02. Anyyeong!

26 5 2
                                    

Don't matter if you love me or hate me

—Wannabe ITZY

.
.
.

"Peraih peringkat pertama paralel untuk kelas delapan tahun ini adalah, Shabrina Wiradihardja dari kelas 8-B, selamat!"

Suara kepala sekolah membuatku tersadar dari lamunanku.

Sudah kuduga, tahun ini pasti aku yang mendapat peringkat pertama. Bukannya aku menyombongkan diri.

Tahun ini pun aku sudah siap menerima semua tatapan tidak suka dari teman-teman satu angkatanku. Terutama teman sekelasku.

Yang tidak pernah suka jika aku mendapatkan peringkat atau sanjungan dari guru.

Aku melangkahkan kaki menuju tempat penerimaan penghargaan dengan sedikit menundukkan kepala sambil tersenyum simpul.

Seperti biasa, ketika aku berjalan, dimanapun itu, akan banyak pasang mata yang menatapku tak suka. Enah apa yang mereka pikirkan tentangku.

Padahal aku tidak pernah bertengkar atau mengejek mereka.

"Cie ... anak mami dapat peringkat satu lagi."

Aku mendengarnya, itu ucapan salah satu teman sekelasku.

"Pintar banget sih kamu, mau nggak ngajarin aku matematika?"

"Mana mau, dia kan pelit kalau soal ilmu. Udah nggak mau temenan sama kita, sok nggak mau ngajarin temen yang belum bisa lagi."

"Iya, sombong banget."

"Dasar ansos."

"Anti sosial-sosial club!"

Dan masih banyak lagi. Jujur itu membuat hatiku sakit, namun aku harus tetap kuat.

Setelah mendapat penghargaan dari kepala sekolah dan guruku, aku kembali kedalam kelas. Sendirian. Tidak ada teman yang menemaniku berjalan di koridor sekolah, atau teman yang mengucapkan selamat ketika aku berjalan melewati mereka.

Mereka hanya menatapku sekilas dan kembali melanjutkan aktivitasnya. Lebih tepatnya mereka hanya menganggapku sebagai angin lewat saja.

Ketika aku sampai di kelaspun, tidak ada yang memberi ucapan apapun.

Seperti biasa apabila sehabis upacara akan diberi waktu sepuluh sampai lima belas menit untuk istirahat, beberapa dari mereka memilih membeli minum atau sarapan di kantin, ada juga yang duduk di teras kelas sambil menunggu gebetannya lewat, atau menggosip di dalam kelas.

Aku memilih duduk di bangkuku, bangku yang kata sebagian besar murid adalah bangku keramat. Pasalnya bangkuku berada tepat didepan guru.

Kuletakkan buket bunga yang tadi diberikan oleh ibu kepala sekolah diatas meja, kemudian tanganku meraih sebotol air mineral yang dibawakan mamaku dari rumah. Aku meminumnya dengan perlahan.

"Shab! Lo tuh nggak usah cari muka didepan guru-guru ya! Mentang-mentang lo itu anak emas disini!"

Aku tersedak karena tiba-tiba Regina, teman sekelasku, dan beberapa gerombolannya datang dan memukul mejaku sambil membentakku.

"Aku nggak cari muka sama siapa-siapa, Na," balasku.

Regina mengibaskan tangannya, "Lo itu selalu ngerebut apa yang seharusnya milik gue, prestasi, kasih sayang guru. Jangan cuma karna lo anaknya Pak Hari Wiradihardja lo bisa dijadiin anak emas terus disini."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Magic Island Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang