggi Jaya. Setelah mereka menutup pintu, mobil kembali melaju semakin masuk ke tempat parkir. Mereka seakan disambut sepasang arca dwarapala di kanan kiri pintu bangunan utama, namun mereka tidak masuk ke bangunan tersebut melainkan berjalan ke samping, di sana ada bangunan joglo yang lebih sempit. Pria berkumis memberi isyarat tangan pada seorang pria di dekat pintu, dan tanpa berkata-kata pria tersebut membukakan pintu rumah joglo tersebut.

"Silakan masuk." Kata pria berkumis, "Saya sengaja tidak membawa kalian ke ruaang tamu, tetapi langsung ke ruang koleksi pribadi saya. Oh ya sepanjang jalan saya belum memperkenalkan diri, kalian bisa panggil saya Hardi. Sayalah yang mengirim undangan memalui e-mail kalian masing-masing. Bagaimana saya bisa tahu kalian? Jangan heran karena kita sebenarnya sudah lama saling kenal, hanya belum pernah berjumpa. Jika ada pertanyaan simpan saja untuk nanti."

Hardi langsung masuk diikuti ketiga pemuda. Sebuah ruangan yang tidak terlalu luas disbanding sebuah museum, namum menyimpan berbagai benda peninggalan abad 8 sampai 9 masehi. Jaya tampak berseri-seri melihat banyaknya benda purbakala, dalam hati dia berkata tidak sia-sia aku memenuhi undangan rahasia ini. Tampak tersusun rapi stupa Buddha, stupa Hindu, dua buah Lingga diletakkan di kanan kiri sebuah Yoni, arca Parwati, arca Nandi, arca Siwa, arca Ganesa, Jaladwara, Kalamakara. Berbeda dengan Jaya, Bejo dan Atma justru memeperlihatkan ekspresi wajah gugup, bahkan yang aneh di daerah pegunungan berkabut mereka berdua justru mengeluarkan kringat, hal ini tidak terlalu diperhatikan Jaya, namun Hardi memperhatikan. Setelah beberapa waktu, Hardi mengajak ke ruangan lain yang tersekat oleh pintu tanpa daun pintu. Ketika memasuki ruangan tersebut sontak mereka bertiga terkejut, bukan karena banyak bertebaran keris pusaka serta tombak, namun diantara belasan keris tergeletak sebuah hiasan dada dari emas.

Setengah menggumam Jaya, Bejo dan Atma berkata hampir bersamaan. "GARUDEYA."

Hardi tersenyum simpul, "Rupanya kalian langsung mengenalinya ya."

"Ornamen garudeya ini mirip seperti yang ada di Museum Mpu Tantular, Sidoarjo." Jaya menjawab. "Apakah ini ditemukan di Jawa Tengah di sekitar sini pak Hardi, di situs Liyangan, Gedong Songo, atau Dieng?"

Sementara itu Bejo dan Atma semakin berkeringat, "Jaya sebaiknya kamu diam." Bejo menginjak kaki Jaya dengan maksud memberi kode.

"Kalian berkeringat di udara sedingin ini?" Jaya baru menyadari sesuatu yang janggal setelah menoleh ke Bejo dan Atma, pandangannya ia alihkan ke Hardi. "Pak Hardi, apa maksud semua ini, jangan-jangan." Jaya terdiam sejenak.

"Kenapa berhenti Jaya." Hardi tersenyum, "Ayo lanjutkan perkataanmu."

Mendadak semua hening, waktu terasa berjalan melambat. Jaya yang awalnya senang melihat barang-barang kuno kini perasaannya menjadi berubah, sebuah ketakutan tak beralasan. Hatinya mengatakan ada yang tak beres, tetapi mulutnya mendadak terkunci.

"Halo..." Suara Hardi memecah keheningan. "Kenapa diam, Bejo penggagas dan ketua Kelompok Kala Hitam yang ditakuti seantero negeri hanya terdiam, Atma ahli laboratorium juga penggagas Kala Hitam berbadan besar tapi nyalinya tak ada, Jaya mengaku sebagai mantan anggota Resimen Mahasiswa yang sok pahlawan membantu kepolisian menangkap gerombolan Kala Hitam, juga terdiam. Di mana taring kalian, di mana kecerdasan kalian."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 12, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

JALADWARAWhere stories live. Discover now