"Areza ...." gumam Queensha sambil menoleh ke arah belakang.
"Jadi, gue gak sia-sia dong, mutusin lo tadi siang? Langsung dapet pengganti. Murah emang," ucap Areza sinis.
"Bukan gitu! Please, lo salah paham. Bener-bener salah paham!" ucap Queensha sambil memegang lengan Areza kuat. Guna untuk meyakinkannya.
"Lepas! Najis gue di pegang-pegang sama cewek murahan." Areza menepis tangannya dan segera menyingkirkan tangan Queensha dari sana.
"Lo jangan kasar sama cewek, bisa ga sih?" ucap Levant tidak terima atas perlakuan Areza pada Queensha.
"Heh, ada hak apa lo larang-larang gue? Emang lo orang tua gue?" Areza melirik Levant sinis.
"Rez, dengerin gue kali ini, tolong." Queensha benar-benar memohon pada Areza kali ini. Ia ingin secepatnya menyelesaikan masalah ini dan bisa tidur dengan nyenyak.
"Capek gue lama-lama! Ah, gue gak peduli! Lagian percuma lo jelasin hal itu ke gue lagi. Lagian kita udah mantan," ucap Areza lalu meninggalkan Queensha yang menghela nafas lelah.
Areza keluar cafe dengan mood yang berantakan. Tidak ada yang bisa membuatnya tenang hari ini.
Ia melewati sebuah club malam yang akhir-akhir ini ramai dengan pengunjung.
"Gak gak, jangan sampe gue lepas kendali di tempat kayak gini. Mending gue tenangin diri di kolam renang," gumamnya lalu secepat kilat pergi dari sana.
Namun, pikiran Areza melayang ke club malam tadi. Toh, tidak akan ada yang mengenalinya, kan? Tapi, Areza bahkan tidak suka dengan bau rokok ataupun alkohol. Itu membuatnya mual dan pusing.
Areza menepikan motornya lalu membuka ponsel untuk menghubungi Farel.
"Lo di mana?" tanyanya.
"Di rumah lah, yakali gue di kuburan," ucap Farel di seberang ponsel dengan sarkas.
"Lo tahu club malam di jalan Bungur, kan?"
"Hm, tahu kok. Kenapa? Lo gak berniat ngajak gue ke sana kan?" tanya Farel. Memang, Farel dulunya adalah anak yang suka minum alkohol karena masalah keluarganya yang membuat dirinya depresi. Sehingga pelarian satu-satunya adalah mabuk.
"Gue pening, yuk kesana," ajak Areza.
"Lo gila apa?! Gue udah berusaha buat tobat dan elo ngajak gue masuk sana lagi? Wah, parah lo Rez." tentu saja Farel terkejut akan penuturan Areza yang tiba-tiba mengajaknya.
Karena setahunya, selama bertahun-tahun berteman dengan Areza, ia tahu betul bahwa Areza adalah anak anti alkohol dan pelampiasannya saat marah biasanya digunakan untuk belajar fisika.
"Ah, bacot lo. Udah ke sini aja. Sebelum gue sendirian yang ke sana," ucap Areza yang hendak mematikan telepon namun disanggah oleh Farel. Ia mengatakan bahwa ia akan datang ke tempat Areza dengan cepat.
Sesampainya Farel dan Areza di club, pemandangan yang biasa Farel lihat tidak membuatnya terkejut. Berbeda dengan Areza yang sangat terkejut karena tidak terbiasa.
Dengan cepat, Farel menuju bar yang tersedia di sana dan memesan dua gelas wine. Dengan kaku, Areza meneguknya dengan cepat.
"Haha, kaku banget anjir. Minumnya santai aja, lagian bokap lo gak bakal ada di sini," ucap Farel sambil menertawai Areza.
"Gue kan baru pertama kali ogeb! Gue yakin, lo juga kayak gue pas pertama kali, iyakan?" tanya Areza sambil memegangi kepalanya yang mulai terasa pusing.
"Iya sih, tapi gak kayak elo juga anjir!" ucap Farel sarkas lalu menjitak kepala Areza.
"Diem," ucap Areza singkat lalu membenamkan kepalanya di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segitiga Kuadrat
Teen Fiction"Ajarin gue cuek kaya lo dong! Nanti gue ajarin balik gimana caranya sabar." - Queensha. "Gue sebenarnya tau. Tapi gue lebih memilih untuk diam." - Areza. "Mereka bilang, kayak gaada orang lain aja. Ah, mereka gak akan paham." - Levant. "Sedang diha...