5

92 12 2
                                    

enjoy ur reading hun~

-


"Tidak ada yang berubah dari apartemen ini, ya?"

Rambut hitam itu masih dengan gelungan khasnya, gaya rambut yang digemari oleh Hansel. Manik safir cerah itu juga masih memancarkan kehangatan dan afeksi, persis seperti afeksi yang dibutuhkan oleh pria beranak satu itu, beberapa tahun yang lalu.

Entah gagasan darimana, Lauren mendatangi apartemen Hansel. "Aku merindukan malaikat kecil itu," ucap Lauren ketika ia ditanyai perihal ia datang ke tempat itu. Wanita itu berjalan ke dalam apartemen itu. Sesaat kemudian, pria itu mencengkram pergelangan tangan wanita itu. Sontak hal itu membuat Lauren terkejut.

"Kuingatkan kau, jangan melangkah terlalu jauh! Ingat janjimu!" ucap pria itu dengan nada tajam. Wanita itu, merasa terintimidasi. Ia tidak mengira akan disambut begini, walaupun ia sudah mengira kemungkinan hal ini akan terjadi. Hanya saja, ia terkejut.

"Tenang saja, aku tau diriku siapa. Dan aku sadar akan posisiku. Kau tidak perlu cemas begitu," ucap wanita itu kemudian menarik perlahan tangannya agar terlepas dari cengkraman itu. Saat cengkraman itu terlepas, Hansel menyadari bahwa tidak ada cincin apapun di jari wanita tersebut. Hansel berniat untuk bertanya, namun ia merasa bahwa itu bukan hal yang sopan.

"Teh atau minuman lainnya?" tanya pria itu. 

"Such a gentleman!" Wanita itu sekarang sudah duduk di atas sofa panjang di depan perapian elektrik itu. 

"Sudah kewajibanku sebagai warga negara Inggris yang baik untuk menjamu tamuku, walaupun untuk saat ini tamu yang tak diundang..." pria itu menggantung ucapannya.

Wanita itu memandang pria itu dengan ekspresi memintanya untuk melanjutkan ucapannya. Yang tak diundang dan tak diharapkan untuk datang, lanjut pria itu dalam hatinya. "Lupakan saja." Pria itu memandang ke arah jendela untuk memandang langit musim dingin.

"Secangkir teh dengan perasan lemon, jika kau tidak keberatan?" ucap wanita itu memecah kediaman mereka. Masih tidak berubah, ternyata. Hansel tidak mengucapkan apapun, ia langsung beranjak ke arah dapur.

Sudah menjadi kebiasaan Eva untuk bangun lebih siang di hari minggu. Sehingga keberadaannya tidak dapat ditemukan di apartemen itu. Gadis kecil itu masih berlindung di bawah selimut raksasanya. Dan Hansel sejujurnya tidak pernah keberatan dengan kebiasaan putrinya itu. Lagipula, apa tujuan hari minggu diciptakan jika bukan untuk bermalas-malasan?

Sekitar semenit kemudian, pria itu sudah kembali ke ruang tengah dan duduk bersama wanita itu. Walaupun mereka duduk di sofa panjang yang sama, tetap saja ada tembok imajiner yang tercipta di antara mereka. Atmosfer canggung kembali tercipta di antara mereka.

"Aku membatalkan pernikahanku," ucap wanita itu tiba-tiba. 

"Aku tidak bertanya," balas pria itu. 

"Kau tidak bertanya secara lisan, tapi ekspresi wajahmu terlalu jelas saat memperhatikan tanganku tadi." Skakmat! Hansel lupa dengan kelebihan wanita itu yang bisa sangat peka terhadap ekspresi orang lain.

"Terserah. Lagipula, itu bukan urusanku," ucap pria itu membela diri. 

"Wah, tidak ada yang berubah ternyata. Kau dengan mulut tajammu." Ada raut menyindir di wajah wanita itu, yang kemudian tergantikan dengan senyuman sendu. Aneh.

"Dimana dia?" tanya si rambut hitam. Si rambut cokelat terang yang ditanyakan begitu hanya memberikan pandangan bingung, walaupun ia tahu siapa yang ditanyakan oleh si rambut hitam. "Tentu saja malaikat kecil kita!"

Ada perasaan aneh saat Hansel mendengar kata 'kita' keluar dari bibir wanita di sebelahnya. Namun, Hansel memutuskan untuk mengabaikan kata tersebut. "Dia masih tidur, kebiasaannya di hari minggu," ucap pria itu.

Kembali lagi mereka pada keheningan. Sampai akhirnya keheningan itu dipecahkan oleh Lauren. "Bolehkah aku membangunkannya?" Ada seberkas harapan di mata gadis itu.

"Silahkan, kau masih ibunya, kan?" ucap pria itu kemudian berjalan ke dalam kamarnya, kamar yang beberapa tahun lalu mereka tempati berdua. Meninggalkan wanita itu dengan beragam perasaan dalam hatinya.

***

"Hey, waktunya untuk bangun, sweetheart!" Wanita itu mengguncang pelan tubuh kecil yang masih terlindungi oleh selimut raksasa berwarna merah muda itu. Tubuh kecil itu jelas merasa terganggu, namun wanita itu tetap membangunkannya.

"Jam berapa sekarang?" ucap gadis kecil itu masih dengan nada mengantuk. 

"Sekarang sudah pukul 10, dan sudah waktunya untuk bangun," jelas wanita berambut hitam itu dengan nada lembut.

Gadis kecil itu tiba-tiba tersadar akan suara yang membangunkannya. Ia hanya pernah dibangunkan oleh dua suara wanita, yaitu suara neneknya dan suara Aunt Emi. Tapi suara ini terdengar berbeda, namun tidak berbahaya. Bahkan terasa nyaman saat mendengar suara itu.

"Aunt Laurie!" pekik gadis itu senang kemudian masuk ke dalam pelukan wanita itu. Sedikit rasa kecewa dirasakan oleh wanita itu saat gadis kecil itu memanggilnya dengan sebutan 'aunt'. Tapi tidak mungkin kan ia hadir di kehidupan gadis ini lalu tiba-tiba memproklamasikan dirinya sebagai ibu dari gadis kecil itu?

"Kapan kau datang?" tanya gadis kecil itu lagi. 

"Saat kau masih sibuk menjelajahi mimpimu, sweetheart," ucap wanita itu sambil membelai halus surai cokelat terang itu. 

"Hmm, darimana kau tau tempat tinggalku? Dan untuk apa kesini?" tanya gadis kecil itu lagi.

Lauren terdiam memikirkan kira-kira alasan apa yang tepat untuk ia ucapkan. "Maafkan aku, Aunt Laurie. Sepertinya ucapanku membuatmu tersinggung," ucap gadis itu sambil menunduk merasa bersalah. Ia menaut-nautkan kedua jarinya.

"Hei kau jangan merasa bersalah begitu, kalau aku jadi dirimu aku pasti juga akan menanyakan hal yang sama, mengingat kita baru bertemu kemarin." Lauren menampilkan senyum terbaiknya, yang dibalas juga dengan senyuman oleh gadis kecil itu. "Aku kesini untuk merayakan ulang tahunmu, tentu saja. Kemarin kau mengatakannya padaku kan?"

Mendengar ucapan wanita bermata safir itu membuat Eva tersenyum dengan semangat. "Dan, aku bertemu dengan ayahmu tadi di toko kue di seberang bangunan ini," ucap wanita itu lagi, setengah berbohong. Ia memang sempat ke toko kue di seberang jalan sebelum datang ke apartemen Hansel. Namun ia tidak bertemu dengan pria itu sama sekali.

"Wah kau membawakan aku kue ulang tahun?" pekik gadis kecil itu dengan semangat. 

"Ya, dan kau tidak akan mendapatkannya kecuali kau mandi sekarang!" pekik wanita itu tak kalah semangat.

Mendengar itu, Eva langsung melompat keluar dari selimutnya. Aksinya itu menimbulkan tawa yang keluar dari wanita berambut hitam itu. Tawa yang dulunya disukai oleh pria yang saat ini sedang berdiri di balik pintu yang terbuka sedikit.

Atau mungkin, aku masih mengagumi tawa itu.


-

tbc

Healing (COMPLETED)Where stories live. Discover now