Prolog

49.8K 1.7K 46
                                    

Shubuh. Pukul 04.00.

Aku menutup mata, tapi masih terdengar jelas, suara orang yang lalu lalang di depan kamar. Suara denting perkakas makanan yang dipersiapkan.

Suara kursi plastik yang disusun.

Suara riuh orang-orang yang bekerja di dapur. Lalu yang paling jelas, adalah suara musik khas yang berdentum-dentum menggetarkan semua kusen dan kaca di kamarku.

Masih shubuh, dan semua orang terdengar sibuk. Entah, jam berapa mereka tadi bangun. Atau mereka malah tidak tidur sama sekali dari semalam?

Entahlah.

Aku sendiri tak sanggup terbuai mimpi dengan nyenyak semalaman, karena terlalu gugup memikirkan hari ini. Sekitar pukul sepuluh malam saat aku masuk kamar berencana untuk tidur.

Namun pikiran ini malah mengembara kemana-mana hingga shubuh tadi. Tidak tidur, namun juga tak berani terlihat lelah.

Inginku, memejamkan mata barang sejenak setelah sholat shubuh, tapi, ketika seorang ibu bermake-up tebal datang setengah jam lalu bersama asistennya, dengan membawa sebuah kotak perkakas ajaib, aku hanya bisa menghela nafas.

"Ya ampun, Nay... kok sampek jadi berkantung begini matanya? Ndak tidur ta, Nduk, semalam? Mikiri opo? Mikiri Ray ta?" godanya sambil membuatku duduk dan mulai melakukan treatment di mataku dengan sebongkah es batu yang dibungkus dengan handuk kecil.

"Iyalah, Tante... Naya itu mau menikah dengan lelaki ganteng, yang baiknya ngga ketulungan, lelaki soleh yang jadi idolanya banyak orang, terus seorang pengusaha muda juga, siapa yang ndak deg-degan?

Kalau Alina jadi Naya, pasti juga bakalan gugup setengah mati, dan ndak bakal rela tidur demi membayangkan hari ini," sahut Alina sahabatku yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarku. Dia terkekeh menggodaku.

Setelah itu, ibu setengah baya tadi melakukan semacam ritual, ah, atau sebenarnya berdoa ya, sebelum mulai membuat perubahan besar pada wajahku ini.

"Iya, ini doa biar yang dirias ini nanti bisa jadi sangat cantik dan manglingi," jelas tante cantik itu.

Yah. Beliau adalah perias pengantin, yang sedang meriasku, make-over penampilanku, untuk pernikahan yang akan berlangsung kurang dari 4 jam lagi.

Benar. Ini adalah hari perrnikahanku.

Aku sendiri tak percaya aku bisa sampai di hari ini, menjalani segala treatment, dan mengalami ini semua. Alina yang lebih heboh dariku. Dia senang sekali berkesempatan bisa datang sebelum aku dirias. Katanya, dia ingin belajar merias dari ahlinya langsung. Tapi lebih-lebih, dia senang melihatku akan menikah dengan lelaki yang sedari dulu dikaguminya. Lelaki yang dituduhkannya pacaran denganku diam-diam.

Aku akan menikah.

Bukan, bukan dengan kekasihku. Bukan pula dengan lelaki yang dijodohkan orangtuaku untukku. Dia hanya lelaki yang memilihku untuk menjadi istrinya. Bukan karena cinta, karena aku sangat tahu, dimana hatinya berlabuh saat ini.

Tapi kurasa, ini pernikahan karena kompromi. Aku dan Ray tidak dijodohkan, kami menikah atas kemauan kami sendiri, hanya saja, tanpa ada cinta yang hadir di antara kami.

Nayyara, Lost in MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang