1. Awal

732 54 46
                                    

Intinya perkumpulan memiliki banyak manfaat dan juga suatu kebanggan bagi yang mempunyai, - Anjas
_

Suara deru Knalpot saling bersautan menginjakkan ban motor besar di area SMA DIAN HARAPAN.

Pukul 06.30, Pada hari senin. Membuat beberapa siswa terpandang akan pesona dan ketenaran itu terpaksa harus datang pagi untuk mengikuti upacara.

Hal yang paling membosankan.

Mereka berenam segera memarkirkan motor kesayangan masing-masing di tempat yang sudah di sediakan khusus. Yang artinya hanya mereka saja yang boleh memarkirkan kendaraan di tempat itu. Jika ada yang berani, berarti orang itu sudah siap menerima ganjaran dari perbuatan yang mereka perbuat sendiri. Maka untuk itu,salah semua dari mereka akan turun tangan memberi pelajaran pada orang tersebut.

Bahkan tak jarang siswa yang melewati mereka bergidik ngeri dengan penampilan alah brandal bermuka kalem. Lain dengan para siswinya, mereka sengaja memperlambat langkah agar bisa terus melihat satu persatu idola mereka dan teristimewa untuk seorang Anjas.

Melihat banyak gadis yang menyapanya, cowok jangkung itu hanya memberikan senyum tipis dan hal itu berhasil membuat beberapa
Anak perempuan itu menahan napas kemudian menjerit keras.

Sahabat Anjas hanya geleng-geleng kepala melihat reaksi berlebihan cewek alay itu. Baru saja di senyumkan sudah jingkak-jingkrak, bagaimana kalau di cipok? Auto mati mendadak.

Perkenalkan juga kelima sahabat karib Anjas.

Putra Sebastian, merupakan ajudan Anjas sebagai wakil perkumpulannya. Memiliki sifat bodoamat dan terkesan pendiam.

Anas Ralean, si seblek or goblok, anak pengusaha tapi penggemar traktiran. Katanya "Makanan yang di beliin orang lebih nikmat daripada yang di beli sendiri."

Nizar kusuma, playboy nomor 1 SMA Dian Harapan tidak mengenal status lawan jenisnya, tetap di embatnya.  Jambul pirangnya selalu menjadi daya pikatnya.

Abun Singgara, tangan kanan Anas, dimana ada Anas di situ ada Abun. Sifatnya berubah-ubah mengikuti mood, nama panggilannya Bunglon.

dan yang terakhir Renal Prayoga, terkenal kalem, penyayang hampir sama seperti Anjas, bedanya Renal selalu mengalah berbanding balik dengan ketua mereka.

Masing-masing mereka memiliki  pesona dan kesan tersendiri pastinya.

Being yourself

“Kami mohon kepada yang mulia bapak Anjas Egoncarlen terhormat. Saya Anas ingin bertanya kenapa kita hari ini harus datang pagi tidak seperti biasanya?” Pertanyaan itu di angguki oleh kelima temannya.

"Buat upacara! Gue gak pernah liat lo semua upacara," Jawab Anjas. Matanya sibuk menelisir rambutnya yang berantakan di kaca spion.
Anjas merapikan rambutnya ke belakang menggunakan jari tangannya.

Kalau awalnya udah berantakan mau di apain juga tetap berantakan.

Cengiran khas mereka keluar ketika mendengar jawaban Anjas. Mereka memang jarang atau hampir tidak pernah melakukan upacara saat pertama masuk SMA. Pikir mereka, lebih baik nongkrong di kantin manjain perut dari pada jemuran di lapangan panas-panasan.

“Eh njas?”panggil Nizar.

Anjas kembali menatap sahabatnya dengan mengangkat satu alisnya seolah bertanya 'Kenapa?'

“Lo udah tau berita tentang Fafa?”
Anjas menautkan alisnya lalu menggelengkan kepala, tanda ia belum mengetahui apapun sejak kembali bersekolah.

          

Abun ikut menggelengkan kepala, “Dasar kudet lo!”

“Gue beneran gak tau. suer,” ujar Anjas dengan mengangkat jari telunjuk dan tengahnya membentuk piece.

“Dia jadi bahan taruhan Geng Arnold,” kini Putra yang bersuara.

“Iming gik idi ikhlik,” ujar Anas.

“Gue yakin ada sesuatu yang gak beres tentang hal ini,” di sambung oleh Renal.

Anjas semakin tidak mengerti. Kenapa dia ketinggalan informasi yang menurutnya harus ia ketahui. Karena Anjas sudah di beri tanggung jawab dari para dewan guru untuk melindungi dan menjaga nama baik sekolah maupun muridnya.

Sebagai orang terpercaya pasti harus mengetahui itu deluan, bukan?

“Kok bisa gue gak tau?”

Sahabatnya dengan serentak mengedikkan bahu.

“Jadi gimana?” Tanya Abun bersamaan dengan bunyi bell yang berbunyi menyuruh semua siswa/siswi untuk segera melakukan upacara bendera.

“Lanjut apa upacara?” Tanya Anas sambil berharap dalam hatinya yang paling dalam semoga Anjas peka.

“WARUNG mama Sam.” Tegas Anjas mengundang senyuman para sahabatnya.

_

Sekarang mereka sudah berada di warung tempat tongkrongan biasa mereka. Tepat di belakang sekolah yang pada dasarnya punya aura mencekam kini menjadi tempat yang nyaman serta bersih akibat gotong-royong anggota Anjas.

Mereka sekarang duduk saling berhadapan agar terlihat lebih mudah untuk mendengarkan satu sama lain.

“Ceritain,”

Mereka yang sudah siap, mulai menceritakan keseluruhan yang mereka ketahui pada Anjas. Berusaha untuk menahan amarah agar tidak meledak, Anjas memilih untuk menggenggam sesuatu yang bisa ia remukkan. Seperti saat ini ia sedang menggenggam gelas kaca berukuran sedang. Saat cerita sudah hampir terjelaskan semua tiba-tiba..

Pyarrr

Gelas itu pecah dan kepingannya jatuh kelantai bersamaan dengan darah merah kental milik Anjas.

Abun hanya membulatkan mata, hingga tangan seseorang melayang tepat di wajahnya.

Plakkk

“BANGSAT!”

“SATE...” sahut Nizar dan Anas setelahnya mereka tertawa keras akibat ulah Putra.

“Mau pesan sate den??” Tanya mama Sam yang baru saja datang dari berbelanja di warung depan.

Di warung mama Sam memang sudah menyediakan berbagai macam makanan, yang sudah pastinya bersediakan menu pilihan anak-anak yang sering nongkrong di warungnya.

“Lah mas ganteng tangannya kenapa?” Panik mama Sam sambil gelegapan kesana kemari.

“Tenang mama...disini gak ada yang mau lahiran,” timpal Anas.

Nizar menoyor kepala Anas keras , “Goblok jangan di pelihara,”

Sedangkan sasaran hanya cengengesan tidak jelas dan mulai mendekati Anjas.

“Lo hobi banget ngerusakin barang ya njas? jadi takut gue kalo lo sampe dateng kerumah, bisa-bisa gelas kaca yang nyokap gue beli di Berlin lo pecahin juga,” celetuk Anas langsung mendapat tatapan bengis dari mata elang milik Anjas.

Mama Sam sudah membersihkan tangan Anjas dari sisa-sisa beling kaca yang berada di tangan cowok itu.
Kelihatan jelas kalau pecahan kaca itu tertusuk sangat dalam di tangan Anjas, tetapi melihat dari raut wajahnya yang masih merah menahan amarah, rasanya ini bukan apa-apa bahkan terlihat seperti baik-baik saja. Yang lainnya hanya bisa menatap diam dan membiarkan satu orang berbicara. Siapa lagi kalau bukan Putra. Karena cuma dia yang bisa berbicara pada lelaki itu di saat seperti ini.

“Jadi apa yang harus kita lakuin?”

Anjas nampak berpikir “Atur strategi seperti biasa, kumpul di markas. Hubungi semua anggota dari sekolah ini, kita rapat.”

Semuanya termangu mendengar suara berat milik lelaki itu dengan serentak mereka mengangguk.

_

Feel nya dapet gak sih?

#Anjas
#Putra
#Anas
#Nizar
#Abun
#Renal

Vote komen di utamakan.

Jangan lupa ajak teman dan saudara kalian untuk baca cerita ini...

Salam sayang❤

ANJASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang