(Mau main tatap-tatapan kayaknya, guys)
————
Dari tadi, Anira terus menatap horor Riana yang kini sedang berada di tribun sekolah, memandangi lapang utama. Gadis itu terus memandangi potongan coklat di tangannya sambil senyam-senyum tidak jelas.
"Senyam-senyum mulu, teman sendiri malah dicuekin!" gerutunya sebal. Anira dibuat terheran-heran oleh tingkah Riana yang semakin ke sini jadi tambah aneh. "He! Riana Maudy itu coklatnya mau leleh, kalau cuma dipandangin doang mubazir, buat gue aja...," ucapnya jadi gemas sendiri, bersiap ingin menyambar coklat itu.
Dengan cepat Riana menggeser tubuh, menyembunyikan potongan coklat itu di belakang punggunya sambil menatap Anira tajam. "Enggak, enggak. Enggak boleh," jawabnya sedikit menggeleng.
"Lo kenapa, sih, jadi aneh gini. Tadi aja pelajaran pertama, lo gak merhatiin Pak Arka. Diapain sama Kak Leon?"
Kalimat terakhir yang Anira ucapkan membuat gadis itu terdiam. Riana jadi teringat lagi pada wajah Leon ketika di koridor tadi. Senyumannya mengembang, tanpa menjawab lagi langsung menggigit ujung coklat dengan mata berbinar.
"Ini, dimakan. Tadi katanya mau? Nih." Riana menyodorkannya pada Anira, namun dibalas gelengan cepat membuat gadis itu mengangkat bahu tidak peduli. "Coklatnya enak, loh. Ajaib. Bisa bikin bunga-bunga di sini," tunjuk Riana pada dada sebelah kirinya.
"Enggak mau. Sekarang mood gue runtuh seketika," tolaknya tak bersemangat. Anira membalikkan badan, menatap lapang utama menahan rasa ingin memaki Riana saat itu juga. Padahal mereka sudah berteman lama, tapi tetap saja melihat kelakukan absurd Riana sampai sekarang membuat Anira geleng-geleng.
Riana mengangguk saja. Dia jadi sibuk sendiri dengan coklat yang katanya 'ajaib' itu tanpa memperhatikan lapangan seperti Anira sekarang. Anira juga tidak meneruskan obrolan lagi, dia menopang dagu, menarik nafas dalam dan menghembuskannya pelan.
"Hati lo ada bunga-bunganya? Minta satu."
"Hm?" Riana mendongak menatap Anira yang sedang menatap lurus entah memperhatikan siapa. Sedangkan Riana masih terdiam menunggu jawaban Anira selanjutnya.
"Gue pengen Bunga Bangkai," jawabnya lempeng. Tidak sadar dengan mimik wajahnya yang terlihat mengenaskan, bukan menggemaskan. "Kalau boleh, gue minta empat. Kalian gue kasih satu-satu."
Bibir Riana perlahan tertarik ke atas, memperlihatkan deretan gigi putihnya. Hampir saja tawanya menyembur, namun Riana menahannya karena di sekeliling mereka juga ada anak-anak dari kelas lain yang ikut menonton aksi para pemain basket di lapangan.
"Itu kelas sebelas semua?" tanya Anira pelan, menunjuk arah lapangan dengan dagunya sehingga Riana mengikuti arah yang Anira maksud.
"Kayaknya enggak. Ada kelas sepuluh juga, tuh. Itu yang ekskul basket, kali," tebaknya masuk akal. Namun, detik berikutnya Riana merasa sadar sesuatu. Dia menatap Anira dengan kerlipan polosnya, lalu mengetuk pundaknya dua kali. "Kok kamu jadi kalem? Biasanya nyanyi sarangeul haetta terus, energi rahasianya dicopet orang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RL's Story
Teen FictionBagaimana jika hidupmu dipenuhi dengan misteri? Sama seperti Riana Maudy yang berhari-hari kebingungan karena mendapat notes aneh, dan itu kerap terjadi semenjak bertemu dengan pria menyebalkan. Sudah berapa notes yang dia temukan? Riana pun malas...