"Bahagiaku itu simple, cukup berdua denganmu, itu aja"
Baru pertama ini, aku tiba di sekolah begitu pagi. Jam ditanganku menunjukan pukul 06.30. Biasanya 5 menit sebelum masuk, aku baru tiba di sekolah, atau barengan bel masuk bunyi aku baru tiba.
Tapi kali ini, aku begitu semangat untuk berangkat ke sekolah. Aku ingin cepat bertemu dengan pagi, bangunku begitu semangat. Bahkan saat Mama teriak, "Syujaaa banguuuuuun....." Aku dalam kondisi sudah mandi. Sehingga Mama terlonjak dan menganga karena terkejut.
Walaupun aku sedikit pilek dan hidungku agak tersumbat. Tapi, aku tak perduli, aku tetap fight untuk berangkat ke sekolah...
Saat aku ingin masuk ke gerbang sekolah, kali ini satpam sekolah yang aneh melihatku,
"Ada masalah apa?"
"Masalah?" Aku bengong.
"Iya, kok tumben."
"Lah... saya kan emang anak rajin...."
"Ahh... paling mau nyontek PR ya."
"Ha ha..." dituduh gitu aku jadi ngakak geli sendiri.
Aku dan Pak Satpam memang sudah terbiasa saling bercanda. Dia orangnya baik, pernah waktu aku telat lima menit, pagar tetap dibukanya sehingga aku selamat dari jeratan hukuman terlambat.
Maklum di sekolahku ini telat satu menit saja, pagar sudah di tutup. Baru dibuka tiga puluh menit kemudian sampai semua yang telat sekalian terkumpul. Sudah gitu kalau mau masuk ada hukumannya seperti bersihkan WC, atau segala jenis hukuman sesuai dengan kreasi guru yang piket pada hari itu.
Aku berjalan melangkah ke arah kelasku, dan saat aku sudah berada di depan kelas melongok ke dalam, aku tidak melihat Naya. Kemana ya dia? Apa dia sakit?"
Ketika bel berbunyi, Naya tergopoh masuk kelas. Aku mendadak bertenaga kembali. Wajahku pasti langsung berseri-seri.
Jam pertama ini pelajaran matematika. Aku harap bukan Pak Darto yang mengajar. Yes, rupanya bukan, Guru yang muncul masih muda berkacamata, murah senyum, dan tidak kelihatan galak. Dia bahkan memberikan kata-kata motivasi terlebih dulu sebelum memulai pelajaran. Kemudian hari baru kuketahui nama guru ini adalah Pak Edwin.
"Anak-anak, buka halaman 77, kita masuk pelajaran statistika."
Aku bingung, selama sekolah aku tidak pernah membawa buku. Semua buku aku geletakkan di laci mejaku, jadi isi tasku hanya ada buku tulis yang aku bawa secara random.
Kulihat ke arah sampingku, Rendi membawa buku. Aku melirikkan mataku ke arah buku Rendi. Dan Rendi rupanya bisa memahami kondisiku.
Rendi menggeser bukunya di tengah-tengah, posisi yang mana aku dan Rendi bisa melihat buku itu bersama sepanjang pelajaran. Rendi tampak serius dan antusias, sementara aku masih belum juga melihat sisi menarik matematika sehingga sampai harus diseriusi segitunya.
Pelajaran berlangsung interaktif. Saat diberi pertanyaan semua murid seperti berebut menjawab. Oh ya ampun...
Dan itu berlangsung sampai bel istirahat berdering.
"Oke, kita selesai sampai sini dulu ya."
Saat kelas sudah tidak ada guru dan mulai sepi, aku masih duduk setia di kursiku, Aku menunggu momen yang pas dan natural untuk menyapa Naya. Tapi belum sempat harapanku terwujud, ada seorang cowok yang mendatangi Naya. Cowok itu berbadan gede, kelihatan gagah dengan keringatan berkilatan, sepertinya dia baru habis dari pelajaran olahraga.
"Oh, ada Gerry tuh Nay," Manda teman semeja Naya menunjuk dengan dagunya. Dia lalu langsung menghindar seolah memberikan kesempatan mereka berdua untuk berbicara. Sementara aku masih memilih duduk sambil pura-pura sibuk membolak-balik buku tulisku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syuja (Sejauh cinta untuk Naya)
RomanceSYUJA seorang anak yang bandel, benci dengan sekolah, niat sekolahnya bukan untuk belajar, tapi hanya untuk bertemu dengan teman-temannya. dia punya genk yang punya solidaritas yang tinggi di dalam kelas, namun karena kenakalan mereka, mereka terpak...