Nuansa gelap terhampar di langit sejauh mata memandang, bintang-bintang menghiasinya dengan formasi berantahkan tapi terlihat sempurna begitu saja. Hanna sedang mengangumi suasana malam musim semi di balkon kamarnya. Ia sering melakukan hal ini, terkadang hanya berdiri memandangi langit dan cahaya bulan, terkadang dengan membaca novel, atau mendengarkan lagu-lagu kesukaannya.
Semuanya tampak seperti malam-malam biasanya, tapi tiba-tiba sepasang tangan yang kuat menyergapnya dari belakang, tangan itu menutupi matanya sehingga yang terlihat hanya kegelapan. Siapa yang melakukan ini? Apa yang dia inginkan dari Hanna?
Hanna nyaris akan berteriak dan menendang penyergapnya jika saja ia tidak mendengar suara pria yang sangat dikenalnya.
"Well, aku mendapatkanmu sekarang. Jangan mencoba melawanku, sayang." Suara ini...
"Steven!" pekiknya tanpa ragu. Steven yang melakukan ini. Seharusnya ia bisa menduganya.
"Benar, itu namaku. Ayo ikut denganku, aku akan membawamu ke suatu tempat yang spesial." Bisiknya di telinga Hanna dan masih belum melepas tangannya.
Hanna hanya mengangguk patuh, untuk saat ini. Ia mengikuti instruksi Steven."Kau mau membawaku ke mana?" tanya Hanna penasaran.
"Ssst...."
Jika sudah begini Hanna hanya bisa diam saja dan menahan rasa ingin taunya. Namun begitu mereka sampai di tempat tujuan mungkin Hanna akan sangat terkejut.
"Nah, sekarang buka matamu perlahan," bisik Steven di telinganya.
Hanna menuruti instruksi Steven, perlahan ia membuka matanya dengan Steven yang memegang bahunya dari belakang.
Dan...
"Oh... ini sangat indah, Steven." Pujinya takjub sekaligus terharu.
Pemandangan yang sama, orang yang sama, tapi tempat yang berbeda. Semuanya seperti hanya terjadi dalam pikirannya. Meskipun waktu telah menelan semua kenangan indah itu jauh di dalam ingatannya, sekarang semuanya tampak seperti pemutaran ulang film secara terbalik. Di sini memang bukan tebing di mana Steven pernah membawa Hanna tapi semuanya terasa sama saja, karena baik dulu maupun hari ini, sekarang, Steven tetaplah Steven, pria yang ia cintai. Atau lebih tepatnya orang yang pertama kali mengenalkannya dengan sesuatu yang indah sekaligus bisa membunuhmu. Cinta.
Sebenarnya di sini bukan tempat yang spesial, Hanna hampir selalu datang ke mari jika ia sedang merasa kesal ditambah lagi tempat ini persis di belakang rumahnya. Angin musim semi yang dingin berhembus seperti hantu menerpa pohon palm dan kelapa sehingga menimbulkan bunyi-bunyian yang aneh, ombak terlihat mengkilap disinari cahaya bulan seperti biasanya, langit hitam pekat menghampar dengan taburan cahaya kecil yang indah, dan Hanna bisa melihat dengan jelas tebing-tebing di kejauhan melalui cahaya bulan yang remang-remang. Semuanya terbingkai dengan sangat indah.
"Apa kau menyukainya? Ini untuk makan siang yang batal," kata Steven lembut dengan masih di belakang Hanna.
Hanna mengangguk senang, ia lalu berbalik untuk menatap Steven."Sangat, sangat menyukainya." Jawab Hanna, merasa ingin menangis saking senangnya.
"Sukurlah," ia tersenyum hangat ke arah Hanna. "Dan, aku juga membawa sterio untuk memutar lagu yang mungkin akan meramaikan acara 'menonton bintang' kita." Sambil mengangkat benda itu dengan satu tangan ke arah Hanna.
"Steven... kau benar-benar melakukannya. Terimakasih." Lalu ia memeluk Steven tanpa memberi kesempatan bagi Steven untuk merespon.
Malam ini adalah satu dari sekian malam terbaik bersama Steven bagi Hanna. Ia tidak bisa berkata banyak untuk menunjukkan betapa bahagianya dia saat ini. Ia hanya bisa tersenyum ke arah Steven dengan senyuman terbaiknya lalu menyimpan momen ini sedalam mungkin agar ia tak pernah melupakannya. Selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCIFER
RomanceHanna tau dirinya tak mungkin lagi lari dari takdir. Suatu takdir kejam yang kembali mempertemukannya dengan pria itu. Lucifer yang sempurna. Ia menyalahkan dirinya sendiri karena tak dapat membencinya. Menghukum batinnya dari memiliki pria itu. Ste...