16. Langit yang marah

1.8K 307 23
                                    

Haiiiii

Selamat tidur siaang.

****

Regas menatapku lama lalu meraih tanganku dan menggenggamnya yang membuatku langsung menepis tangan Regas. Regas hanya diam lalu kembali menfokuskan pandangannya padaku. Aku tahu, kalau dulu sekali aku sangat menyukai cara Regas menatapku, tapi sekarang aku merasa tidak pantas menerima itu semua. Karena aku sudah menikah.

"Kamu tahu aku nggak akan begitu. Tapi Kia, melihat kamu dengan suami kamu kemarin semua orang bisa mengira kalau kalian saling mencintai." Aku terkesiap mendengar jawaban Regas.

"Maksud kamu?"

"Kamu dan dia nggak saling mencintaikan? Kamu bilang kalau kamu hanya akan menjadi ibu bagi Illo. "

Ya Tuhan, aku nggak tahu kalau Kia benar-benar menyerangku sekarang melalui Regas. Semalam dia menghubungi Langit dan sekarang Regas. Aku menghela nafas panjang. Ini nggak baik, Regas sepertinya sudah berhasil dipengaruhi Kia.

"Jani, aku mencintai kamu. Kamu tahu itu kan?" aku terdiam, tatapan Regas seperti mengunciku saat Regas mengucapkan itu. Aku lalu mengambil minumanku dan meneguknya hingga tanda.

"Aku sudah menikah, Gas."

"Kamu nggak mencintai dia kan? Kamu nggak bahagia dengan Langit kan?"

"Aku bahagia, Gas. Kamu salah paham. Aku..-"

"Aku akan menunggu kamu, Jan. Seperti kamu menunggu aku. Aku minta maaf karena menghilang tanpa kabar tapi aku sama sekali nggak melupakan kamu." Cukup! Ini nggak baik dan aku harus pergi.

"Regas.."

"Jani aku mohon, beri aku kesempatan."

"Maaf, Gas. Aku seorang istri dan juga ibu. Aku nggak berniat meninggalkan Langit."

Aku meraih tasku, tidak peduli Regas kembali memanggilku. Aku tidak menyangka kalau Regas justru akan menyatakan perasaannya. Kalau dulu dia begini, aku mungkin tidak akan menolaknya. Tapi sekarang, aku sudah menikah dan aku nggak berniat mengakhirinya.

Aku sudah sampai di parkiran tepat saat mobil Langit juga masuk ke parkiran. Aku menaikkan sebelah alisku menatap Langit yang turun dengan santainya dari mobilnya, tak lama Illo juga turun dan detik berikutnya aku melihat Kia juga turun dari mobil Langit membuat hatiku terasa pedih. Kenapa? Kia tersenyum menatap Langit yang hanya ditanggapi Langit dengan anggukan. Mereka nggak menyadari kehadiranku.

Aku buru-buru berbalik tepat saat Regas menyusulku dan memanggilku sambil meraih tanganku. Saat itulah aku mendengar Illo memanggil namaku dan berlari kearahku. Aku bisa melihat Langit menatapku dengan tatapan tidak suka. Lalu Langit berjalan menghampiriku. Matanya tertuju pada tangan Regas yang masih memegang tanganku.

"Apa-apaan ini?" Langit menepis tangan Regas dan menarikku mendekat. Illo bahkan sedikit terhuyung saat Langit menarikku.

"Mas.." panggilku saat Langit mencengkram kuat pergelangan tanganku.

"Sepertinya anda tidak mendengarkan ucapan saya kemarin." Langit menggeram kesal menatap Regas. Regas tersenyum sinis.

"Bukannya anda tidak merasa terancam dengan kehadiran saya?" tantang Regas. Langit bergerak sangat cepat meraih kerah baju Regas dan memukul Regas membuat Regas terhuyung. Aku benar-benar tidak menduga gerakan Langit sementara di belakangku aku mendengar Kia terpekik. Aku buru-buru meraih lengan Langit saat laki-laki itu hendak memukul Regas lagi.

"Mas, tolong berhenti." Ucapku. Langit hanya menatapku sekilas lalu melepaskan tanganku. Langit kembali meraih kerah Regas.

"Anda takut bukan? Karena Jani menyukai saya."

"Brengsek!"

"Langit cukup!" teriakku saat Langit akan memukul Regas lagi. Langit menghentikan gerakannya dan menatapku. Aku kembali menghampiri Langit dan meraih tangannya.

"Tolong pergi, Gas." Pintaku membuat Regas terdiam. Aku meliriknya sekilas dan melihat ada luka robek di sudut bibirnya. Setelah itu aku menatap Langit. Menatapnya memohon untuk tidak melakukan lagi apapun yang dia ingin lakukan pada Regas. Aku tahu nafas Langit memburu sekarang, emosinya belum reda untuk itu aku menarik Langit dan membawa Illo masuk ke dalam butik. Meninggalkan Regas.

"Langit.." aku dan Langit sama-sama menoleh saat Kia memanggil nama suamiku.

"Sorry, Jan. Aku mau ngomong sama Langit." Ujar Kia tak tahu malu membuatku sudut hatiku kembali sakit. Ingatan tentang perempuan ini yang mencoba menghancurkan butikku membuatku kesal setengah mati.

Aku melepaskan peganganku pada lengan Langit membuat Langit menatapku bingung dan meraih tanganku untuk tetap berada di lengannya. Kia tambang berdecak saat melihat itu. Aku kembali menghela nafas panjang.

"Sepertinya ada hal yang harus kalian selesaikan." Ucapku lalu menarik Illo masuk. Tapi langkahku terhenti saat Langit meraih pergelangan tanganku.

"Apapun yang mau kamu bicarakan. Katakan juga di depan istri saya." Langit berucap tegas sementara aku hanya menatapnya bingung.

"Aku nggak mungkin ngomong ini di depan Jani, Langit. Ini masalah kita berdua." Kekeh Kia sambil menatapku tak suka. Langit tiba-tiba melingkarkan tangannya di pinggangku. Deg!

"Masalah saya akan menjadi masalah Jani juga. Dia istri saya kalau kamu lupa." Aku merasakan pipiku terasa panas. Ucapan Langit berhasil membuat pipiku merona. Aku menunduk, entah kenapa aku nggak mau Langit dan Kia melihatnya.

"Fine! Kamu masih mencintai aku kan?" tanya Kia gamblang membuatku sontak terkejut.

"Apa?" tanya Langit tak percaya. Kia tersenyum sangat manis tanpa peduli aku yang masih berada di samping Langit.

Kia sepertinya sudah gila.

"Apa aku salah? Aku tahu kamu hanya marah sebentar Langit. Kamu nggak mungkin melupakan aku secepat itu bukan?" tanya Kia percaya diri.

"Apa kamu lupa apa yang membuat saya memutuskan pertunangan sialan itu?" suara Langit kesal. Kia tampak sedikit ragu ingin menjawab pertanyaan Langit.

"Apa saya perlu mengingatkan kamu kesalahan yang sudah kamu lakukan pada anak saya?" Kia tertegun. Aku sendiri tiba-tiba meremas pakaian Langit. Langit menatapku sekilas lalu kembali memusatkan perhatiannya pada Kia yang mulai berdiri gelisah.

"Aku nggak sengaja, Langit." Kia tergugu membuat Langit berdecak pelan. Wajahnya nampak jengah.

"Kamu memberikan makanan kadarluarsa kepada anak saya dan kamu bilang itu nggak sengaja? Kamu bahkan menyuruh Illo menghabiskannya. Illo muntah-muntah dan kamu nggak memberitahu saya sama sekali. Itu yang kamu bilang nggak sengaja?" geram Langit

***

Gimana-gimana?


Aku dan LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang