"Bisa berhenti natap gue?" Ucap Geffan yang kini balik menatap Davina tajam.
Davina tersenyum. "Bisa, tapi aku lebih suka natap kakak." Jawab Davina sembari tersenyum malu.
Geffan menghelakan nafasnya pelan dan kembali fokus dengan kegiatannya sekarang yang sedang mengerjakan tugasnya. Tidak ada gunanya berdebat dengan Davina. Sudah hampir setengah jam Davina didepan Geffan sembari menatap Geffan dengan senyum bodohnya.
Geffan melirik sisi kanannya. Satu cup kopi americano hangat dengan roti disisinya dan beralih menatap Davina dingin lalu kembali menatap laptopnya lagi. Entah bagaimana Davina dapat membawa makanan dan minuman ke perpustakaan dan bahkan Davina tahu kalau Geffan sedang berada diperpustakaan. Tidak habis pikir.
"Kak Geffan nggak suka americano hangat, ya? Kok nggak diminum?" Tanya Davina penasaran.
Geffan tidak menjawab. "Ini enak loh kak, anget-anget gitu. Biar Kak Geffan nggak dingin di perpus." Ucap Davina pantang menyerah.
Bukan kopinya yang tidak Geffan suka tapi pemberinya. Jika kalimat itu dapat membuat Davina berhenti mungkin Geffan akan mengatakannya saat ini juga. Tapi berbeda dengan Davina mungkin akan memperpanjang ucapan Geffan entah akan seberapa panjang jadinya. Tidak berguna berdebat dengan Davina.
"Kak Geffan." Panggil Davina.
"Apa?" Tanya Geffan.
"Kak Geffan, lagi sakit?" Tanya Davina balik.
"Nggak." Jawab Geffan singkat.
"Kok diem aja?" Tanya Davina.
"Terus gue harus berisik kayak lo?" Tanya Geffan ketus.
"Emangnya aku berisik?" Tanya Davina balik
"Menurut lo?"
Davina tersenyum malu. "Dikit."
Wajah Davina memerah. Jantungnya seperti saat ia habis olahraga. Apa Geffan juga sama seperti Davina? Yang merasakan maraton setiap kali bertemu Geffan bahkan senyum Davina juga tidak bisa terkontrol saat dekat Geffan. Davina menarik bangkunya pelan dan berusaha lebih dekat dengan Geffan. Ingat, jangan berisik. Pikir Davina.
"Kak Geffan." Bisik Davina.
"Apa lagi?" Tanya Geffan yang sudah mulai sebal.
"Kakak nggak deg-deg-an deket aku?" Tanya Davina yang masih dengan suara bisikan.
"Nggak." Jawab Geffan sebal.
"Aku deg-deg-an deket kakak." Bisik Davina.
"Nggak peduli." Jawab Geffan ketus.
"Kak Geffan." Bisik Davina.
"Lo ngapain bisik-bisik, sih?" Tanya Geffan yang sudah mulai kesal.
"Biar Kak Geffan nggak keberisikan." Jawab Davina pelan-pelan.
"Kak Geffan." Bisik Davina.
Geffan menghelakan nafasnya dan menatap Davina. "Apa?"
Davina tersenyum lebar. "Aku suka bisik-bisik sama Kak Geffan." Ucap Davina yang berhasil membuat seorang Geffan Erlangga Digantara menggelengkan kepalanya.
Davina menutupi wajahnya malu. Geffan yang melihatnya hanya bingung tidak habis pikir dengan sikap Davina. Tidak ada malu atau tidak ada otak. Beberapa kali Geffan berpikir tentang Davina pun tidak ada sisi normalnya.
Davina menurunkan buku yang menutupi wajahnya dan melirik Geffan yang terlihat serius dengan laptop dan buku-bukunya. Davina menarik sudut bibirnya dan kembali menatap Geffan. Davina tersenyum menatap Geffan. Wajah Davina memerah. Jantungnya bahkan berdegup kencang untuk kesekian kalinya setiap menatap Geffan. Sepertinya Davina benar-benar sudah jatuh cinta bukan hanya kagum yang ia anggap sebuah jatuh cinta.
"Kayaknya aku beneran suka sama Kak Geffan." Ucap Davina sangat pelan tapi masih dapat terdengar oleh Geffan dan bersikap seolah tidak tahu.
Davina menegakan tubuhnya, menggenggam kedua tangannya dan menatap Geffan serius. "Kak Geffan, aku suka sama Kak Geffan." Ucap Davina sedikit mengencangkan suaranya dan berusaha agar Geffan tetap mendengarnya.
Geffan menghentikan kegiatannya, menatap Davina. Deg. Davina tersenyum lebar melihat wajah Geffan yang merespon ucapan Davina. Mata tajam Geffan, Davina menyukainya. Ya, walau selalu menatap Davina dingin.
"Gue nggak suka sama lo." Satu kalimat Geffan yang berhasil membuat Davina sebal mendengarnya.
Davina menurunkan bahunya lemas. "Ah, Kak Geffan! Kok jawabannya gitu? Padahal tadi udah romantis loh kak. Aku natap kakak terus Kak Geffan natap aku. Tinggal jawab aku suka juga sama kamu." Protes Davina tidak terima.
"Lo nggak waras, ya?" Tanya Geffan mengejek.
"Waras kok, makanya aku ngusulin kakak jawab Aku suka juga sama kamu." Jawab Davina pantang menyerah.
Geffan menatap Davina tidak percaya. "Lo siapa gue nyuruh gue jawab gitu?" Tanya Geffan.
"Calon pacar kakak." Jawab Davina percaya diri.
"Emang gue mau sama lo?" Tanya Geffan.
"Nanti juga mau kok." Jawab Davina.
"Kata siapa?" Tanya Geffan sudah mulai sebal.
"Kata aku barusan." Jawab Davina.
Geffan menatap Davina tidak percaya dan kembali mengalihkan pandangannya ke laptop. Bahkan Geffan kehabisan kata-kata membalas perkataan Davina. Memang seharusnya Geffan tidak perlu berdebat dengan Davina.
"Gimana kak? Kak Geffan udah berubah pikiran?" Tanya Davina pantang menyerah dan diabaikan oleh Geffan.
"Kak Geffan udah suka sama aku? Kita pacaran yuk kak." Ajak Davina akhirnya.
"Nggak." Jawab Geffan singkat.
"Kok nggak?" Tanya Davina.
"Ya, karena gue nggak mau." Jawab Geffan ketus.
"Nggak mau nyoba dulu?" Tanya Davina pantang menyerah.
Geffan menutup laptopnya kasar. "Lo mau diem atau keluar?" Tanya Geffan yang sedikit membentak dan membuat semua orang yang didalam perpus melihat Geffan dan Davina.
Davina menudukan wajahnya takut. "Kak Geffan, jangan marah-marah. Aku takut."
Sial, suasananya jadi tegang karena Geffan barusan membentak Davina. Geffan menghelakan nafasnya berat dan mengambil kopi disampingnya, meminumnya. Geffan melirik Davina yang masih menundukan kepalanya sambil membuka-buka buku.
"Geffan Erlangga, jurusan arsitektur, fakultas teknik." Panggil Bu Sri, penjaga perpustakaan.
Geffan menatap malas, masalah lagi. "Selamat siang bu." Sapa Geffan.
"Membawa makanan di perpustakaan dan membuat keberisikan. Sudah semester berapa kamu? Bukannya fokus belajar malah membuat ulah diperpustakaan." Oceh Bu Sri.
"Bukan Kak Geffan bu yang bawa makanan itu aku, aku lagi pendekatan sama Kak Geffan." Ucap Davina.
Bu Sri menatap Davina tajam. "Kamu lagi malah pacaran. Ini perpustakaan bukan tempat pacaran."
"Aku bukan pacaran bu, seriusan. Orang Kak Geffan nggak mau aku ajak pacaran." Ucap Davina jujur.
"Sudah umur berapa kamu? Masih aja main-main." Tanya Bu Sri
