Sesuai dengan perjanjian, Osih dan Dede berdandan ala remaja normal. Masih dengan rambut cepol dan kepang, mereka berdua sudah melajukan sepeda masing-masing menuju sekolah dengan tas berisi tugas-tugas yang sudah bang Ojip siapkan kemarin dengan terpaksa.
Bang Ojip sih senang dua anak itu bisa waras, tapi seiring dengan kewarasan mereka yang kian timbul, ketidak akhlakkan mereka membabukan Bang Ojip lumayan bikin kesal juga.
Tapi tidak apalah, daripada mereka makin gila.
Beberapa saat mengendarai sepeda masing-masing, akhirnya mereka sampai juga. Osih memarkirkan Barbara ditempat strategis, begitupun Dede yang memarkikan Blackjul juga. Mereka lalu berjalan menuju ke kelas, banyak tatapan ngakak yang jatuh pada mereka berdua sebab ingat insiden kemarin. Tak sedikit pula yang terperangah sebab ternyata mereka punya kecantikan yang hakiki.
"Halo, boleh minta nomernya?!" disela-sela perjalanan, seorang pemuda berseragam biru putih mencegah keduanya melangkah,
Osih menaikkan sebelah alisnya heran, "Kamu sales sepatu?!" tanyanya dengan melengking,
"Ah bukan itu, maksud gue nomer hape,"
Osih menghela nafas, "Mana ada waktu buat ngukur hape. Kamu ini ada-ada aja, ayo de," balasnya melengos pergi menarik Dede menjauh.
Tingkahnya boleh waras, tapi otak tetap belok. Jadi penasaran, sebenernya ukuran sama bobot otak mereka itu berapa sih sampe hal sekecil itu aja mereka susah banget buat nyampenya.
Dede sih masih mending, soalnya biarpun dia telmi, dia kan sering masuk peringkat. Lah si Osih? Bisa naik kelas aja keluarga mereka hajatan.
Osih girang bukan kepalang kemarin saat pembagian kelas. Osih berhasil satu kelas dengan Dede, tetapi Nil berada jauh dari mereka. Misi Osih menjauhkan Nil dari Dede duaribu duapuluh sepertinya didukung oleh keadaan.
Mereka berdua masuk ke kelas, tak lama dari itu bel tanda masuk kemudian berbunyi.
Para kakak kelas memasuki ruangan, jas alamater yang melekat pada tubuh mereka seakan memberi tanda kalau merekalah yang berkuasa. Muahahaha...
"Selamat pagi semua,"
"Pagi....." jawab seluruh isi kelas kecuali Osih dan Dede yag kompak bilang "Malam," tetapi dalam nada yang rendah hingga tidak menimbulkan bencana lanjutan.
"Hari ini kita akan melak---"
"Permisi." sebuah ketukan pada pintu serta ujaran dari seorang siswa menjeda kalimat kakak Osis pake permisi (biasanya tanpa permisi, sopan bener ini human) dilihat dari berbagai aspek, mulai dari nafasnya yang menderu-deru, rambut yang disisir seenaknya, lalu kancing seragam yang sungsang, itu cowok pasti kesiangan.
Sangat klise syekali kawan-kawan.
"Maaf kak, saya telat,"
"Baru juga mulai udah bikin perkara ya, kenapa bisa telat?!"
"Macet kak," alibinya,
Tiba-tiba Osih mengacungkan tangannya, "Enggak kok kak, aku kesini malahan naik sepeda, enggak macet tuh,"
Mampus sialan itu cewek. Kenapa tidak diam saja kau saodah?????
"Tuh denger, jangan alesan aja kamu!" galak kakak Osis,
Pemuda itu meneguk ludah susah menjawab, maka daripada semakin memperparah keadaan, ia memilih diam.
"Lari keliling lapangan, dua puluh putaran"
Pemuda itu melebarkan mata ketika mendengar suruhan lantang dari kakak kelasnya. Kampret, dia kan gak telat sampe setengah abad, cuma satu menit euy, meni sadis kitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy FRIEND
Teen FictionOsih dan Dede adalah sepasang sahabat. Mereka bersatu untuk menyatukan setengah dari otak mereka masing-masing. Kedua gadis polos itu tidak sesuai ekspektasi saat pertama kali melihat raut wajah mereka yang Ayu. Yang satu suka rambut gaya cepolan...