Regina sangat terkejut pagi itu. NC, bagaimana bisa bocah itu kabur meninggalkan Laboratorium. Ia tak dapat memahami lagi apa yang ada di kepala pemuda itu. Tak seharusnya NC bertingkah kekanakan seperti ini.
Wanita itu memukul permukaan meja dengan kepalan tangannya hingga membuat beberapa orang yang ada di sana, di ruangan yang biasa mereka gunakan untuk rapat tersebut sedikit terkejut.
Lanee menggigit bibir bawahnya sebelum membuka pembicaraan. "Sudah kubilang cepat atau lambat hal seperti ini akan terjadi."
Regina menoleh.
"Anak laki-laki, mereka memiliki nyali lebih ekstrem ketimbang anak perempuan. Harusnya kau tahu itu."
"Aku tak butuh nasehatmu." Kata Regina ketus.
Lanee, wanita bertubuh semampai itu mengangguk sejenak sambil berpaling. Tak ingin lagi berkomentar apa-apa untuk sementara sebelum Regina menggilasnya dengan kata-kata yang makin kasar.
Detik demi detik berlalu, mereka duduk tanpa berkomentar apa-apa. Dalam keheningan, pikiran Regina semakin berkecamuk. Ia tak sanggup membayangkan apa yang tengah dilakukan NC di luar sana sendirian, bagaimana jika Red Hawk sampai mengetahuinya dan menangkapnya. Ia tahu benar bagaimana sikap NC. Remaja itu sangat mencolok, bahkan jika ia mengaku kalau ia adalah humanoid.
Regina berharap sekali tim kepolisian yang telah dikerahkan untuk mencari si pembuat onar itu dapat segera menemukannya. Menemukannya dalam keadaan sehat dan tak mengalami suatu apapun.
"Kau sudah memberi tahu ibunya?" Tanya Lanee kembali memberanikan diri untuk bicara.
"Pagi tadi aku sudah menghubunginya dan membicarakan ini." Jawab Regina.
"Lalu?"
"Erika Holm, seperti yang kau tahu. Wanita itu selalu berusaha tampak tenang dalam keadaan apapun. Dia hanya diam dan tak memberi pernyataan apa-apa."
"Dia marah pada kita."
"Aku tahu."
"Bagaimana dengan putrinya? Adik NC."
"Maksudmu Skylar?"
"Ya, Skylar. Kuharap gadis itu tak terlalu gegabah sampai membuat publik tahu kalau kita memiliki anak laki-laki sungguhan yang, hilang."
"Dia hanya anak-anak. Dan dia tak pernah bertemu secara langsung dengan kakaknya, Nicholas. Dia pasti bisa lebih baik menjaga sikapnya bahkan dibanding dengan ibunya." Regina bangkit dari kursinya. "Oke, lebih baik kalian kembali bekerja. Lanjutkan apa yang menjadi prosedur kita sejak awal. Aku yakin secepatnya kita akan mendapatkan NC kembali. Bahkan jika harus memeriksa seluruh humanoid pria yang ada di Eden."
******
"Eden memiliki lebih dari seratus juta humanoid pria berdasarkan laporan di tahun 2257. Sebagian dari mereka harus menjalani pemeriksaan yang akan di data ulang untuk...-"
Skylar mematikan benda mungil itu yang hampir satu jam menghapus kesunyian di kamarnya. Sebuah alat selebar telapak tangan bayi yang berfungsi sebagai penyampai berita khusus yang terjadi di Eden. Lebih tepatnya berita mengenai humanoid. Entahlah, dalam sehari berita yang muncul kebanyakan tentang robot dan robot. Ia tak sudi menyimpulkan sampai kapan Eden bisa lebih bijak mengurus hal lain yang lebih penting selain potongan-potongan mesin yang dibungkus dan diberi mata tersebut.
Remaja itu duduk di kursi di depan meja riasnya yang besar. Sejenak memandangi wajahnya yang terpantul di cermin tersebut. Wajah yang terpoles sedikit bedak dan bibir yang terlapisi oleh pelembab agar terlihat lebih segar.
Cantik. Ia benci seseorang mengatakan itu. Namun melihat parasnya di pantulan benda persegi tersebut, ya.. Ia tak bisa menilai orang-orang itu salah. Ia memang cantik. Cantik seperti anak-perempuan sungguhan.
Ia bahkan ingat bagaimana saat ia masih kanak-kanak. Erika ibunya selalu membanggakannya di mana pun. Cantik. Wanita itu terus membuatnya terlihat cantik layaknya anak-anak perempuan. Skylar benci mengakuinya, tapi ia memang sempat merasa bangga dengan kata-kata pujian itu sebelum ia, mengetahui identitas gendernya yang sebenarnya saat menginjak usia tujuh tahun.
Saat itu ia menangis seharian. Tak ingin makan dan minum. Ia yang masih anak-anak, tak tahu bagaimana cara menerima kenyataan kalau ia adalah laki-laki. Erika Holm, ibunya mencoba meyakinkannya berkali-kali kalau ia adalah anak perempuan. Tapi tetap saja, semakin bertambahnya usia, wanita itu tak bisa terus menyembunyikan hal sepele seperti itu.
Skylar mengepalkan tangannya kuat. Andai bayang-bayang Nicholas tidak terus menghantui Erika, ia pasti bisa menjadi dirinya sendiri. Bahkan mungkin, bergabung di penelitian yang Regina jalankan untuk menyelesaikan tragedi dari virus sialan itu. Mungkin ia akan menjadi pria yang lebih berguna ketimbang bersembunyi di balik rok dan semua aksesoris wanita yang Erika beli.
Skylar meletakkan jepit rambut bermotif bunga itu ke atas meja. Tak ingin menyentuhnya apalagi memakainya. Mungkin ada orang lain yang lebih tepat untuk memakainya, anak perempuan sungguhan.
'Apa Emma akan suka?'
Skylar berpikir beberapa saat sebelum mengambil tas dan hendak memasukkan benda mungil itu. Berniat memberikannya besok sebagai tanda terimakasih karena hanya Emma Hale, si gadis kulit hitam itulah yang selalu menjaga dan mengerti dirinya dibanding seluruh wanita yang ia kenal termasuk Erika.
Anak itu menutup tasnya, meletakkannya ke sudut meja riasnya ketika tiba-tiba ia menerima sebuah panggilan dari gadis lain.
"Tina?" Skylar membuka panggilan itu yang membuatnya sedikit terkejut. Tina Morales, si pengganggu, yang tak ia sangka akan menghubunginya.
"Hei Sky, apa aku mengganggumu?" Tina tersenyum sambil memilin rambutnya yang ia ubah lagi warnanya menjadi kebiruan.
Skylar memindahkan panggilan hologram itu ke cermin. Membuat seolah ia dan Tina benar-benar berbicara secara langsung dalam sebuah bingkai. "Ada apa tiba-tiba kau menghubungiku?"
"Aku ingin mengundangmu ke pesta ulang tahunku dua hari lagi."
"Apa?"
"Pesta. Aku ingin kau hadir di pesta ulang tahunku. Datanglah pukul tujuh. Oke?"
"Kau mungkin salah orang." Skylar hampir mematikan panggilan tersebut sebelum Tina kembali berbicara.
"Tunggu-tunggu, aku benar-benar ingin mengundangmu, Skylar Holm. Aku ingin berniat baik pada para juniorku."
"Aku tak ingin jadi bahan lelucon, atau badut yang akan kau tertawakan dengan teman-temanmu di pesta. Maaf."
"Ayolah Sky, aku tak ada niatan jahat padamu. Semua gadis di sekolah sangat senang dengan undangan dari gadis nomer satu sepertiku."
"Tidak untukku. Terimakasih."
Tina mencondongkan diri lebih dekat. Membuat semua detail wajahnya semakin jelas terlihat. Seperti warna mata yang kini menjadi biru, hidung hasil operasi yang.. Ya, cukup sempurna, dan warna alis yang kini sedikit disamakan dengan warna rambut yakni menjadi lebih gelap dan sesekali menjadi kebiruan jika tersorot cahaya. "Kau melawanku?" Katanya sambil menatap tajam. "Bagaimana jika Emma juga datang?"
"Emma?"
"Benar, Emma. Senior yang sangat menyayangimu itu. Kami baru saja bicara. Dan tampaknya dia mau memaafkanku. Dia bahkan bersedia datang ke pestaku ketika aku mengundangnya." Tina tersenyum. Sesekali matanya melirik semua benda yang ada di atas meja rias milik Skylar selagi anak itu terdiam. "Wow.. Kau tak banyak memiliki kosmetik mahal. Apa ibumu tak pernah membelikanmu..-"
"Ibuku membelikanku kosmetik mahal. Tapi aku membuangnya. Akan kupikirkan soal pestamu. Sampai jumpa." Skylar mematikan panggilan itu. Seketika sosok gadis dalam cermin tersebut menghilang.
"Pesta ulang tahun?" Tanya seorang wanita tiba-tiba. Erika, rupanya sudah berdiri dan bersandar di pinggiran pintu kamar.
"Ibu?"
"Kupikir sebaiknya kau tak usah datang ke pesta temanmu itu." Wanita paruh baya itu mengangkat gelasnya yang berisi cairan berwarna merah pekat dan meneguknya.
Skylar berdiri dari kursi. Ia merasa ada yang tak beres dengan wanita itu. Wajah ibunya entah sejak kapan menjadi sangat sayu, bahkan terdapat bengkak di bawah matanya.
"Ibu, apa kau habis menangis?" Tanya anak itu mendekat.
Erika hanya tersenyum dan meremas gelasnya. Ia lalu meneguk cairan merah di tangannya itu lagi dan lagi.
"Ibu apa yang terjadi? Kau tidak apa-apa?" Desak Skylar.
Tak menjawab pertanyaan putranya, Erika hanya tersenyum sambil berpaling ke jendela dengan tatapan kosong.
Skylar merebut gelas dari tangannya, meletakkannya ke atas meja tak jauh dari sana. Mabuk, Erika selalu mencoba mabuk jika mengalami suatu masalah. Ia hafal benar sifat ibunya itu.
"Katakan padaku apa yang terjadi." Tegas remaja itu sekali lagi.
Erika tertawa kecil sebelum berpaling pada putranya dan mulai bicara. "Nicholas, dia kabur meninggalkan Laboratorium."
"Apa?"
"Nicholas kakakmu, NC, Regina baru menghubungiku kalau mereka kehilangan kakakmu."
Skylar seketika terdiam, membuang pandangannya ke arah lain. Bagus, berita yang membuatnya terkejut untuk kedua kali setelah Tina Morales, si ratu sekolah yang sombong mendadak mengundangnya ke pesta ulang tahun.
Erika menjulurkan tangannya, membelai kepala Skylar lembut. "Bukankah ini sangat mengejutkan, Sky? Ibu harap kau bisa tetap di rumah sampai tim Regina menemukannya. Mereka bilang mereka akan mencarinya dengan memeriksa dan melacak semua data aktifitas yang terpantau di seluruh Eden. Jangan pergi ke mana pun selain ke sekolah. Aku tak mengijinkannya, apalagi ke pesta ulang tahun temanmu itu. Mengerti?"[]