Irene terdiam sambil menatap kentang goreng di teflon dengan tatapan yang datar. Dia mencengkram pegangan spatula dengan tenaga yang kuat.
"Yerimie..." bisiknya sambil terus memikirkan sesuatu.
Sebelum memasak untuk makan malam. Seperti biasa, Irene akan mencuci baju dan memilih pakaian kotor untuk dimasukkan ke mesin cuci. Namun dia tidak menemukan satupun seragam sekolah milik Yeri. Akhirnya Irene memutuskan untuk mencari ke kamarnya."Anak ini, kebiasaan banget gak langsung taruh di keranjang" Irene mengambil beberapa baju Yeri yang diletakkan di atas kursi. Dia lanjut mencari segaram sekolah Yeri hingga ke sudut-sudut sampai dapat. Namun, Irene menyadari sesuatu di baju putrinya.
"Apa ini? Darah?"
Hingga saat ini, Irene cemas akan hal itu. Memasak saja tidak fokus. Sampai membuat kentang goreng itu lumayan gosong.
Irene yakin ada sesuatu yang disembunyikan Yeri lagi.~~~
"Yerim ah.."
"Ya mom?"
"Kamu bisa jujur sama mommy"
"Eung?" Tanyanya kebingungan. Yeri berhenti mengunyah dan menatap ibunya dengan tatapan bertanya. Yeri terkejut saat melihat Irene yang mencondongkan tubuhnya ke depan dan menyingkap kerah baju Yeri ke samping dan menemukan perban kasa yang menutupi luka di pundaknya.
"Ini kenapa?"
"B-bukan apa-apa" yeri termundur duduknya dan menutupi luka tersebut.
"Kenapa? Bukannya ini sudah semakin membaik? Kenapa berdarah lagi?"
"Bukan hal yang penting, mom."
Yeri nampak cuek saja. Meskipun Irene menangkap eskpresi Yeri yang agak takut tadi. Sepertinya anak itu pandai mengendalikan emosinya. Hingga dia terlihat sangat tenang saat ini. Padahal ibunya sudah sangat cemas, terus memikirkan hal buruk yang terjadi."Kim Yerim!!"
"Mom...."
"Jujurlah selagi mommy bertanya baik-baik" Yeri pikir, Irene sudah melupakan hal seperti ini. Irene juga sudah tidak pernah bertanya lagi soal luka-luka yang diberikan anak buah Suho. Namun sepertinya, perkiraan dia salah.
"Mom, bisakah kita melupakan hal ini?"
Irene menghela dan membuang nafas frustasi. "Kenapa yerim ah? Bilang saja sama mommy. Hm? Jangan ada yang ditutup-tutupi."
Irene masih berusaha mengatur emosinya. Mereka sudah melupakan makan malam mereka. Kini Irene duduk di samping putrinya, tapi posisi mereka berhadapan. Irene mengelus pipi Yeri sambil membelai rambutnya."Kamu tau, mommy sangat khawatir..." Irene sudah menumpahkan air matanya.
"Mom.. uljima..." Yeri mencondongkan tubuhnya dan menarik Irene untuk dia peluk.
"Maafkan aku..""Tidak." Irene melepas dan sedikit mendorong tubuh Yeri agar pelukan mereka terlepas. "Sebelum kamu jujur sama mommy."
"Mom.."
"Katakan yang sebenarnya!! Mau sampai kapan kamu terus terluka seperti ini!? Dan mau sampai kapan kamu harus menutupi ini dari mommy?!"
Kata Irene penuh penekanan dan emosi yang sudah tidak bisa dia tahan. Bahkan anak itu sampai berlutut di depan Irene
"M-mianhae.. mommy.. jebal.." Yeri menggenggam tangan ibunya dengan erat.
"Keterlaluan kamu, Kim yerim!" Irene menghempaskan tangan Yeri yang tadinya berada di atas tangannya.
"Kamu anggap mommy sudah tidak ada!? Dan kamu selalu menganggap rasa takut saya itu adalah lelucon bagimu!?"
Irene berdiri dan menatap marah dengan putrinya yang saat ini hanya menunduk."Kim Yerim? Jawab saya!"
"Mom... i'm so sorry" Yeri ikut berdiri dan ingin memeluk Irene seperti biasa. Namun malah dorongan kasar yang dia terima di pundaknya hingga itu terasa sakit dan terus berdenyut.
"Maaf tidak akan cukup menyelesaikan semuanya. Baiklah, jika kamu memang tidak mau jujur. Anggap saja saya sudah tidak ada. Kamu bukanlah anakku lagi."
"Mommy... hiks.." dibilang seperti itu, Yeri menjadi semakin takut. Dia terus memohon, namun Irene benar-benar sudah tak perduli. Wanita itu mengunci dirinya di kamar dan tidak ingin diganggu oleh siapapun. Meskipun hatinya sangat sakit terus mendengar tangisan Yeri sambil terus mengetuk pintu dan memanggil dirinya.
Kesabaran Irene sudah habis. Wanita itu tau, yang dia lakukan memang salah. Dia kasihan melihat Yeri di depan pintunya yang terus meminta maaf. Semoga saja dengan cara ini, Yeri bisa sadar bahwa yang dilakukan Irene ini adalah karena dia sangat khawatir pada putrinya.
"Ya tuhan.. bagaimana aku bisa sangat tega padanya.." bisik irene pelan sambil mengacak rambutnya frustasi. Air mata kembali mengalir dengan deras kala mendengar tangisan Yeri diluar sana yang tak kunjung henti.
~~~
23.00pm KST
Irene membuka pintu kamarnya dengan perlahan saat tak mendengar suara ribut lagi diluar.
Wanita itu langsung mendapatkan putrinya yang ketiduran di sofa. Irene kembali memasuki kamarnya dan mengambil selimut.Menutupi tubuh Yeri sembari dia duduk di sisi sofa sambil membelai wajah Yeri yang matanya bengkak.
'Maafin mommy juga'
Kasihan putrinya. Irene juga menyingkap baju Yeri dan memberikan minyak angin di perutnya, juga sekitar lehernya. Yeri tidak terbangun, gadis itu tampak sangat lelah menangis.Irene berjalan mendekati dapur dan kembali dengan kotak p3k disana. Membuka 2 kancing teratas piyama Yeri dan telaten mengganti perban Yeri dengan sangat hati-hati agar Yeri tak terbangun.
'Sebenarnya apa yang terjadi denganmu.. kenapa kau tidak ingin jujur sama mommy' Irene membuang nafasnya kecewa. Hatinya seperti teriris melihat keadaan Yeri yang seperti ini.Tubuh Yeri tersentak kala merasakan perih. Namun anak itu tetap memejamkan kedua matanya.
'Pasti sakit banget, maafin mommy ya' Sebenarnya Irene tidak tega melihat Yeri tidur di sofa seperti ini. Jika dia mempunyai tenaga laki-laki pun, sudah dia pindahkan putrinya di kamar.Irene mengakhirnya dengan perban yang baru. Dan menaikkan selimut hingga ke batas lehernya. Kemudian mencium dahi Yeri dengan sayang.
~~~
Irene menghentikan ketikan di keyboard. Fokusnya pecah saat melihat ponselnya terus bergetar dan berdering di atas meja kerjanya.
'My Baby💖'
Ah, yaampun. Irene harus bagaimana. Dia sengaja lembur agar tidak bertemu dengan Yeri di rumah. Dia tidak mau menhadapi suasana tidak mengenakkan itu. Apalagi Irene terus menyalahkan dirinya karena ucapan frontal kemarin pada Yeri.