"Hei,"
Yuta sedikit terlonjak saat sesuatu yang dingin menyentuh pipinya. Ia menoleh, dan mendapati Alika yang menjulurkan gelas berisi jus jeruk kepadanya.
Yuta mengambil gelas itu, meneguknya sekali dan kembali menyangga tangannya di pagar pembatas balkon rumah tempat Anna tinggal.
Alika melakukan hal yang sama, dipandangnya langit biru cerah dengan awan putih menjelang sore itu.
"Kenapa? Kok belakangan lebih banyak diem?" Alika memulai, namun pandangannya belum teralihkan.
"Hm? Jelas banget ya?" Yuta memandang nanar gelasnya.
"Banget, untuk ukuran orang berisik dan jail kayak lo."
Yuta terkekeh kecil.
"Apa ini masalah perjodohan Cecilia?" Alika mulai memandang Yuta.
"Nope," Yuta menegakkan tubuhnya, "awalnya emang gue gak setuju. Lo tau, gue terlahir berkat hubungan perjodohan yang sama sekali gak diinginkan."
"Tapi kan—"
"Iya, Lika, gue tau. Mommy sama daddy gak bakalan biarin itu terjadi dan gak bakal maksa Cila."
Alika diam sebentar, meneliti raut wajah Yuta. Pemuda itu tidak pernah seperti ini sebelumnya. "Terus? Apa yang lo khawatirin?"
Terdengar helaan nafas panjang, Yuta kembali mengingat perkataan Selena yang bertanya kepadanya, apa cita-cita nya?
"Apa yang anak macam gue harepin, Lik? Kelahiran gue gak dinginkan. Gak kayak Mark yang punya sesuatu yang bakal di warisin, gue cuma hidup dengan bergantung sama yang orang tua gue kirimin. Masih syukur kalau mereka inget," jeda sebentar, "mereka udah hidup sama kebahagiaan masing-masing. Punya anak yang buat mereka lebih bahagia dari gue. Alih-alih ngewarisin perusahaan bonyok, gue cuma bakal jadi gembel kalo mereka mulai lupa sama gue."
"Gue gak punya cita-cita, Lika. Selama ini gue fokus jaga Cecilia sebagai bentuk terima kasih gue sama mami papi. Gue... gue gak pernah mikirin, kalau lama-lama, Cila punya dunianya sendiri, dunia dimana gue sama sekali gak berhak buat gue sentuh. Dan sampai itu tiba, gue gak pernah mikirin dan nyiapin diri gue untuk masa depan. Gue bener-bener bingung, apa yang bisa gue lakuin abis ini? Cecilia gak terus-terusan kecil, dan gue juga punya batas waktu buat jagain dia."
"Hei, Yut, tenang," Alika mengelus bahu sahabatnya itu, berusaha menenangkan Yuta yang kini tampak kalut.
Yuta menghela nafas lagi dan menundukkan kepalanya diantara tangannya yang menyilang di pagar pembatas.
Alika masih mengelusnya, "Yut, lo tau kan, kalau kita gak akan pernah tau apa yang bakal terjadi di masa depan. Yang bisa kita lakuin cuma ngelakuin hal terbaik yang kita bisa, supaya masa depan kita sesuai dengan apa yang kita harepin. Tapi kalau lo udah kerja keras, dan lo malah gagal, itu adalah usaha Tuhan, buat ngasih tau lo, kalau jalan yang lo ambil buat masa depan lo itu salah."
Alika tersenyum, "sekarang, lo mungkin bingung, bakal jadi apa lo di masa depan. Lo ngeliat cuma dari satu sudut pandang, coba lo liat dari sudut pandang lain, lo bakal nemuin jalan buat masa depan lo."
Alika menarik tangannya dan mendongak menatap langit. "Meski lo gak punya orang tua yang bakal disisi lo buat nata masa depan, lo punya mami papi nya Cecilia yang bener-bener nerima lo apa adanya. Mereka gak bakal ngebiarin lo terlantar. Lo bisa aja nyebutin dimana lo bakal kuliah dan kerja, dan mereka bakal langsung ngasih jalan yang terbuka lebar buat lo."
Alika kembali memandang Yuta, "dan soal Cecilia, gue yakin dia gak bakal berubah. Lo bahkan ada malam itu, dimana mereka nyambut jodohnya Cecilia tanpa Cecilia tau. Itu artinya lo sama pentingnya, Yut. Yang berubah cuma usia sama situasi, enggak dengan hubungan yang terjalin dengan tulus," Alika mengakhiri paparannya dengan senyuman lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cinderella
Teen FictionAlika, cewek dingin yang dijuluki ice cream oleh teman-temannya. Dingin, tapi manis. Menjadi dingin setelah sang ibunda wafat. Alika, cewek yang sukses membuat Alka, si pangeran cuek jatuh pada pesonanya. Bercerita tentang Alka yang berusaha masuk...