Masih hari kedua, dan Ovi masih tetap menjalani masa hukumannya. Seperti saat ini, setelah selesai kelas, dia setia menunggu Reon di kantin. Pemuda itu yang memintanya untuk menunggu di sana. Reon sedang memiliki urusan dengan guru pembimbing skripsinya.
Ovi menopang dagunya dengan satu tangan, sedangkan tangan lainnya memutar sedotan yang berada di gelas minumannya. Dia nampak bosan, bahkan keadaannya sungguh memprihatinkan. Kiki, teman kampusnya sudah lebih dulu pulang, dan sayangnya dia terjebak dengan hukuman yang Reon berikan. Sekali lagi gadis itu memandang jarum jam yang ada di pergelangan tangannya. Jarum jam menunjukkan hampir pukul satu siang tengah hari. Sial, harusnya dia bisa tidur siang di jam seperti ini.
"Tuh muka kayaknya sepet amat," celetuk sebuah suara mengagetkan gadis itu. Ovi menoleh dan mendapati Roni sudah duduk di bangku sebelahnya.
"Eh, elo, Ron. Gue kira siapa," balas Ovi.
"Gue perhatiin barusan masuk kantin lo keliatan ngelamun mulu. Muka lo juga gak enak banget, Vi."
Ovi tersenyum singkat. "Biasalah bawaan cewek, Ron," jawab gadis itu.
Roni mengangguk mengerti. "Btw, Ron, thanks ya udah ijinin gue cuti. Sumpah gue gak enak banget sama lo, Ron," kata Ovi dengan nada bersalahnya. Bayangkan saja belum segenap dia sebulan bekerja tapi sudah mengambil cuti entah berapa kali dia pun sampai lupa.
"Iya gak apa-apa kok, Vi. Gue tau keadaan lo sekarang," balas Roni yang sangat tahu bagaimana hubungan temannya itu dengan sang kekasih.
"Gue juga minta maaf soal yang di cafe itu. Reon memang ngeselin, mohon maklum ya, Ron."
"Iya gue tau. Cowok cemburu itu wajar kok, Vi."
"Eh? Cemburu? Gak, dia gak cemburu kok, Ron. Lo mah ngaco mulu," kekeh Ovi yang mendengar penuturan dari pemuda itu.
"Lo memang polos banget, Vi. Gue sebagai cowok tau kalau dia itu cemburu. Gue gak tau dia cemburu kenapa. Tapi gue bisa nangkap jelas kalau dia gak suka kalau gue deket sama lo," ungkap Roni yang membuat bola mata Ovi membulat.
"Gila! Dia, kan tau kalau lo temen gue, Ron," timpal Ovi yang masih tidak percaya kalau Reon cemburu kepada Roni.
Pemuda itu mengedikkan bahunya. "Well, perlu lo tau, cowok juga bisa cemburu, gak melulu cewek aja yang bisa begitu."
Ovi pun mengangguk pertanda dia mengerti. Tapi kalau dipikir-pikir jika Reon benar cemburu itu artinya pemuda itu sangat menyayangi dirinya. Hati Ovi menjadi bahagia karena setidaknya Reon tidak pernah memikirkan keadaan keluarganya saat ini. Ya, dia tahu jika pemuda itu selalu tulus kepadanya. Sayangnya cara penyampaian pemuda itu yang salah.
"So, kenapa lo ada di sini, dan Reon ke mana?" tanya Roni tanpa memakai embel-embel 'Kak' ketika menyebut nama kakak tingkatnya itu.
"Dia lagi ada bimbingan. Gue disuruh nunggu di sini," kata Ovi dengan nada kesalnya yang membuat Roni terkekeh.
"Sabar, gue tahu kalau Reon itu sayang banget sama lo. Entah kenapa gue ngerasa kalian berdua itu berjodoh."
"Kenapa lo ngomong gitu, sih, Ron!" protes Ovi yang entah kenapa dia memekik seperti ini.
"Ya, emang gitu. Gue udah anggap lo kayak adek gue sendiri, Vi, jadi gue bakal restuin hubungan lo sama Reon. Karena gue tau dia bisa bahagiain dan jaga lo dari segala hal," ucap Roni.
"Kakak? Hmm boleh, sih. Kebetulan gue gak punya kakak. Tapi, emang lo mau punya adek kayak gue? Yang bego dan kadang ceroboh gini, terus doyan makan pula, haha."
"Hush! Omongan lo, Vi. Lo tau kalau gue gak pernah pandang orang dari sikapnya. Gue nyaman berteman sama lo sejauh ini. Ya seengaknya lo gak pernah tunjukkin muka fake lo itu. Lo tampil apa adanya, beda sama temen gue lainnya yang kadang deketin gue karena cuma butuh duit doang," ucap Roni yang miris dengan kehidupan pertemannya yang selalu tidak mendapatkan teman yang tulus. Padahal dia ingin merasakan pertemanan yang erat tanpa memandang status sosial. Seperti Ovi misalnya.
Ovi pun dibuat terharu. "Lo tenang aja, Ron. Anggap aja gue temen, sahabat, atau adek lo. Kalau ada apa-apa lo bisa cerita ke gue, kok," balas Ovi terdengar tulus.
"Thanks, Vi."
"Ekhem!"
Sebuah deheman mengagetkan percakapan keduanya. Ovi mendapati Reon yang menatap dirinya dan Roni dengan tajam. Roni pun sudah merasakan hawa yang tidak mengenakkan dari seniornya itu.
"Re-on? Emmm, kamu sudah selesai bimbingannya?" tanya Ovi yang gugup. Dia menjadi teringat beberapa menit yang lalu Roni mengatakan jika Reon sedang cemburu.
"Hmm," jawab pemuda itu yang enggan membuka mulutnya karena terasa engap berada di kantin ini.
"Eh, Vi, gue balik dulu, deh," ucap Roni yang berdiri dari tempat dia duduk. Dia tahu, kehadirannya di sini sangat tidak diinginkan oleh seniornya itu.
"Buru-buru amat, Ron? Mau ke cafe, ya?" tanya Ovi yang sama sekali tidak melihat bagaimana tegangnya Reon yang sejak tadi melihat interaksi kedua orang ini.
"Iya, gue mau ke cafe. Cuma ngecek doang, karena katanya hari ini bahan dapur ada yang baru datang," jelas Roni. "Ya udah gue balik dulu. Gue duluan, Bro," kata Roni yang menepuk pundak Reon singkat. Pemuda itu hanya diam dan tak berniat membalas sapaan dari juniornya itu.
Setelah itu, Reon mengambil tempat yang tadi diduduki oleh Roni. Ovi hanya diam, menunggu pemuda itu membuka mulutnya.
"Udah makan?" tanya Reon seperti biasa dengan nada dinginnya. Kebetulan sekali Reon bertanya, tentu saja gadis itu belum makan. Itu semua dia lakukan hanya untuk menunggu pemuda ini agar bisa makan siang bersama.
"Belum. Aku nunggu kamu," jawab Ovi cepat.
"Kenapa nggak makan sama dia saja?" kata Reon menekan kata 'dia' diucapannya. Ovi pun mengerti jika yang dimaksud kekasihnya itu adalah Roni. Dan Ovi pun menjadi percaya kepada temannya itu jika Reon benar sedang cemburu.
Ovi mengambil satu tangan pemuda itu, menggenggamnya dengan erat. Reon hanya diam dan menunggu, sebenarnya dia sedikit terkejut dengan tindakan gadis ini, namun dia hanya diam.
"Re, kamu bisa berhenti untuk gak suka sama Roni, gak? Bukan maksud aku bela dia. Tapi, dari yang aku tangkap, kamu terlalu cemburu sama dia," ungkap Ovi yang membuat Reon menoleh kepada kekasihnya itu.
"Aku nggak cemburu!" jawab pemuda itu yang mengelak, padahal hatinya mengatakan secara gamblang bahwa dia tidak suka jika Ovi berinteraksi terlalu dekat dengan pemuda lain. Miliknya akan tetap menjadi miliknya. Dia tidak suka kata 'berbagi'.
Ovi tersenyum, dia tahu kalau Reon gengsi. "Oke, kamu nggak cemburu gak apa-apa. Tapi, aku cuma mau jelasin ke kamu kalau Roni itu cuma temen aku. Kita sekedar teman kok, Re. Bahkan dia udah aku anggap kakakku sendiri, dan dia pun tadi bilang kalau udah anggap aku sebagai adiknya. Dari sini kamu bisa paham maksud aku, kan?"
Reon enggan membuka mulutnya. "Dan satu lagi, untuk besok-besok aku minta kamu jangan larang aku untuk kerja. Jujur, Re, aku butuh pekerjaan itu. Kalau kamu paksa aku dan Bunda bergantung sama kamu, maaf aku nggak bisa. Aku nggak mau ngerepoting orang lain meskipun aku tahu kamu nggak akan pernah merasa kerepotan. Aku ingin mandiri. Aku tau ini pasti berat untukku, tapi aku ingin coba. Aku janji sama kamu kalau nanti aku udah nggak sanggup, aku pasti bilang langsung ke kamu. Kamu bisa percaya aku, kan, Re?" ujar gadis itu dengan tatapan sendunya. Reon pun menjadi tak enak hati karena sudah memperlakukan Ovi sesuka hatinya.
Pemuda itu menghela napasnya berat. Mungkin keputusan itu harus dia ambil. Memaksa Ovi pun tidak akan ada gunanya. "Kamu mau kerja?" tanyanya lembut yang dibalas anggukan cepat oleh Ovi dengan senyum yang tak pernah hilang dari sudut bibirnya.
"Oke, kamu boleh kerja. Dengan syarat kalau kamu capek, kamu harus berhenti. Kalau kamu nggak sanggup, kamu harus berhenti," jelas Reon yang membuat senyum di bibir gadis itu semakin lebar.
"Terima kasih, Re. Terima kasih," ucapnya yang diangguki saja oleh pemuda itu.
Entahlah Reon tak tahu keputusannya ini benar atau tidak. Dia hanya ingin Ovi bahagia. Jika gadis itu bahagia ketika bekerja, maka mau tidak mau dia harus mengijinkannya untuk bekerja. Untuk Roni, dia akan mengurus pemuda itu nanti. Ya, setidaknya dia harus berbicara kepada pemuda yang selalu ia waspadai itu.
Ehe ehe ehe ><
Terima kasih banyak untuk 20k view cerita ini 😊
Love you guys 😍😍
KAMU SEDANG MEMBACA
REON SI DEVIL ✔
Teen Fiction[[ SPIN OFF PAIN ]] Sudah tersedia sequel-nya Sebelum kalian baca kisahku, ada beberapa pertanyaan penting yang cukup kalian jawab dalam hati. Apakah jatuh cinta itu perlu? Bagaimana kalau orang yang kamu cintai bukan memperlakukanmu selayaknya pasa...