Bagian 9

936 62 2
                                    

Dear Wife

Beberapa hari ini Salmah merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Dirinya sedikit terasa kosong ketika Irsyad tak sedikitpun menyapa. Bahkan pria itu sama sekali tidak ingin bertemu dirinya, sampai-sampai pindah kamar tidur ke ruang kerja. Salmah merasa sikap Irsyad sangat berlebihan.

Namun, sudah beberapa kali Salmah membuka obrolan dengan suaminya itu tapi tak pernah ditanggapi. Irsyad akan pergi meninggalkan dirinya ketika mulai membahas masalah mereka. Salmah merasa ia akan menggila tidak lama lagi. Ia tak dapat memecahkan kode-kode dari suaminya.

Baru kali ini dia menghadapi lelaki penuh kode. Apakah dulunya Irsyad anak pramuka? Salmah mengacak rambutnya karena merasa frustasi. Sudah tiga hari setelah ia merasa ada perubahan dengan suaminya, ia pulang lebih awal dari biasanya.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Salmah, secepat kilat ia berlari menuju pintu. Ketika ia berada di depan pintu ia pun membenarkan tata letak rambutnya.

"Kok baru---,"

"Atas nama Salmah Azzahra?"

Salmah ingin sekali menendang pintu berwarna putih tempat ia menyandarkan badan. Yang ia harapkan siapa, yang datang siapa. Dengan wajah masam ia menyambut paket yang ia tebak berisikan baju pesanannya.

Setelah menerima paket, ia kembali masuk ke dalam. Rasa ingin tahunya terlalu tinggi sehingga tak berapa lama paket itu sudah dibukanya. Ia pun mencoba baju kaos dan daster barunya. Notabenenya sudah cantik, mau pakai apapun tetap terlihat bagus.

Pintu kembali di ketuk ketika ia sedang mencoba daster. Karena malu hanya memakai daster, Salmah melilit tubuhnya dengan selimut tebal. Badannya persis seperti ulat bulu, hanya saja berbeda warna. Yang ini ulat bulu berwarna putih.

"Bentar!" teriak Salmah karena sedikit kesusahan untuk berjalan.

Ia pun membukakan pintu, antara terkejut dan ingin bersyukur menjadi satu. Irsyad tengah berdiri di depannya dengan wajah kusut dan sedikit terkejut melihat istrinya berselimut di sore yang lumayan panas.

"Kamu sakit?" Irsyad hendak menyentuh kening Salmah tetapi langsung ditepis.

Salmah berpikir sejenak, kalau dia pura-pura sakit pasti Irsyad akan memaafkannya. Tampaknya ia harus memanfaatkan situasi ini. Dengan wajah dibuat selesu mungkin, Salmah memegangi kepalanya pura-pura pening.

"Nyut-nyutan ini kepala dari tadi," ucapnya.

Irsyad menuntun Salmah menuju sofa ruang tamu. Sebenarnya Salmah sedikit gugup, takut ketahuan berbohong, tapi ia kan pandai berakting.

"Mual juga nggak?" tanya Irsyad.

Salmah mengangguk.

"Kayaknya dedeknya udah mau hadir," gumam Irsyad yang membuat Salmah mendelik tajam.

Kadang-kadang otak Irsyad itu sedikit error. Salmah sampai tak habis pikir, ada apa dengan suaminya itu. Lama-lama ia bisa gila mendengarkan Irsyad.

"Perasaan tadi pagi kamu sehat-sehat aja, kok tiba-tiba bisa sakit?" tanya Irsyad lagi.

"Namanya sakit bisa datang kapan aja. Aku banyak pikiran, makanya kayak gini. Apalagi beberapa hari ini ada orang yang diemin aku,"

Irsyad mengernyitkan keningnya, kemudian tertawa terbahak-bahak.

"Siapa yang diemin kamu?"

Hah. Salmah yakin tak lama lagi kepalanya akan terasa sakit karena mendengarkan suaminya yang sedang error itu. Ia tak habis pikit ada manusia seperti Irsyad, magadir. Memang nggak tahu diri, kalau kata teman-temannya di kantor.

Salmah sudah terlanjur akting, jadi ia harus menghempaskan jiwa-jiwa gengsinya agar masalah mereka cepat selesai. Ia tidak suka Irsyad yang cuek, ia tidak suka didiamkan seperti ini, ia pun tidak suka melihat suaminya itu tidak ada di sebelahnya saat tidur.

"Kamu, Irsyad! Kamu diemin aku beberapa hari ini setelah jemput aku malam itu. Kalau marah itu ngomong, jangan kayak cewek diem doang. Segala pindah tidur ke ruang kerja lagi," terang Salmah. Nafasnya agak ngos-ngosan setelah mengeluarkan unek-unek yang ia pendam.

Mau tahu bagaimana ekspresi Irsyad? Wajahnya sangat menyebalkan. Ia menaik turunkan alisnya sambil menahan tawa, bibirnya melengkung tetapi memberikan efek minta ditabok.

Irsyad menjawil dagu istrinya lalu tertawa puas. Akhirnya ia menang, istrinya yang sombong, egois, sok merasa benar tapi ia cintai itu terkalahkan. Ah, rasanya ia senang sekali.

"Bilang dong kalau nggak suka diperlakukan begitu," goda Irsyad.

"Yah kok jadi nyesel sih udah jujur," gumam Salmah.

Irsyad menghentikan tawanya, sekarang waktunya untuk memberikan nasehat kepada istri tercintanya itu.

"Kalau kamu masih mau kerja, kamu harus sayangi diri kamu. Jangan pernah telat makan lagi, jangan nonaktifin handphone kamu. Kamu harus ingat nih ada aku, suami kamu yang khawatir bininya nyangkut sama nasabah di sana." Irsyad menepuk pucuk kepala Salmah.

Memang dasarnya sedang error, nasehatnya pun dibumbui lelucon. Siapa juga yang akan nyangkut dengan nasabah kalau punta satu saja sudah rewel begini. Salmah membuka gulungan selimut di badannya.

"Lah ini kenapa dilepas, nanti kedinginan," protes Irsyad.

"Udah sehat. Makan yuk bikin bakwan!" Salmah menyeret Irsyad ke dapur.

Sudah tak usah mengkhawatirkan Salmah yang akan kecipratan minyak kalau kenyataannya Irsyad juga yang mengeksekusi masakan. Salmah? Dia hanya sebagai penonton yang akan berteriak jika minyak goreng akan mengenai tangan suaminya.

Bersambung .....

Alhamdulillah bagian 9 sudah selesai. Hari ini double update deh, karena semalam lupa update hehehe. Mohon kritik dan sarannya, semoga suka.

Dear WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang