Chapter 01 - Strange Guest

88 3 3
                                    



Di sebuah hutan yang terletak di bagian timur pulau Kuyuki.

Seorang laki-laki dengan baju putih polos berlari di bawah pepohonan yang menjulang tinggi. Dia berlari sambil menoleh kesana-kemari seakan mencari sesuatu.

"Haaa....haaaa.....haaa....."

Lelaki itu terus berlari tanpa arah demi mencari seseorang yang berharga baginya lalu, seketika lelaki itu berhenti di depan pohon besar yang menjulang tinggi.

Dia melihat ke atas pohon tersebut. Nafas berat keluar dari mulutnya dan ia menundukkan kepalanya, melihat tanah yang di tumbuhi rerumputan dan juga bunga-bunga yang indah.

Dia menghelah nafas sekali lagi.

"Nona Akira...."

Gumam lelaki itu dengan raut muka kesepian yang terlukis di wajahnya.

●●●

"Yah... makasih ya, Hayato."

"Yah gak apa-apa sih, tapi jangan keseringan minta bantuan murid terus lho Bu Aoi."

"Hehehe... enggak apa-apa kan. Lagian Hayato kan orang baik."

"Hadeh.... yah kalau ibu ada masalah aku bakal bantu sih, tapi jangan terlalu mengandalkan siswa lho Bu."

"Iya-iya.."

"Haa...."

Aku menggaruk kepalaku dan keluar dari ruang guru. Meninggalkan bu Aoi yang melambaikan tangannya kepadaku.

Aku berjalan menyusuri koridor sekolah. Banyak siswa yang berjalan lalu lalang, sambil berbincang-bincang satu sama lain.

Aku terus berjalan dan sampai di kantin sekolah. Di sana terlihat sebuah antrian yang panjangnya hampir sampai ke pintu masuk kantin.

Alasan dari antrean panjang ini adalah sup daging eden. Sebuah sup yang hanya bisa di beli di kantin sekolah pada hari Senin. Tentu saja jika di lihat dari antrian yang panjang itu bisa di bayangkan betapa lezatnya sup yang di iming-imingkan sebagai makanan surga oleh para siswa.

Aku pernah mencoba sup daging eden itu dan memang makanan itu sangat enak. Rasa kuah sup yang kaya akan rempah-rempah, daging yang empuk dan beberapa sayuran yang berhasil membuat harmoni yang memanja kan lidah. Aku tidak percaya makanan seenak itu di jual murah di hari Senin.

Aku kira karena makanan sedap nan murah ini area kantin akan menjadi medan pertempuran yang sangat parah namun, jika di lihat dari sini para siswa di kantin mengantri dengan tertib tanpa berdesakan. Ini semua berkat ibu dan bapak kepala pengurus kantin yang bertugas di sana. Pasturi yang menjadi kepala pengurus kantin itu sangat benci dengan pelanggan yang tidak menghargai tata tertib dalam mengantri.

Bisa di bilang pihak sekolah cukup cerdik dalam hal ini, mulai dari sup daging eden sebagai penyemangat siswa di hari senin, sampai mendisiplinkan siswa untuk mengantri. Aku hanya bisa salut dengan apa yang di lakukan oleh pihak sekolah.

Hanya saja, para siswa yang mengantri itu memang terlihat sangat tertib dan tenang akan tetapi, aku bisa merasakan atmosfer yang sangat berat datang dari para siswa itu. Hawa yang di muncul dari mereka itu bahkan hampir menyerupai hasrat membunuh, dan mata mereka yang tajam menatap lurus ke arah panti sup daging yang ada di kantin. Bagaikan seekor hewan buas yang mengintai santapannya.

Aku merasa kalau diriku tidak akan tahan berada di antara aura para prajurit yang mengarungi gurun yang di sebut makanan mewah yang murah. Aku pun menghentikan niatanku untuk Memakan makanan mewah tersebut. Untuk hari ini aku makan roti bungkus saja.

Aku berjalan menuju mesin cepat saji yang berada di samping tembok kantin.

Aku memasukkan uang ku kedalam mesin itu dan memesan dua buah roti untuk makan siangku.

Ketika aku berbalik badan aku melihat sebuah suasana  manis penuh kebahagiaan dari Para siswa yang duduk di kantin sambil memakan sup mewah itu dengan wajah yang bahagia. 'Aku bersyukur terlahir di dunia ini' begitulah yang tertulis di wajah mereka. Bahkan aku juga mendengar beberapa orang yang berterima kasih kepada ibunya karena sudah melahirkan dirinya sambil menangis terseduh-seduh.

Aku juga merasa gak tahan jika berada di lautan penuh tangisan ini, maka dari itu aku putuskan untuk makan di bangku taman belakang sekolah saja. Sedikit orang yang datang ke sana jadi itu merupakan tempat kesukaanku. Biasanya aku ke sana bersama Ayase tapi karena Ayase sedang ada urusan lain, untuk kali ini aku makan sendirian saja.

Aku pun pergi dari kantin menuju bangku taman belakang sembari membawa dua buah roti di tanganku.

Dalam perjalanan ke sana aku melihat ada beberapa siswa yang sedang makan bersama, bermain bersama, dan ada juga yang pacaran di bangku taman dekat lapangan baseball.

Aku pun melanjutkan perjalananku dan ketika aku sampai disana, sebuah pemandangan yang indah dari bunga sakura yang bertebaran di taman belakang. Ku lihat sekeliling taman sepertinya tidak ada orang.

Dengan pemandangan yang indah di musim semi seperti ini kenapa sedikit orang yang datang kemari?

Pikirku sambil membuka bungkus roti yang masih hangat.

[Oh iya kira-kira test nya Ayase lancar atau tidak ya?]

Aku melamun sendirian di taman yang jarang di kunjungi para siswa sambil memikirkan teman masa kecilku yang akan ikut ujian seleksi calon paladin.

[Kalau tidak salah tahun ini ujiannya dilaksanakan di pulau ini ya?]

[Kira-kira di mana ujian nya akan dilaksanakan? Slayer's Foundation kah?]

Ketika aku tenggelam dalam lamunanku.

Tiba-tiba aku merasakan kehadiran seseorang.

Saat ku buka kelopak mataku tiba-tiba seorang gadis dengan rambut ungu, pita ungu, serta berbaju ungu muncul di depan muka ku.

Aku menarik kepala ku ke belakang.

Aku tidak terkejut dengan kemunculan tiba-tiba dari gadis ini hanya saja karena refleks aku hampir saja memukul wajah gadis itu.

Ketika aku menarik wajahku ke belakang, gadis itu melompat mundur dan membungkukkan badannya melihat ke arahku.

"Boleh aku minta itu?"

Ucap gadis itu sambil menunjuk ke arah roti yang ada di tangan ku.

"Ha?"

"Boleh aku minta roti itu?"

Aku terdiam, menatap gadis aneh serba ungu yang tiba-tiba datang dan tiba-tiba meminta jatah rotiku.

[Siapa cewe serba ungu ini? janda?]

[Tapi jika di lihat dari bajunya yang pasti dia bukan siswi di sini, terus kenapa dia bisa ke sini?]

Pikirku dalam hati.

Ketika aku tenggelam dalam pemikiranku, gadis itu melirik roti yang ku taruh di sampingku. Lalu tanpa aba-aba gadis itu melompat menuju roti yang seharusnya menjadi makan siangku.

Akan tetapi sebelum gadis itu menyentuh roti ku, aku menarik roti nya dan membiarkan gadis itu jatuh tersungkur karena tidak berhasil mengambil rotiku.

Gadis itu tersungkur ke belakang ku, dan ketika aku melirik sedikit untuk melihat kondisi gadis itu, dia benar-benar tersungkur, bahkan celana dalamnya benar-benar kelihatan. Putih polos dengan pita biru.

Tak lama kemudian gadis itu berdiri dan melihatku. Pipinya mulai mengebung dan warna juga mulai memerah, serta matanya menatapku dengan mata seorang anak kecil yang permintaannya tidak di penuhi.

Lalu, seketika air mata mulai merembes keluar dari matanya.

[ sepertinya aku tahu apa yang selanjutnya akan terjadi.]

Dan... gadis itu mulai membuka mulutnya, berteriak kepadaku dengan mata yang berlinang air mata.

"Hgnnn.... BOLEH LAH SATU AJA!!!!"

Gadis itu membentakku, sambil mengayunkan tangannya dengan cepat. Lalu, gadis itu mulai mengulangi perkataannya yang barusan tanpa henti.

"BOLEH LAH!!!! SATU AJA, SATU AJA, SATU AJA, SATU AJA, SATU AJA, SATU AJA, SATU AJA!!!??!"

Aku mencoba untuk menghiraukan perkataannya namun semakin ku kiraukan, semakin keras pula suara dia. Dan di sini aku berada dalam keadaan yang sangat berbahaya bagi rotiku. Karena aku pernah bahkan sering mengalami hal yang mirip dengan hal seperti ini.

Aku paling lemah jika berhubungan dengan anak-anak. Mereka sering meminta sesuatu kepadaku dan tidak berhenti memintanya sampai  ujung-ujungnya aku membelikan apa yang mereka minta. Jujur saja tipe orang seperti itu adalah tipe orang yang mau ku pukul tapi tak bisa, jadi aku kabulkan saja apa maunya.

Lalu, kejadian yang menimpah diriku saat ini sangat mirip dengan kelakuan anak-anak itu.

"BOLEH KAN... BOLEH KAN, BOLEH KAN, BOLEH KAN, BOLEH KAN, BOLEH KAN, BOLEHKAN!!!"

"..."

Gadis itu tetap bersih keras meminta roti ku ini.

Aku menatap gadis itu dengan roti di tanganku.

Kami berdua terdiam sambil bertatapan satu sama lain. Gadis itu menatapku, atau lebih tepatnya menatap roti yang ada di tanganku. Aku yang menyadari akan keinginan nya akan roti itu seketika membuka bungkus roti tersebut dengan raut muka datar di wajahku.

"WAAAA!!!"

Gadis itu berteriak dan mulai berbicara dengan mulut yang gemetaran.

"W-waa-www-waaa-ww-aaa."

Aku tidak mengerti bahasa yang dia pakai.

Aku terus melihati ekspresi dan juga tingkah laku bodoh nya yang tak bisa mendapatkan sebuah roti dari ku. Lalu gadis itu pun tumbang, jatuh ke tanah taman yang di tumbuhi rumput dan juga bunga. Dia menangis seakan dunia akan berakhir jika dia gak mendapatkan roti itu.

Aku bisa mendengar suara tangis seduhnya namun aku gak tersentuh sama sekali, entah apa yang terjadi dengan ku tapi aku belum merasakan empati untuk memberikan roti ini ke pada gadis ini sampai, muncul suatu suara gemuruh yang datangnya dari arah gadis itu.

*Gyuuuuuu

Itu suara perut keroncongan.

Dan gadis yang terkapar di tanah itu pun menoleh ke arah ku, sambil melihat ku dengan wajah seperti anak kucing yang di buang majikannya.

"Aku mohon berikan aku roti itu, sudah 2 hari aku belum makan.... huuu...."

Dia mulai menangis, namun lagi-lagi aku gak merasa kasihan sama sekali.

Aku gak terlalu mengerti, aku yang biasanya lemah dengan anak kecil yang seperti ini dan biasanya akan luluh dan memberikan roti ini. Akan tetapi entah kenapa aku sama sekali tidak mau memberikan roti ini padanya.

Aku tau ini membuat diri ku seperti seseorang yang jahat tapi ini roti yang ku beli dengan uang ku sendiri apakah aku harus memberikannya kenapa orang asing yang tiba tiba muncul di depan mataku ini?

Pikiran ku terus berputar di sana sedangkan gadis itu terus menatapku seperti anak kucing yang di buang majikannya. Pikiranku masih tidak luluh sama sekali malah aku tidak peduli akan nasib anak ini.

Aku juga heran kenapa aku tidak merasakan rasa simpati sedikit pun pada anak ini. Biasanya aku mau memberikan roti kepada anak panti, memberikan makanan kepada kucing liar yang sering datang ke rumahku tapi untuk dia aku merasa tidak mau memberikan apapun.

Lagi-lagi aku berpikir seperti itu dan karena aku sedikit takut kehilangan sifat kasih sayang ku, dengan terpaksa aku memberikan roti ini kepadanya.

"Nih.."

"Eh!? Boleh nih? ASIK!"

Gadis itu langsung mengambil roti di tanganku dan memakannya dengan lahap.

Aku sedikit lega ketika aku melihat gadis ini makan dengan lahap aku merasakan rasa kasih sayang ku kembali. Aku tidak tau kenapa bisa begini tapi akhirnya aku merasa simpati dengan gadis ini.

Gadis itu akhirnya menghabiskan roti yang ku beri.

"Ah! Sudah habis, aku boleh nambah?"

"Gak! Itu roti terakhirku."

"Eeehhhh..."

Gadis itu kembali menjadi lesu dan mengusap perutnya yang kelaparan.

Aku melihat mulutnya penuh dengan remah-remah dari roti tadi. Karena risih akan ketidakbersihan itu aku ambil sapu tangan di saku celanaku dan mengusap mulut gadis itu.

Gadis itu terlihat sedikit terkejut dan melihat ku dengan tatapan penuh harapan.

Aku menghelah nafasku dan memanyakan sesuatu kepada gadis misterius ini.

"Terus? Kamu ini siapa?"

"Eh? Umm... Namaku Akira Fialova. Kalau kamu?"

"Fujikawa Hayato."

[Akira Fialova, itu bukan nama orang sini.]

[Siapa dia? Dan nama Fialova itu sedikit menggangguku, apa dia bangsawan?]

Aku sedikit curiga dengan gadis yang bernama Akira ini.

Di saat aku termenung memikirkan identitas dari Akira ini, dia menanyakanku sebuah tertanyaan.

"Hey.. Hayato.."

"Hm?"

"Roti ini kamu dapat di mana?"

"Dapat? Roti itu aku beli di mesin cepat saji di pinggir kantin yang ada di lantai dua, emangnya kenapa?"

"Mesin cepat saji? Apaan tuh?"

"Mesin cepat saji yah mesin cepat saji lah. Itu mesin yang menggantikan tugas koki dalam memasak, walau Cuma bisa makanan yang simple tapi rasanya tetap terjamin. Hanya saja masih belum sebanding dengan kreatifitas manusia dalam memasak, itu saja gak tau kau ini anak zaman kapan sih?"

"Emangnya sekarang tahun berapa?"

"Kamu ini manusia gua atau apa? Sekarang tahun 2286, kalender sihir, abad ke 22."

"Tahun 2286? Kalender sihir?"

Akira terlihat kaget ketika aku mengatakan hal itu. Sebenarnya apa yang terjadi?

Kecurigaanku mulai bertambah dan aku mulai penasaran akan indentitas asli dari Akira.

Dia terlihat kaget tapi dia tidak terlihat seperti mempermasalahkan hal barusan, malah dia terlihat senang dan menganggukkan kepalanya tanpa alasan yang jelas. Aku tidak paham dengan apa yang di pikirkan oleh anak ini.

Akira tiba tiba berhenti menganggukkan kepalanya dan menoleh kearahku.

"Hey.. Hayato... dimana ini?"

"Ha? Seriusan kamu menanyakan hal itu?"

"Yah..."

Akira tertawa sambil menggaruk kepalanya.

Aku menatap Akira dengan tatapan heran dan menjawab tertanyaannya.

"Sekarang kamu sedang berada di sekolah Raizen."

"Raizen?"

"Ya, sebenarnya di sekolah ini orang luar susah untuk masuk tapi tiba-tiba kau berada di taman belakang sekolah, hal itu sebenarnya sangat aneh."

"Ooo... tapi aku di perboleh kan masuk oleh penjaga gerbangnya tadi."

"Ha?"

Aku terkejut mendengar hal itu. Orang luar sangat susah untuk masuk kedalam sekolah di karenakan medan batas yang melindungi area sekolah. Selain orang yang berkepentingan, orang tua siswa dan juga para guru mereka tidak bisa melewati medan batas itu.

Terlebih lagi penjaga gerbang yang di tugaskan merupakan automaton yang bisa membaca rangkaian sirkuit sihir dan mengenali indentitas dari orang yang bersangkutan. Jika Akira bisa masuk berarti dia merupakan orang yang berkepentingan, tapi aku tidak yakin orang berkepentingan itu adalah seorang gadis serba ungu yang perutnya keroncongan dan meminta roti yang ku beli.

[Mungkin saja Stella tau soal ini. Nanti aku tanyakan sama dia deh.]

Akira kembali menanyakan pertanyaan kepadaku.
"Lalu di mana ini?"

"ha? Kan sudah ku bilang tadi, sekolah-"

"Bukan itu maksudku, sekolah ini ada di mana?"

"kamu seriusan nanya itu? Bagaimana kamu bisa kemari kalau kamu gak tau ini dimana coba. Hadeh... Dengar baik baik  ya, sekolah ini berada di kota Kuyuki, lebih tepatnya di bagian barat dari pulau kuyuki."

"Kota Kuyuki?"

"ya, warga sini lebih sering memanggilnya dengan pulau kuyuki."

"Pulau? Berarti kota ini di tengah lautan?"

"Yap, kuyuki di cap sebagai kota walau sebenarnya wilayahnya terlalu besar untuk di katakan sebagai kota, maka dari itu para warga lebih sering memanggilnya sebagai pulau Kuyuki."

"Hoo jadi begitu ya..."

Akira menganggukkan kepalanya namun, dia tak terlihat seperti mengerti dengan apa yang baru saja aku katakan.

*DING-DONG-DING-DONG

Bell sekolah sudah berbunyi, aku harus kembali ke kelas.

Aku berdiri dan membersihkan celanaku yang sedikit kotor. Aku melihat Akira dan menanyakan apa yang akan dia lakukan. Karena dia bukan siswa jadi dia tidak bisa ikut denganku ke kelas, lagian aku juga gak mau ke kelas bareng dia.

Akira bilang kalau dia akan keliling sekolah saja. Maka aku pun pergi meninggalkan Akira di taman belakang sekolah. Aku harap dia tidak maling makanan kantin.

Aku berlari secepat mungkin untuk kembali ke kelas. Untungnya aku berhasil sampai di kelas sebelum guru datang.

Aku pun duduk di kursi ku dan melihat kursi kosong yang berada di samping kursiku.

[Testnya Ayase belum selesai ya?]

●●●

Sementara Hayato yang berada di kelas mengikuti pelajaran. Ayase sedang mengikuti test untuk ujian seleksi penyihir yang akan menjadi paladin.

Beberapa orang mengantri dengan tertib, menunggu giliran mereka untuk di test. Hanya beberapa orang yang akan terpilih untuk menjadi kandidat ujian seleksi nanti. Orang dengan tingkat spesifikasi yang rendah tidak bisa ikut seleksi.

Ayase mengunggu dengan sabar sampai akhirnya gilirannya tiba.

Ayase meletakkan tangan diatas panel yang tersedia di sana. Yang perlu dia lakukan hanya harus mengeluarkan rakaian sihir yang sudah di tentukan hingga membentuk frequensi yang akan menentukan nilai spesifikasi sihir mereka.

[Aku mulai!]

Tangan Ayase mulai bersinar di ikuti dengan area sekitarnya yang mulai mengeluarkan cahaya kebiruan yang indah. Panel mulai menganalisis rangkaian sihir Ayase dan mulai menghitung nilai spesifikasinya.

Ayase tetap mempertahankan konsentrasinya sampai akhirnya panel selesai menghitung spesifikasi sihir Ayase. Nilai spesifikasinya tertera di monitor yang berada di depan Ayase.

Ayase melihat nilai spesifikasinya dan ternyata nilainya berada di atas rata-rata. Ayase berada di peringkat ke 8 dari 36 siswa dengan begini Ayase bisa ikut dalam ujian seleksi nanti.

Ayase mengeluarkan nafas lega ketika melihat nilai dan peringkatnya.

[Yosh.. dengan begini Hayato pasti bangga denganku.]

Pikir Ayase sambil senyam-senyum sendiri di depan laboratorium.

Ketika Ayase yang sedang dalam perasaan senang yang paling tinggi, seorang gadis dengan rambut ungu, pita ungu serta berbaju ungu muncul di depan mukanya.

"WHAA!.."

Ayase terkejut sampai terpundur beberapa langkah. Dia melihat gadis itu dengan raut muka heran di wajahnya.

Gadis itu adalah Akira. Dia melihat Ayase yang sedang senyam-senyum ketika dia berkeliling sekolah.

[Anak ini siapa? Sepertinya dia bukan siswa sini.]

Pikir Ayase sambil melihat sosok perempuan serba ungu itu.

"Namaku Akira Fialova, kamu?"

"Eh? Kotegawa Ayase."

"Ayase ya... terus kenapa kamu senyum-senyum tadi?"

Wajah Ayase memerah ketika Akira menanyakan hal itu. Ayase memegang pipinya yang memerah, mencoba untuk menyembunyikan rasa malunya.

Akira memiring kepalanya. Dia sama sekali tidak mengerti akan apa yang sebenarnya ayase lakukan.

Ayase pun akhirnya kembali tenang. Dia baru sadar kalau ada yang aneh dengan Akira.

Dia sadar kakau akira bukan lah siswa akan tetapi dia bisa masuk ke area sekolah. Ayase menanyakan hal itu kepada Akira tapi dia sendiri tidak tau menau soal itu.

Di saat Ayase pusing memikirkan kejanggalan dari Akira terdengar suara gemuruh dari perut Akira.

"Huuu... aku lapar..."

Ucap Akira sambil merangkul perut nya yang kelaparan, raut muka putus asa terlukis di wajahnya.

Ayase tertawa, melihat tingkah kalu konyol dari akira.

"Kamu lapar ya?"

Mendengar perkataan itu Akira langsung melihat Ayase sambil menganggukkan kepalanya.

Melihat itu Ayase kembali tertawa dan mengambil sesuatu di saku seragamnya. Dua buah camilan keluar dari saku itu. Ayase memberikan kedua camilan enak itu kepada Akira yang kelaparan.

Raut muka putus asa Akira seketika berubah menjadi sebuah wajah penuh harapan ketika Ayase memberikan camilan itu.

Tanpa pikir panjang Akira langsung mengambil kedua camilan di tangan Ayase tersebut. Dia memakan camilan itu sedikit demi sedikit bagai tupai yang kelaparan.

"Ahahaha..."

Ayase tertawa melihat tingkah laku lucu dari Akira.

"Hngh... hm? Ada apa Ayase?"

"Ah enggak, kamu ini lucu ya. Ahahaha..."

"Benarkan?"

"Yup."

Akira terdiam sejenak, dia terlihat memikirkan sesuatu tapi ujung-ujungnya dia menghiraukan apa yang dia pikirkan dan kembali menggerogoti camilan pemberian Ayase.

Ketika Akira sudah selesai memakan camilan pemberian Ayase itu, dia berdiri sambil menepuk perutnya yang sepertinya kenyang.

"Wah... camilan itu tidak terlalu banyak tapi aku kenyang pas makannya."

"Tentu saja, camilan itu memang dibuat untuk mengenyangkan walau dengan jumlah yang tidak terlalu banyak tapi yah... itu hanya sementara sih."

"Oooooo.... Begitu ya, makasih ya Ayase kalau gitu aku pergi dulu ya. BYE!!"

"Aa! Tungg-  yah dia pergi duluan."

Akira pergi dengan cepat sambil berteriak tidak jelas.

[Ujung-ujungnya anak itu ngapain di sini?]

Ayase pun berjalan kembali ke kelas dengan rasa penasarannya akan Akira.

●●●

Jam pelajaran ke 4 sudah selesai. Guru yang mengajar pun keluar dari kelas karena jam pelajaran sudah selesai. Anak-anak kelas berdiri dari meja mereka dan pergi menuju gedung olahraga karena jam selanjutnya adalah jam olahraga.

Aku sedikit melamun di meja ku, memikirkan gadis misterius yang baru saja ku temui. Ketika diriku yang sedang melamun itu, seseorang memanggilku.

"Oy! HAYATO KAMU NGAPAIN... CEPETAN."

Orang yang memanggil ku itu adalah Akatsuki Aiko dan di sampingnya ada anak buletin yang selalu ingin tahu, Riyuuzuki.

Aiko melambaikan tangan nya ke arah ku, menyuruh diriku untuk cepat beranjak dari mejaku dan pergi ke gedung olahraga.

Ketika diriku ingin beranjak dari kursi ku, terdengar suara pintu yang terbuka tepat sebelah diriku.

Aku menolehkan kepalaku ke arah pintu tersebut dan orang yang berada di depan pintu itu  adalah Ayase. Sepertinya testnya sudah selesai.

Ayase melangkahkan kakinya masuk kedalam kelas. Dia melihat sekeliling kelas dan dia hanya melihat aku, Aiko dan Riyuuzuki.

"Hey Hayato, yang lain di man- ah sekarang pelajaran olahraga ya."

"Yep, yang lain udah jalan ke gedung olahraga."

Mendengar hal itu Ayase berjalan menuju tempat duduknya. Di sana dia mengambil ponsel di sakunya dan menaruhnya di atas meja miliknya.

Ayase menekan beberapa tombol di mejanya lalu, layar meja yang awalnya hitam mengeluarkan beberapa cahaya dan terlihat di layar meja sepertinya dia sedang memindai ponsel Ayase. Sepertinya Ayase sedang mengunggah beberapa file dari test untuk ujian paladin tadi.

Sementara itu aku menunggu Ayase di kursiku.

Aiko dan Riyuuzuki kembali memanggilku di pojokan kelas.

"OY HAYATO!! KAMI DULUAN YA!"

"YA!! Kalian duluan saja dulu!!!"

Mendengar itu Aiko dan Riyuuzuki pun pergi dan meninggalkan aku dengan Ayase di kelas.

Aku menunggu di kelas sampai Ayase selesai mengunggah filenya. Tidak lama setelah itu layar meja kembali menjadi hitam dan Ayase pun mengambil ponselnya kembali.

"Sudah?"

"Yup. kalau gitu, yuk."

Aku menganggukkan kepalaku dan segera beranjak dari kursi yang ku duduki.

Aku dan Ayase berjalan bersama menusuri koridor sekolah. Para siswa berada di kelas dan tidak ada suara berisik yang keluar dari kelas mereka itu menciptakan Suasana yang sepi bagaikan hanya kami berdua di sekolah ini.

Aku menyesuaikan langkah kaki ku agar Ayase tidak ketinggalan di belakang. Aku sedikit kepikiran soal testnya Ayase, maka akupun menanyakan nya.

"Testnya gimana?"

"Aku lulus."

"Bagus tuh, peringkat berapa?"

"peringkat 8."

"Waw, seperti yang kuharapkan dari nona Ayase."

"Ahaha... apa sih gaya bicara kayak gitu."

Ayase menutupi mulutnya dengan tangan agar tidak terlalu terlihat tertawa.

Melihat Ayase yang tertawa seperti itu, aku kepikiran akan sesuatu.

"Oh iya, kamu enggak apa-apa gitu?"

"Hm? Apanya?"

"Kalau kamu lulus seleksi nanti bakal beneran jadi paladin lho? Bukannya kamu mau buka tokoh roti?"

"Oh... soal itu ya, enggak apa-apa toh aku memang enggak terlalu serius kok, aku niatnya ngambil hadiah di peringkat ke 4."

"Oh begitu ternyata. Karena tahun ini hanya 3 kandidat yang akan mendapatkan jabatan paladin, jadi kamu ngincar peringkat ke 4 yang hanya dapat imbalan sejumlah uang ya."
"Yup, hitung hitung buat tabungan kan."

"Ahahaha... Baru kali ini aku dengar ada orang yang  ikut seleksi paladin tapi tidak mau jadi paladin."

Ucapku sambil tertawa kecil.

"Lagi pula aku ikut test ini gara-gara Bu Koyomi sih, kamu tau kan kalo Bu Koyomi udah ngasih saran susah itu nolaknya."

"Ahahaha, ya iya sih."

Ketika kami sedang berjalan, aku tersenyum melihat sosok Ayase yang periang seperti ini. Sosoknya yang anggun, serta Sifatnya yang ramah seakan-akan dia adalah rembulan di malam yang indah. Pantas saja Ayase mempunyai banyak fans, bahkan aku pernah dengar kalau, sebelum aku pindah kemari sekitar 1 tahun lalu, Ayase pernah di juluki sebagai putri rembulan yang tak tercapai.

Aku merasa senang ketika melihat perempuan yang dulu hanya terbuka dengan ku dan ibu. Sekarang, hatinya telah terbuka kepada semua orang. Setidaknya itulah yang aku yakini.

Ayase yang sadar kalau aku senyum-senyum sendiri. Dia menoleh kearah ku dengan senyum tipis yang cantik terlukis di wajahnya sembari bertanya.

"Ada apa senyum-senyum gitu?"

"Yah... gak ada apa-apa."

Ucap ku sambil mengalihkan pandangku, untuk menghindari kontak mata dengan Ayase.

"Hng... pasti kamu mikiran sesuatu ya."

Ucap Ayase sambil mengembungkan pipinya. Dia menatapiku dengan wajah polosnya.

"Jiiiii....."

Aku pun memalingkan wajahku ke tempat lain.

Ayase yang melihat Reaksi ku tersebut tiba-tiba tersenyum sambil melihatiku dan dia mencolek bahu ku sambil membisikan namaku.

"Hayato."

Suara yang lembut namun terdengar dewasa itu terdengar di telingaku dan ketika aku memutar kepalaku ke arah Ayase...

*Chup..

Ayase mencium pipiku ketika aku menoleh ke arah nya. Seketika jantungku berdetak kencang, aku benar-benar tidak meyangkah itu akan terjadi.

Aku melangkah kebelakang dan memegang pipiku dengan raut muka kaget yang terlukis di wajahku.

Ayase yang tertawa melihat reaksi ku itu pun mengambil langkah mundur. Dia membungkukkan tubuhnya sambil melihatku. Lalu, dengan Jari telunjuk tangan kanannya menyentuh bibir yang baru saja mencium pipiku. Ia mengedipkan matanya padaku Sambil berkata.

"Itu hadiah untuk ku."

Setelah itu Ayase berjalan pergi meninggalkan diriku yang tidak mengerti apa yang terjadi. Ketika Ayase sudah Jauh aku baru kembali ke kesadaranku. Aku pun mengejar Ayase ke gedung olahraga.

•••

Ketika aku sampai di gedung olahraga. Disana terlihat beberapa murid sudah mengganti baju mereka ke pakaian latihan. Ayase tidak terlihat di sana, maka aku pun bergegas pergi ke ruang ganti untuk mengganti seragamku.

Setelah aku mengganti seragamku aku keluar dan melihat Ayase sudah bersama dengan Aiko, Riyuuzuki dan juga sang anak populer dengan peringkat no 1 di kelas, Gilbert. Mereka terlihat berbincang bincang disana.

Aiko yang menyadari akan keberadaanku. Dia melambaikan tangannya dan memanggilku untuk kesana.

Aku menghampiri mereka.

Ketika aku datang Ayase terlihat menghindari kontak mata denganku, sepertinya dia masih malu soal ciuman tadi.

Aku sedikit khawatir soal ini tapi hal itu ku kesampingkan dulu untuk sementara. Sekarang kami sedang dalam kelas olahraga yang di khususkan untuk bela diri terhadap Katastrophe.

Disaat dimana dunia di ancam dengam terror dari makhluk dari dimensi lain yang yang kami sebut dengan Katastrophe setiap warga di pulau Kuyuki di wajibkan untuk mengikuti pelajaran untuk menghadapi 'bencana' berjalan tersebut. Tentu saja warga tidak di paksa untuk menghadapi bencana tersebut tapi hal ini di lakukan untuk mencegah terjadinya banyak korban ketika Katastrophe muncul.

Aku menoleh kearah Aiko untuk menanyakan sesuatu.

"Hari ini jadwalnya apa?"

"Katanya bakal latih tanding."

"Hooo... Siapa sama siapa?"

"Gak tau kayaknya random deh."

Ketika para siswa sedang senangnya mengobrol satu sama lain.

"SEMUANYA BERBARIS!!"

Terdengar suara lantang yang berasal dari pintu belakang gedung olahraga.

Setiap murid yang mendengar suara tersebut langsung berbaris tanpa menanyakan apapun.

Dari pintu belakang, muncul sosok perempuan dengan rambut hitam panjang berseragam olahraga. Sosok yang datang itu adalah Bu Koyomi. Dia merupakan guru olahraga khusus bela diri terhadap katastrophe.

Guru yang sering di panggil dengan julukan Disaster of Katastrophe ini meski memiliki paras yang cantik serta tubuh yang bisa membuat para lelaki luluh ketika melihatnya akan tetapi sifatnya yang sangat ketat membuat dia di takuti oleh banyak orang, bukan hanya siswa tapi bahkan orang dewasa terkadang merasa takut dengan dia.

Ketika Bu Koyomi keluar, aku mendengar banyak siswa mulai berbisik mengenai tiga siluet dari orang tak di kenal berdiri di belakang Bu Koyomi. Dan ketika para siswa berbisik...

*DTAAAANNGG!!!

Terdengar suara besi yang bertabrakan dengan lantai gedung yang Berhasil memekikkan telinga kami. Para siswa yang tadinya berbisik-bisik pun seketika terdiam ketika mendengar suara besi barusan.

Bu Koyomi berjalan dan berhenti di depan kami. Raut muka datar yang menakutkan terlukis di wajahnya. Tatapan matanya berhasil membuat suasana menjadi tegang.

Kami semua diam. Tidak ada yang berani untuk berbicara di dalam suasana dengan intimidasi sekuat ini.

Di dalam situasi yang tegang tersebut muncul seorang gadis dari belakang bu Koyomi. Dia mengintip berkali-kali seperti anak kecil.

Para siswa kebingungan melihat kejadian ini. Bu Koyomi belum menikah, selain itu aku tidak pernah melihat Bu Koyomi berbicara dengan guru laki-laki atau lelaki yang seumuran dengan nya. Maka dari itu tidak mungkin bagi Bu Koyomi mempunyai seorang anak.

Ketika para siswa kebingungan, aku memperhatikan sosok anak kecil itu dan merasa sangat familiar dengan penampilannya.

Anak yang berdiri di belakang bu Koyomi itu memiliki rambut berwarna ungu dengan hiasan pita yang sama warnanya selain itu dia juga memakai baju ungu.

Hanya ada satu orang yang ku kenal dengan ciri-ciri serba ungu itu. Orang itu adalah orang yang sama dengan yang meminta roti ku saat istirahat tadi. Akira Fialova, itu lah nama anak kecil yang dari tadi berdiri di belakang bu Koyomi.

"Anak itu..."

Aku mendengar Ayase sedikit bergumam. Aku melihat raut mukanya Ayase yang berbeda dengan raut muka para siswa yang kebingungan. Dilihat dari ekspresi nya sepertinya Ayase sudah pernah ketemu dengan Akira di suatu tempat.

Ketika aku mengembalikan pandanganku ke arah Akira. Aku benar-benar tidak bisa berkata apapun ketika melihat tingkah lakunya kali ini.

Dia menirukan pose serta raut muka Bu Koyomi. Akira yang berdiri di samping nya benar-benar mencoba untuk meniru raut muka nya bu Koyomi namun dengan wajah kekanak-kanakannya itu dia sama sekali tidak bisa menirukan raut wajah Bu Koyomi yang terlihat dewasa dan juga menakutkan.

Terlihat sebuah perbedaan atmosfer yang besar antara bu Koyomi serta Akira.

Para siswa yang melihat kejadian ini kehilangan rasa tegang di bahu mereka dan beberapa dari mereka terlihat menahan tawanya melihat tingkah laku dari Akira. Selain itu aku juga heran ketika melihat Bu koyomi yang biasa saja melihat Akira menirukan dirinya.

Untuk Bu Koyomi yang bahkan hampir memotong leher ku dengan tombak ketika aku tak sengaja meninggalkan sampah di bangku taman, itu sangat aneh jika Akira tidak mendapatkan apapun. Di dalam hati ku aku merasa kesal ketika dia tidak mendapatkan setidaknya satu tendangan dari Bu Koyomi.

Kecurigaanku terhadap Akira semakin membesar. Kemunculannya terlalu aneh untuk di bilang kebetulan. Selain itu aku curiga kalau sepertinya Bu Koyomi mengetahui sesuatu tentang hal ini.

Ketika aku tenggelam dalam lamunanku, suara lantang dari Bu Koyomi kembali terdengar. Lalu seketika, para siswa kembali merasakan ketegangan yang sama dengan yang sebelumnya seakan-akan kelakuan konyol Akira tadi tidak pernah ada sebelumnya.

"BAIKLAH!, HARI INI KITA KEDATANGAN TAMU! JAGA LISAN DAN JUGA KELAKUAN KALIAN!"

Akira terlihat tersentak ketika Bu Koyomi tiba tiba berbicara dengan suara keras.

Bu Koyomi menghiraukan reaksi Akira yang terkejut akan suaranya dan ia pun memberikan tanda kepada dua orang yang berdiri di pojokkan gedung untuk masuk.

Kedua tamu yang di bicarakan oleh Bu koyomi itu pun keluar dari bayang-bayang di pojokkan gedung.

Ketika kedua tamu itu menunjukkan diri mereka, raut muka para siswa tiba-tiba berubah. Raut muka yang kaget dan juga heran telukis di setiap wajah siswa yang ada di sana. Sementara Akira yang berada di samping Bu Koyomi terlihat bingung dengan apa yang terjadi di sini.

Kedua sosok yang keluar itu adalah Slayer ke lima Kyouko dan juga pemimpin dari para Slayers, sang Slayer ke delapan, Shinomiya.

Ketika aku melihat mereka dan para Siswa terkejut melihat kedatangan mereka, Ayase berbisik ke padaku.

"Hey.. Hayato.."

Aku yang mendengar itu melirik ke arah Ayase sambil mencoba untuk mendengarkan bisikannya.

Ayase melanjutkan bisikannya.

"Itu Mbak Kyouko kan, dan di sebelahnya itu... Slayer ke delapan, Sedang ada apa sampai pihak sekolah memanggil sang pemimpin Slayers kesini?"

Aku hanya bisa diam ketika mendengar perkataan Ayase karena aku pun tidak tahu apa tujuan sang pemimpin dari para Slayers jauh-jauh datang kemari.

Maka aku pun memperhatikan gerak-gerik dari sang pemimpin Slayers tersebut. Dan di saat dia berpapasan dengan Akira, aku melihat kalau dia melirik Akira walau hanya sekejap. Akan tetapi aku merasakan adanya kejanggalan dari lirikan itu.

Jika di pikir lagi kedatangan nya Akira itu saja sudah menjadi sebuah Anomali, yang dimana seorang pihak luar yang berhasil masuk ke dalam medan batas sekolah tanpa alasan yang jelas.

[Apakah Akira terlibat dengan Slayers Foundation?]

Disaat aku sedang berpikir keras mengenai hal tersebut. Suara yang familiar di telingaku terdengar.

Aku melihat ke depan dan suara itu berasal dari Sang pemimpin Slayers, Shinomiya Hiroto. Aku mempunyai kenangan kecil dengannya walaupun aku yakin dia sudah tidak ingat dengan hal itu.

Shinomiya pun memulai pembukaannya..

"Halo, para anak murid SMA Raizen. Kalian mungkin bertanya -tanya mengapa aku datang kemari? Apa tujuan aku kemari?."

Para siswa menyaksikan pidato dari Shinomiya dengan seksama, begitu pula Ayase. Akan tetapi aku masih melihat ada satu orang yang tidak peduli dan juga tidak mengerti akan situasi ini, Orang itu adalah Akira.

Ku lihat dari tadi dia hanya bengong tanpa mengatakan apapun atau memperhatikan apapun. Karena sudah bosan melihat tingkah konyolnya aku pun mengalihkan pandanganku dari Akira yang kebingungan ke pidatonya Shinomiya.

Shinomiya melanjutkan pidatonya.

"Baiklah, hari ini, aku datang kemari untuk melihat salah satu dari calon paladin nanti, serta aku ingin melihat kemampuan calon paladin yang sekarang."

Mendengar hal itu akhirnya aku mengerti sekarang, konteks dari kedatangannya kemari.

Sepertinya dia ingin menguji Ayase yang akan menjadi calon Paladin nanti. Maka dari itu dia datang di pelajaran olahraga, agar bisa mengujinya di sini.

Paladin merupakan gelar yang berada di peringkat ke dua setelah Slayer. Maka tidak lah langka ketika ada seorang Slayer ingin menguji seseorang yang berkemungkinan mendapatkan gelar tersebut. Hanya saja, Shinomiya yang ku kenal bukan lah orang yang suka melakukan hal seperti ini dan hal itu sedikit mengganggu pikiran ku.

Aku melirik ke arah Ayase. Dia sudah memasang wajah waspada kepada Shinomiya.

Shinomiya sadar akan tatapannya Ayase dan dia pun menengok kearah Ayase sambil mengeluarkan senyum tipis di wajahnya.

Ayase tidak merespon apapun dan Shinomiya kembali melanjutkan pidatonya.

"Aku ingin melihat keterampilan dari sang calon paladin dalam pertarungan."

Ketika mendengar hal itu para siswa lagi-lagi terkejut akan penyataan dari Shinomiya tersebut, sementara aku dan Ayase hanya bisa diam sambil menatap Shinomiya dari jauh.

"Um... namanya kalau gak salah Kotegawa Ayase. Ya, kepada siswi yang bernama Kotegawa Ayase. Mau kah kamu kedepan sebentar?"

Aku melirik ke arah Ayase yang secara mengejutkan terlihat tenang. Dia hanya menatap Shinomiya dengan wajah datar tanpa ekspresi apapun.

Ayase menghelah nafasnya sedikit dan dia pun berjalan maju ke depan.

Shinomiya yang tersenyum di depan sambil melihati Ayase, sementara itu Ayase melirik ke Arah Kyouko yang berdiri di samping Shinomiya. Kyouko menunjukkan senyum yang terlihat di paksakan. Ayase mengerti apa yang di sampaikan oleh Kyouko kalau ini sebenarnya bukan lah kunjungan resmi tapi, merupakan kunjungan yang di anjurkan oleh seseorang.

Sementara para siswa terpaku dengan Ayase yang berjalan ke depan. Aku melihat Akira melongo di samping Bu Koyomi. Dia terlihat ingin menghampiri Ayase tapi dia menghentikan niatannya.

Ayase berdiri di depan Shinomiya tanpa bertanya atau mengatakan apapun.

Shinomiya tersenyum dan mulai melanjutkan pekataannya.

"Kotegawa Ayase, maukah kamu berduel denganku."

Mendengar hal itu bisikan para murid semakin terdengar. Sepertinya mereka benar-benar tidak menyangka akan hal itu. Sebaliknya Ayase tidak terlihat terkejut, begitu pula denganku.

Ayase memberikan tatapan datar pada Shinomiya dan menjawab pertanyaannya.

"Saya berterima kasih telah mengajak saya berduel dengan sang pemimpin Slayers tapi, sayangnya menurut saya, saya belum memenuhi kriteria yang pantas untuk berduel dengan Anda, maka dari itu dengan berat hati saya tidak bisa menerima permintaan itu."

Para siswa terdiam mendengar hal itu. Lagi-lagi mereka tidak menyangka kalau akan jadi seperti itu, walau sebenarnya itu keputusan yang tepat. Jika Ayase menerima permintaannya Shinomiya maka aku yakin kalau duelnya akan di dominasi oleh Shinomiya, meskipun itu Ayase yang melawannya. Ditambah lagi dengan kebiasaan Shinomiya yang kalau sudah bersemangat kadang lupa untuk menahan diri. Untuk beberapa siswa memang bisa menjadi kesempatan untuk melihat betapa hebatnya seorang Slayer, akan tetapi untuk Ayase yang memang tidak terlalu mengincar posisi paladin dan juga untuk beberapa siswa ini bisa mempengaruhi motivasi mereka.

Walaupun sepertinya aku terlalu memikirkan hal ini tapi, hal ini bukan lah hal yang langka di dunia ini. Seorang Slayer yang ingin bercengkrama dengan calon Paladin malah membuat motivasi mereka turun.

Ketika memikirkan hal itu aku bisa melihat Shinomiya mengeluarkan senyum kecewa ketika mendengar jawaban dari Ayase. Sepertinya dia benar-benar ingin melakukan duel dengan Ayase. Jika memang begitu, alasannya apa?

Pikiranku berputar-putar disana selagi aku memperhatikan Shinomiya dan juga Ayase.

Lalu aku pandanganku terpalingkan oleh suara seorang perempuan yang berdiri disamping Shinomiya, sang Slayer ke 5, Shiemi Kyouko.

"Anu... boleh aku ngasih saran gak?"

"Hmm?"

"Mbak Kyouko?"

"Bagaimana jika Ayase berduel dengan salah satu dari murid kelasnya untuk berduel dengan dia?"

"Tung- Mbak Kyouko?"

"Hm... itu ide bagus."

"Eh! Tunggu sebentar."

"kenapa? Aku pikir ini ide yang bagus sih, lagi pula Shinomiya ingin melihat pertarungan dari seorang calon Paladin jadi tidak harus bertarung langsung dengan Ayase kan."

"tunggu sebenar, Mbak Kyouko."

Ayase mencoba menolak ide dari Kyouko.

Aku yang melihat perdebatan mereka merasa kalau Ayase sepertinya sedang didesak untuk menunjukkan kemampuannya.

Ayase berusaha untuk menolak permintaan mereka dan ketika ayase ingin menolak permintaannya seseorang tiba-tiba masuk kedalam pembicaraan mereka. Orang itu adalah Bu Koyomi.

"Kenapa Ayase? Kamu tidak ingin melakukannya?"

"Bukan begitu, tapi saya pikir tidak adil jika hanya aku yang di akui di sini."

"Tapi kau sudah menjadi calon dari paladin, dan kau adalah orang yang ibu saran kan ikut, kau sudah cocok sebagai orang yang mewakili kelas ini."

Ayase yang mendengar perkataan itu melihat Bu Koyomi dengan raut muka yang sedikit kesal.

"kalau Ibu membicarakan soal kemampuan, aku rasa ada orang yang lebih pantas dari pada aku."

"Hooo... begitu ya, kalau begitu bagaimana jika kamu berduel dengan orang itu saja gimana? Kau tidak keberatan kan Shinomiya."

"Tentu saja, saya tidak keberatan. Saya kemari untuk melihat pertarungan calon Paladin, jika itu orang yang di akui oleh calon Paladin itu sendiri, aku ingin lihat sehebat apa orang tersebut."

Mendengar pembicaraan mereka entah kenapa kerasaanku tiba-tiba menjadi tidak enak.

Ayase yang terdiam karena perkataan Bu Koyomi tadi menghelah nafasnya dan berbalik menatap Shinomiya dan juga Kyouko. Raut muka Ayase menjukkan kalau dia sudah menetapkan pilihannya.

Shinomiya dan juga Kyouko menatap balik Ayase dengan raut wajah yang sedikit tersenyum sambil menunggu jawaban dari Ayase.

"Baiklah aku akan menerima idenya Mbak Kyouko, akan tetapi dengan siapa aku bertarung akan di tentukan oleh Bu Koyomi."

"Bu Koyomi yang menentukannya? Bukan kah kamu yang bilang ada orang lain yang lebih pantas darimu, kenapa tidak kamu panggil saja dia."

"Begini saja tidak apa-apa, lagi pula Bu Koyomi seharusnya sudah tau orang yang aku maksud dan Bu Koyomi lebih tau siapa yang Siswa yang terampil di kelas ini. Iya kan Bu guru Koyomi."

Bu Koyomi terlihat sedikit kaget ketika mendengar apa yang Ayase katakan. Sedangkan aku yang memperhatikan pembicaraan mereka semakin merasakan perasaan yang tidak enak di pikiranku.

Bu Koyomi ternyum tipis dan menjawab pertanyaan Ayase.

"Baiklah, kalau begitu."

Bu Koyomi memutar kepala mengarah ke arah para siswa dengan senyum di wajahnya. Dia melihat sekeliling sampai akhirnya aku berkontak mata dengan tatapan tajam jadi Bu Koyomi.

Seketika aku paham akan apa yang akan terjadi, mulai dari ide yang di anjurkan oleh Kyouko dan juga orang yang di maksud oleh Ayase.

Seiring dengan rasa tidak enak ku yang terungkap, Bu Koyomi menganggat tangannya dan menunjuk kearah ku sambil mengatakan.

"Dengan ini aku menunjuk FUJIKAWA HAYATO sebagai lawan duel KOTEGAWA AYASE. Dan untuk yang menang Boleh meminta 1 permintaan kepada yang kalah!!!"

[TUNGGU DULU HAH!?]

『CHAPTER 1 – END』

Dragon Glaive - Strange GuestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang