~ Happy Reading ~
***
Segala sesuatu yang ditakdirkan menjadi milikmu tidak akan pernah hilang, sekalipun sempat lepas darimu ia akan tetap kembali. Begitu pun sebaliknya, sesuatu yang tidak ditakdirkan menjadi milikmu akan hilang, sekuat apa pun kamu menggenggam.— Detak.
MALAM ini sesuai janji, Gerald akan menjemput Levi tepat jam tujuh malam. Sekarang gadis itu telah siap dengan pakaiannya. Levi menatap dirinya pada cermin berukuran sebadan yang terletak di sudut kamar. Berkali-kali ia tersenyum ketika melihat pantulan dirinya di cermin itu.
Ingin memuji diri sendiri cantik—tapi memang itu kenyataannya. Siapa pun yang melihat Levi malam ini pasti akan mengatakan hal yang sama. Malam ini Levi mengenakan dress yang dipilih langsung olehnya di butik Raina tadi pagi. Mempunyai ibu seorang desainer terkenal membuat Levi merasa beruntung. Ia jadi tidak perlu repot-repot mencari pakaian di luaran sana. Cukup memberitahu Raina—maka semua beres.
Dress dengan model flounce menjadi pilihan Levi malam ini. Dress dengan kombinasi warna putih-hitam serta grey dengan aksen pita pada bagian pinggul. Dress sepanjang lutut ini terlihat begitu pas dan cocok di tubuhnya. Menampilkan bagian bahu putih mulus miliknya. Namun jauh dari kesan seksi. Karena dress ini terlihat begitu girly untuk gadis remaja seperti dia.
Tidak lupa, ia memoles sedikit wajahnya menggunakan bedak tabur, memakai lipmate berwarna pink, serta eyeliner pada bagian mata. Ini memang merupakan dandanan Levi. Gadis itu tidak menyukai make up terlalu berlebihan.
Sementara untuk rambut, Levi memilih untuk menggerainya. Gadi itu hanya menggunakan bandaw dengan tatanan bunga. Bandaw berwarna putih gading itu begitu cocok dengan dress yang dia kenakan saat ini.
Penampilan Levi malam ini jadi terlihat semakin cantik plus manis.
Levi berjalan menuju lantai bawah. Waktu telah menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit, artinya sebentar lagi Gerald akan datang menjemput. Rumah bergaya modern ini tampak sepi, hanya ada beberapa pelayan yang mengerjakan tugas mereka masing-masing. Sementara Raina belum pulang, karena masih ada beberapa urusan yang harus ia kerjakan di butik miliknya.
Bell rumah berbunyi. Terlihat seorang wanita paruh baya yang masih menggunakan celemek abu-abu bergegas membuka pintu. Namun Levi mencegahnya.
“Biar aku aja yang buka, Bi.” Pelayan itu mengangguk paham dan segera kembali menuju dapur.
Bibir Levi tak ada henti-hentinya tersenyum saat melangkah menuju pintu masuk. Karena Levi yakin, orang yang baru saja memencet bell barusan pasti Gerald.
KAMU SEDANG MEMBACA
D E T A K [COMPLETE]
Teen FictionHidup bercukupan dan mendapatkan kasih sayang penuh dari kedua orangtuanya tak lantas membuat Shanata Levi Azzura bahagia menjalani kehidupan sebagai anak-anak normal. Menderita penyakit jantung di saat usianya yang baru menginjak enam tahun, membua...