Serpihan Hati Yang Terluka

1.6K 179 1
                                    

_lebih baik aku menangis dibawah hujan, karena tidak akan ada orang yang tau jika aku menangis_

💕💕

Raihan berjalan seorang diri. Hatinya terluka melihat kemesraan Zahra dan Ali. Sakit. Tak sanggup dia menahan rasa yang dialami, jika seandainya dia bisa berbicara dalam hati lantas akankah Zahra mendengar semua yang dia katakan?.

Hanya menanti sebuah kepastian tentang dirinya yang akan berlabuh. Hanya itulah harapan Raihan.

"Raihan".

Langkahnya terhenti mendengar suara yang memanggilnya. Sedikitpun Raihan tidak menoleh. Dia enggan menatap Ali. Ingin rasanya diabpergi namun langkahnya begitu berat.

"Aku tau perasaanmu, maafkan aku, bukan maksudku untuk merebut Zahra darimu".

Diatas sana langit menjadi kelabu menggelegar kan suara guntur yang beradu memekakkan telinga.

"Pergilah, aku tidak ingin berbicara denganmu". Suara Raihan terdengar bergetar menahan amarah.

"Jujur aku juga mencintai Zahra".

Ucapan Ali sukses membuat Raihan berbalik menatapnya. Dia tidak menyangka Ali akan berkata demikian.

"Kau tau? Aku sangat mencintai Zahra". Ali mengulang kembali kata katanya.

"tapi rasa itu tidak berarti apa apa dibandingkan dengan persahabatan bertahun tahun bersamamu, kau lebih berarti di hidupku".

"Aku tidak ingin kita bermusuhan bahkan sampai memutus tali silaturahmi. Aku ikhlas mengorbankan perasaan ini untukmu, tolong jaga Zahra, bahkan jika dibandingkan dengan ku memang kamu lah yang pantas untuk Zahra".

"Bukan aku". Air mata Ali menetes teringat keluarga Raihan yang telah lama mengurusnya.

"Aku tidak akan merebut Zahra darimu, meski dia cinta pertama bagiku, aku ingin berterima kasih padamu dengan mengorbankan perasaan ku, aku ini hanya anak yatim piatu. . ."

"Sst. . . ". Ucapan Ali segera dipotongnya "jangan teruskan, aku tidak ingin mendengar kata kata itu darimu".

Raihan menutup matanya, merasakan rintik air hujan yang jatuh di pelupuk matanya. Ucapannya terbayang di ingatannya yang telah menilai Ali sebagai sahabat pengkhianat padahal Ali rela berkorban demi kebahagiaannya.

Matanya kembali terbuka menatap Ali yang menggigit bibir bawahnya menahan amarah. Tubuhnya dia gunakan untuk memeluk Ali.

Untung saja tidak ada santri yang berlalu lalang disana, melihat pertengkaran dua sahabat itu yang terjadi beberapa menit lalu.

Gerimis semakin deras berjatuhan, para santri berlari menyelamatkan jemuran mereka dari terpaan air.

Nathan bangkit dari tempat duduknya, dengan cepat dia mencari sandalnya yang biasa mager di dekat pagar.

"Kemana pula sandal ane?". Ucapnya pelan. Wajahnya penuh kepanikan.

Sudut matanya melirik sepasang sandal disana.

"Ya Allah maafkan aku, aku menggunakan barang yang bukan milikku tanpa izin hari ini".

Tanpa berpikir panjang dia menggunakannya, berlari memungut jemuran yang setengah basah oleh amukan hujan.

Sesaat kemudian dia sampai di asrama. Tatapan mata Nathan menatap langit yang masih setia menampakkan kegelapannya.

Dia melihat Ali berjalan sendiri ditengah tirani hujan. Ada rasa kesedihan diraut wajahnya. Langkahnya pelan dengan tatapan mata yang menunduk. Mungkin dia menangis. Namun tidak ada satupun orang yang tau.

Dear SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang