8

500 74 31
                                    


Author’s pov

Aning menunduk, tak berani menatap Kyai Lukman dan Umi Najwa yang duduk tepat di hadapannya. Jantungnya berdebar semakin tak karuan saat melihat lurah pondok dan petugas keamanan yang siap menyampaikan dakwaan sekaligus hukuman untuknya. Ia memperbanyak do’a walau ia yakin Allah tidak akan membantunya kali ini.

“Keamanan, langsung saja bacakan hukuman untuknya.” suara Kyai Lukman membuat Aning memejamkan matanya. Sejujurnya ia belum siap jika harus meninggalkan pondok.

“Setelah saya dengan lurah diskusi, kami memutuskan hukuman untuk Aning yaitu meminta maaf kepada menantu Abi juga kepada seluruh santri di aula, ia juga di siram air got, sholat taubat dan dikeluarkan dari pondok karena telah menghina menantu Abi.”

Aning mencengkeram gamis dengan kedua tangannya yang bergetar hebat. Ia merasakan panas di matanya, air mata siap tumpah kapan saja. Saat ini hanya tinggal menunggu keputusan dari Kyai Lukman dan Umi Najwa yang sejak tadi menatap Aning.

“Aning, bisa jelaskan kenapa kau melakukan ini?” tanya Lurah pondok membuat Aning menengok ke arahnya gugup. Tidak mungkinkan ia mengatakan jika alasan sebenarnya karena ia tidak rela laki-laki yang dicintainya menikah dengan perempuan lain?

Jelas tidak mungkin.

“Karena-”

“Karena apa? Jawab dengan benar!” bentak petugas keamanan membuat Aning semakin gugup. Otaknya berpikir mencari alasan yang tepat yang setidaknya bisa mengamankan posisinya di Pondok.

“Tidak perlu menjawab jika tidak mau mengatakannya.” Aning kembali menunduk saat Kyai Lukman kembali bersuara.

Ia benar-benar tidak berkutik sekarang. Baiklah, ia pasrah sekarang. Ia harus siap jika dikeluarkan dari pondok.

“Umi tidak setuju jika dia dikeluarkan dari pondok.” Tidak hanya Aning, tapi petugas keamanan dan lurah pondok langsung memandang Umi. “Bagaimana jika hukuman ini diganti?” tanya Umi Najwa pada petugas keamanan dan lurah pondok.

“Iya, Umi. Tentu saja bisa.”

“Mengeluarkannya dari pondok belum tentu bisa membuatnya jera. Siapa tahu dia bisa melakukannya di tempat lain, kan Abi?” Kyai Lukman mengangguk membuat petugas keamanan dan Lurah pondok berpandangan.

“Bagaimana dengan membersihkan seluruh pondok selama 2 tahun, Umi, Abi?” Keamanan menatap 2 pengasuhnya bergantian.

“Ditambah pemberhentian menjadi pengurus rumah.” tambah Lurah Pondok. Kyai Lukman dan Umi Najwa saling berpandangan, mempertimbangkan.

“Ya. Kami setuju.”

#

Sidang selesai setelah Kyai Lukman dan Umi Najwa menyetujui hukuman yang dijatuhkan untuk Aning. Dengan langkah gontai, Aning melangkah keluar rumah melalui pintu depan. Setidaknya ia bersyukur Kyai Lukman menolak pengeluarkannya dari pondok, artinya ia masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki sikapnya. Ia juga merasa lega, setidaknya entah berapa tahun lagi ia akan kembali mengurus rumah.

Tepat di depan pintu ia menengok ke samping dan melihat kedua teman sekamarnya mengintip jendela. Dewi dan Zaza memandang Aning dengan wajah terkejut mereka. “Kalian senang mendapat bahan baru?”

“Bahan apa yang kau maksud? Kami tidak bermaksud menguping, asal kau tahu!” Dewi dengan sewotnya mengelap jendela di hadapannya dengan lap basah.

“Benar. Kami hanya membersihkan bagian sini.” Zaza melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda, menyapu halaman rumah.

Zalumin & Zafian Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang