note: jangan membaca cerita ini di waktu-waktu sholat
“Saat ini aku hanya mampu memandangmu dari kejauhan.
Tersenyum dan salah tingkah bila pandangan itu beralih menatapku.
Namun, aku bukanlah seperti Fatimah yang pantas dicari dan ditunggu.
Menunduk terdiam agar rasa ini tetap terpatri namamu tanpa ada yang tau."
(Syanum Wardatul Arsy)🌸🌸🌸
“Bang, Syan berangkat ke sekolah bareng Syifa aja ya.” Suara lembut Syanum itu memecah keheningan di lantai satu rumahnya.
“Kenapa gak sama abang aja, Dek?” tanya uminya menanggapi perkataan Syanum.
“Tadi malam, Syifa ngajak berangkat bareng Mi. Boleh, ya?” jawab Syanum bergelayut manja di tangan uminya.
“Ya udah, tapi kalian hati-hati ya,” tambah uminya mengiyakan permintaan anak bungsunya itu.
“Makasih Umiku yang cantik” Dengan suara manja yang dibuat-buat Syanum meranjang menyalami umi dan Abangnya lalu berpamitan berangkat lebih dulu.
“Hati-hati, Dek,” teriak Azzam dari dalam rumah yang masih bisa didengar dengan jelas oleh Syanum.
Semenjak masa perkenalan lingkungan sekolah waktu itu Syanum dan Syifa menjadi lebih akrab. Ditambah lagi mereka menjadi teman sekelas yang membuat keduanya semakin lengket. Sudah masuk tiga Bulan Syanum dan Syifa menjadi siswa di sekolah itu dan keduanya masih tanpak Antusia sebagai murid baru, terutama Syifa yang kadang-kadang suka tebar pesona dan itu terkadang membuat Syanum risih.
Meski begitu Syanum tetap suka berteman dengan Syifa karena sifatnya yang periang namun sedikit tertutup dengan masalah pribadi.
“Syan, turun udah nyampe tau,” sergah Syifa yang melihat Syanum tak bergeming dari posisinya.
“Ehh, udah sampai, ya,” jawab Syanum tak sadar kalau mereka sudah sampai.
“Ngelamun mulu sih Lo, sampai gak sadar kalau udah nyampe,” gerutu Syifa lagi.
“Maaf, Syifa.” Dengan cengirannya mencoba membujuk Syifa yang merajuk.
“Iya-iya dimaafkan. Lain kali ngelamun lagi Gua tampol mukak Lo. Udah yuk masuk,” gertak Syifa tapi masih terlihat kalau itu hanya candaan gadis itu.
Berjalan beriringan menyusuru koridor yang akan menghantarkan mereka ke kelas mereka. Syanum dan Syifa tanpa sengaja menangkap sosok yang selalu diperhatikan Syanum diam-diam itu. Hanya melirik dan memberi senyuman tipis laki-laki itu berlalu meninggalkan keduanya.
“Masyaallah, gantengnya,” pungkas Syifa tiba-tiba dan Syanum masih belum bergeming akan hal itu.
“Tuhkan, ni anak suka banget ngelamun,” sela Syifa lagi.
“Aku gak ngelamun kok,” jawab Syanum cepat.
“terus apa? Ngayal?,” tanya Syifa lagi.
“Gak ahh, udah ayuk lanjut jalan lagi,” potong Syanum segera sebelum temannya itu melempar pertanyaan lebih banyak lagi.
Sesampainya di kelas mereka Syifa yang dari tadi sudah menyimpan segudang pertanyaan dengan sikap Syanum pagi ini. baru saja hendak bertanya, bel masuk sudah berbunyi nyaring di pendengaran semua yang ada di sekolah itu.
“Ya elah baru juga mau ngerumpi,” umpat Syifa yang sayup-sayup bisa ditangkap oleh indra pendengaran Syanum.
“Mau ngapain Fa?” tanya Syanum menatap Syifa.
“Gak jadi. Ntar aja,” balasnya seadanya lalu duduk kembali ke kursinya.
Setelah beberapa jam menghadapi pelajaran yang membosankan menurut Syifa akhirnya bel kembali berbunyi, menandakan istirahat untuk semuanya. Dengan langkah cepat Syifa mengambil posisi tepat di samping Syanum.
“Astagfirullah. Syifa! Kamu ngapain sih? Kaget tau,” sergah Syanum melihat tingkah Syifa.
“Heheh maaf Buk, maaf,” balasnya sambil nyengir kuda.
“Syan Gua mau nanya sesuatu boleh?” tanya Syifa ragu-ragu.
“Lo gua lo gua. Sopan dikit bahasanya Neng,” protes Syanum dengan nama panggilan yang digunakan Syifa.
“Kali kedua, maafin Gua. Ehh maafin aku. Udah ahh bahas itu. Ini mau nanya beneran.” Kali ini malah Syifa yang berbalik protes kepada Syanum.
“Mau nanya apaan emangnya?” jawab Syanum memilih mengalah.
“Lo suka ya sama Kak Rifai?” Tiba-tiba saja pertanyaan Syifa itu berhasil membuat Syanum menegang.
“Rifai? Itu siapa lagi sih Fa?” Sambil mengelak, syanum pura-pura tidak mengetahui laki-laki yang bernama Rifai itu. Padahal sejujurnya ia sudah tau siapa empu yang mempunyai nama Rifai itu.
“Ihhh, Lo mah gak waras kali ya. Asal Lo tau gua sering ngeliat Lo curi-curi pandang sama tu orang. Masa Lo gak tau namanya. Perlu gua jelasin lagi dia siapa? Itu yang tadi kita jumpa di lorong? Masih belum kenal?” Rasanya telah beribu-ribu pertanyaan yang sudah di ajukan Syifa.
“Siapa juga yang mandangin dia,” protes Syanum cepat.
Padah itu semua bohong, hanya saja dia tidak mau ada yang tau kalau dia diam-diam menyukai laki-laki itu. Ditambah lagi dia tau betul, kalau laki-laki itu salah satu laki-laki yang di Idolakan banyak gadis di sekolah ini.
“Beneran Lo gak naksir dia?” tanya Syifa meyakinkannya kembali.
“Iya Syifa Zahira,” jawabnya berusaha untuk meyakinkan teman yang sudah mulai ia anggap sebagai sahabat saat ini.
“Maaf Fa, aku belum bisa jujur. Aku Cuma gak mau ada orang yang tau tentang rasa ini,” ucap Syanum membatin.
🌸🌸
Alhamdulillah.
jeng jeng jeng, IDSM balik lagi nih.
gimana dengan part ini, suka gak? masih monoton ya? hehe, iya author sendiri juga ngerasain itu😢, tapi tenang part-part menegangkan dari IDSM bakalan segera hadir kok😍😍
jangan lupa vott, coman dan follow akun Author ya🤗
Ambil baiknya, tinggalin semua yang buruk.salam dari Author IDSM
Pebni Sonia ( Wafiq Hawa)👋👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam dari Sepertiga Malam
Spiritual[Bila Berkenan Follow Dulu Ya Sebelum Membaca] Romance-Spiritual . . Gadis berparas ayu dengan senyum yang selalu merekah bak matahari, ya dia adalah syanum wardatul arsy. gadis yang memiliki kisah cinta dalam diam di masa Smanya. terungkapnya rasa...