Tuk
Sekotak susu kesukaan Nanda mendarat di sudut meja Nanda. Sontak saja Nanda mendongakan kepalanya untuk melihat siapa yang menaruh susu tersebut.
Havi.
Sudah tiga hari Havi mengabaikannya, semua berawal dari kejadian malam itu, saat mereka membuka identitasnya. Identitas anak malam yang telah mereka sandang dari sekolah menengah pertama.
"Havi.." panggil Nanda saat orang yang memberinya susu membalikkan badannya hendak pergi.
"masih marah?"Havi menghela napas pelan dan berjalan kembali menuju Nanda.
"janji ya, jauhin dunia balap." ujar Havi.
"kenapa sih? Gue udah lama ada di dunia itu, kenapa lo tiba-tiba dateng gak ngebolehin gue?" Nanda beranjak dari kursinya dan berjalan keluar kelasnya, hanya saja tangannya ditahan oleh Havi.
"bahaya. gue gamau lo kenapa-kenapa."
***
"mereka beneran pacaran?" tanya Reza kepada Vero.
Vero mengatupkan bibirnya keras. Selama ini ia pura-pura buta, enggan melihat kenyataan yang terjadi. Ia tahu apa yang salah tapi enggan menerimanya.
"lu kenapa diem diem wae, Pero." tegur Reza yang muak melihat Vero mengaduk-ngaduk jus semangkanya dengan raut wajah lecek tanpa menjawab pertanyaannya.
"kalian ga lupa kan? Omongan gue dulu, " Ucap Vero dengan wajah yang serius.
"Tentang Nanda, adik kandung Rey." sambung Vero, kalimat itu membuat Reza dan Defrian yang sedang bersamanya terkejut, bisa bisanya mereka melupakan fakta tersebut.
Reynando. Sahabat mereka. Dulu.
"Havi masih gatau?"
Vero menggeleng kepalanya lemas. Ia tahu jika Havi mengetahui semua itu, semua bakal kacau. Entah siapa kini yang harus ia pihak.
"kita, harus apa?" Vero menatap kedua temannya dalam.
"kasih tahu Havi," Jawab Defrian.
"semuanya,""Jangan, lu ga liat? mereka lagi bahagia gitu, Dep." tentang Reza.
"percuma bahagia diatas kebohongan, Za. Udah cukup kita nutup mata tentang Anisa selama ini. Lu ga capek main diem-dieman kaya gini, Havi juga harus tau yang sebenernya."
"apanya?"
Tiba-tiba saja hal yang tak diinginkan terjadi, Rey muncul diantara perbincangan mereka.
"Nanda sama Havi?"
Reza, Vero dan Defrian hanya menunduk terdiam. Rey menghela napasnya. Ia terdiam sejenak, memikirkan apa yang harus ia lakukan.
"rahasiain. Termasuk tentang Anisa."
"gue minta tolong, sekali lagi sama kalian."Setelah mengucapkan itu, Rey pergi meninggalkan mereka.
"huft, semua jadi ribet." ujar Vero.
"kenapa kita harus jadi orang tengah hubungan mereka."
"karena kita tau semuanya, tapi memilih untuk diam." sahut Defrian tentang pertanyaan yang dilontarkan Reza.
***
Nanda memasuki rumahnya yang selalu sepi.
"GUE PULANGG!" teriaknya. Sering sekali ia melakukan hal tersebut untuk mengusir sepi."berisik amat sih." terlihat Valdo-adiknya yang sedang fokus bermain Nintendo di Sofa. Nanda tertawa kecil, setidaknya teriaknya itu berhasil memecah keheningan.
Nanda datang menghampiri Valdo dan mengancam-acak rambut adiknya. "jutek amat sih lu, ntar jomblo sampe mati loh." goda Nanda. Valdo hanya berdecak kecil mendengar godaan kakaknya itu.
"Nanda." Panggil Rey yang baru saja sampai ke rumah. Nanda menoleh, ia ingin menggoda kakak nya itu, tapi tertahan melihat raut wajah kakaknya yang serius, serius kaya mau ijab kabul.
"Lo, pacaran sama Havi?"
***
Kini Nanda sudah berada di kamar Rey. Kamar yang jarang sekali ia masuk, Karena selalu dikunci oleh Rey.
"iya, udah hampir 3 bulan." jawab Nanda tentang pertanyaan Rey di pintu masuk tadi.
"beneran suka?" tanya Rey yang dibalas anggukan oleh Nanda.
Rey menatap dalam Nanda, "kalo gue nyuruh lo putus, lo gabakal mau kan?"
Nanda terkejut mendengar pertanyaan Rey. "Yaela, Bang. Serius amat, lu takut gue langkahin kawin duluan apa gimana? Tenang aja, Bang. Lu boleh nikah dulu kok."
"eh lupa, lu kan jomblo."Rey tersenyum kecil melihat adiknya yang kini kembali ceria, tak seperti 2 tahun belakangan. Apa yang harus Rey lakukan?
Membiarkan adiknya bahagia dengan sahabat lamanya? Walaupun Havi sebenarnya belum tahu yang terjadi.
Atau menyuruh adiknya menjauh, agar tak terluka? Hanya saja perasaan Nanda sudah tenggelam, terlalu dalam kepada Havi.
"yaudah, satu pesen gue. Jangan terlalu sayang."
***
"woi babuu, traktirin gue makan bakso yok." Netta menarik tas Vero dari belakang saat Vero baru saja mau masuk ke dalam mobilnya.
"wuih mobil baru nih, mobil lamanya kemana?"
"oiya udah di rumah Syra, hahha." Ledek Netta saat menyadari bahwa Vero memakai mobil baru.Vero berdecak sebal, "abis tabungan gue gara-gara lu pada."
"kemaren-kemaren dipalakin mobil, sekarang dipalakin bakso. Besok apaan?""hatimu, mungkin." Jawab Netta sambil cengengesan yang tanpa ia sadari perkataannya itu membuat Vero merona.
"woi bengong ae, cepetan lemak gue udah nipis di perut gue, lu gamau kan gue kurus, ntar lo malah cinlok sama majikan sendiri." Ujar Netta sambil menerobos masuk ke dalam mobil Vero.
"pd amat sih."
Lalu Vero juga ikut masuk ke mobilnya dan mengantar Netta ke warung bakso.
Saat mereka di warung bakso langganan Netta, tanpa instruksi Netta langsung keluar dari mobil Vero bahkan sebelum Vero selesai membuka seat belt-nya.
"lah kenceng amat tu bocah." ujar Vero.
Netta langsung memesan 2 porsi bakso beranak super spesial plus pangsit tambahan dua bungkus.
"baik amat deh, udah dipesenin punya gue." ujar Vero sambil hendak menerima mangkok bakso yang disodorkan abang bakso. Hanya saja sebelum mendarat di telapak tangan Vero, Netta langsung menepis tangannya.
"wuih bosqu, punya gue nih, kalo lo mau pesen sono sendiri."
Vero menganga melihat porsi makan Netta. "lu sanggup emang ngabisin?"
"cih gini doang mah 5 menit gue."
Vero tertawa kecil, lalu pandangannya terpusat ke pipi Netta yang naik turun mengunyah bakso. Tanpa ia sadari, tangannya sudah mencubit pelan pipi Netta.
Netta yang semula tenga mengunyah langsung berhenti.
"woi babu, singkirin tangan lo, ganggu kenikmatan setiap kunyahan bakso gue."Padahal dalam hati Netta berteriak kesenangan. Gimana engga, gebetannya sejak SD sekarang berada dihadapannya, terus nyubit gemas pipinya.