-01-

143 24 7
                                    

"Gue bilang juga apa, Ajeng anaknya gampang dikibulin. Nyatanya cuma lo jadiin mainan aja dia gak tau sampe sekarang" ujar seorang Lelaki yang tengah tersenyum puas. Merasa senang saat mendapat mainan baru, walau bukan miliknya.

Gibran berdecak, "Tapi lama-lama kasihan gue sama dia" kepalanya menoleh menatap Kean yang tampak acuh, "Apa gak sebaiknya lo berhenti aja? Tantangannya gak usah dilanjut deh, sumpah kasihan gue".

Alis Arkan terangkat, "Gak biasanya lo gini. Lo suka sama tuh cewek?" Mendengar itu, Kean menoleh, ikut menunggu jawaban dari Gibran yang terdiam.

"Apasih? Ngaco lo, gue gak suka ya. Gue cuma kasihan aja sama dia buat kita permainin, cantik padahal" sergahnya mendapat tatapan curiga dari Dito, yang duduk disebelahnya.

"Sejak kapan lo punya rasa kasihan sama cewek? Pacaran aja gonta-ganti mulu tanpa mikirin pada sakit hati apa kagak"

"Tumben bijak Bang. Biasanya juga goblog, gak bermanfaat lagi" sahut elang yang baru saja datang dengan tangan yang dipenuhi kantong plastik, sepertinya Lelaki itu habis jajan.

"Apa lo bocil, mending diem dah. Apa main masak-masak sana sama adik Arkan, ikut dia tuh" omel Dito, menatap sinis pada Elang.

Arkan melotot, "Jangan, adik gue ntar ternodai sama otak miring tu anak" tolaknya mentah-mentah. Takut-takut adik polosnya ternodai oleh pikiran Elang yang sedikit gesrek.

"Yaelah pada gitu amat sama gue" Lelaki itu mengelus dadanya sabar, "Oh ya, tadi pada ngomongin apa? Gibah ya? Wah ikut dong!".

"Nah, jadi lupa kan. Gimana nih soal Ajeng, Lo mau berhenti kan? Lo gak kasihan gitu? Dia anak orang lho" ucap Gibran dengan iba.

"Jangan dulu deh. Ajeng kayaknya juga suka deket-deket sama Kean, dia kan cogan".

"Suka sih suka, tapi kalau akhirnya tau Kean cuma main-main gimana? Bisa panjang urusannya" Arkan memutarbalikkan matanya malas saat terus-terusan mendengar pembelaan Gibran pada Ajeng.

Elang terkekeh, "Oalah pada ngomongin Ajeng to? Bilang dong, gue ngikut nih" Elang meletakkan semua belanjaannya di atas meja, lalu ikut bergabung untuk mendengar perdebatan antara kedua orang ini.

"Ngikut aja lo, kasih saran dong!".

Elang menoleh kemudian menggeleng, "Gak deh, laper gue gabisa mikir. Nyimak ajalah gue bang".

"Emang gak guna lo disini!" Sinis Gibran, "Kean! Lo jangan diem aja dong, ngomong! Mau enggak? Mending lo jujur dari sekarang".

"Kalau gamau gak usah dipaksa kali" saut Arkan malas.

Elang sontak tertawa, "Wah kayaknya lo punya dendam pribadi ya sama Ajeng? Gitu amat, gamau banget Ajeng bebas dari permainan Bang Kean".

Gibran merangkul pundak Elang erat, "Itu yang ada dipikiran gue dari tadi".

"Apaan sih lo pada? Gue gak dendam ya, cuma lagi seneng aja main-main sama cewek".

"Tapi kan bukan lo yang mainin, kenapa seneng?" Tanya Dito menyauti.

Brakkk..

Kean memukul meja cukup keras membuat keempat Lelaki yang saling melempar tatapan sinis satu sama lain tersentak kaget. Mereka dengan kompak menatap Kean dengan binggung, namun tidak ada yang berani bersuara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 20, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CiArkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang